EPILOGUE

618 75 51
                                    

Nata menangis tersedu-sedu di mobil taksi online-nya. Entah kenapa perasaannya mendadak kelu ketika mengingat segala pengakuan Ian barusan.

Perasaannya yang sudah perlahan ia hapus, tiba-tiba mencuat ke permukaan. Ada rasa serba salah dan sedikit sesal. Tapi ia harus tegas pada perasaannya. Meski terasa luka, memilih untuk mencintai Banyu adalah pilihan tertepat saat ini.

Banyu manusia terbaik yang pernah Nata temui. Banyu begitu perhatian dan penyayang. Banyu begitu peduli padanya.

Ditengah kegamangannya, Nata memeriksa ponselnya. Tidak ada pesan chat disana. Lalu Nata beralih pada bar story WhatsApp. Dilihatnya story Alvaro menjadi urutan teratas. Dibukanya story tersebut, Nata melihat sebuah video kalimat motivasi tentang hidup yang diperbarui oleh Alvaro di story WhatsApp-nya.

Nata tertegun seketika. Berpikir dengan lugas. Tanpa lagi terlalu panjang berpikir, Nata langsung mengirimkan balasan pesan chat pada story milik Alvaro tersebut.

"Kak Varo, bisa ketemu sebentar?"

~

"Jadi si Ian-Ian ini... akhirnya nembak lo?" ulang Alvaro begitu Nata selesai menjelaskannya panjang lebar.

Nata mengangguk, pilu.

"Terus???"

Nata terdiam. Terus apa. Apa jawaban yang diinginkan oleh Alvaro.

"Respons lo gimana?" sambung Alvaro.

Diam sejenak, seperti meyakinkan diri. "Saya pilih Banyu. Banyu orangnya baik, kak"

"Lo pilih Banyu hanya karena Banyu baik sama lo?" tanya Alvaro.

Nata malah menjadi sedikit tersinggung dengan ucapan Alvaro barusan, "Seenggaknya saya tau kalo Banyu cinta sama saya, kak!"

"Tapi sekarang... lo akhirnya juga tau kan, kalo Ian itu juga cinta sama lo!" timpal Alvaro.

Nata memasang raut wajah heran. Dia menjadi ragu, bertemu dengan Alvaro dan menceritakan semua padanya apakah sudah menjadi solusi terbaik.

Alvaro memandang Nata dengan ragu. Dia lebih banyak diam untuk menerka-nerka apalagi yang hendak dikatakan Nata.

"Tunggu dulu deh, ini maksudnya... kak Varo dukung saya lebih baik sama Ian dibanding Banyu?" tanya Nata.

Alvaro terdiam. Tapi bagi Nata, diamnya Alvaro merupakan tanda setuju atas pertanyaannya barusan.

"Kak Varo kok jadi gini sih? Bukannya dulu kak Varo dukung saya sama Banyu. Kak Varo sendiri yang bilang kalo gak akan ada orang yang bisa mencintai saya dengan tulus seperti Banyu" cetus Nata.

"Bukannya gitu, Nat. Tapi..."

Nata berdiri dari duduknya. "Maaf udah buang-buang waktunya kak Varo!"

"Nat! Tunggu dulu, Nat" Alvaro ikut berdiri dari duduknya, berusaha menahan Nata tapi tak bisa. Bagai ada sesuatu yang sangat ingin dikatakannya tapi tak mampu.

~

Nata sejak tadi menelpon-nelpon Banyu. Namun sama sekali tak dijawab. Nata malah tambah gelisah ketika Banyu sama sekali tak menggubrisnya. Dia bingung setengah mati. Kacau balau.

Akhirnya Nata kembali ke kantornya untuk menemui Banyu, namun Banyu tak jua Nata temukan.

Firasat Nata semakin buruk. Perasaannya menjadi tak keruan. Bagai ada sesuatu yang mengganjal. Mungkin saja Banyu sedang sibuk. Tapi dimana. Sejak tadi dia tak juga memberikan kabar. Nata semakin gundah gulana.

Dia kembali ke ruangannya dan duduk di kursi kerjanya. Dia menghela napas seakan rasa kacaunya memupuk ke permukaan.

Pandangan Nata seketika jatuh pada sebuah flashdisk kecil di atas mejanya. Nata mengernyitkan keningnya. Dia heran mengapa ada sebuah flashdisk di atas mejanya. Bahkan dia ingat bahwa sejak tadi tidak ada satupun flashdisk di atas mejanya.

WORK ON YOU (END 21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang