#9 Tragedi Balas Dendam Lampor

676 35 4
                                    

"Bu, tolong belikan bapak obat sakit perut di warung mbok ijah, ya."

Pinta bapak kepada ibu sembari menyodorkan uang. Aku masih asyik menyantap pisang ambon nangka rebus, pemberian ibu, yang baru saja di suguhkan.

Bapak sejak tadi mengeluhkan sakit pada perutnya, mungkin karena bapak telat makan dan bapak memang sering sekali mengerjakan puasa sunnah karena keterbatasan pangan.
____________________________________

© Puasa sunnah senin Kamis.
© Puasa sunnah ayyamul Bidh.
____________________________________

Ibu langsung beranjak membelikan bapak obat, setelah itu ibu langsung memberikannya kepada bapak dan memijat perut bapak perlahan.

"Lho kan pak, kerja ya kerja. Tapi jangan capek-capek begini. Ibu nggak pernah meminta bapak non stop bekerja. Coba bapak istirahat satu hari saja diam dirumah, tidur siang lah atau apa." ucapnya.

"Iya bu," jawabnya singkat sembari menganggukan kepalanya.

Memang bapak Ramli adalah pekerja keras, orang yang sangat rajin dan ulet. Sehingga banyak sekali orang yang memanggilnya untuk bekerja, entah apapun itu pekerjaan nya.

Di hari libur tidak bekerja, ia tidak bisa berdiam diri di rumah. Ia selalu memanfaatkan waktu untuk hal hal lain, apalagi semenjak tanah itu sudah menjadi hak miliknya.

Bima menyuapkan pisang rebus kepada bapaknya, namun hanya sedikit saja yang masuk ke dalam perut pak Ramli. Ia meringis menahan sakit yang dirasa, sangat itu.

***

"Aduh, aduh......! Aduh sakit sekali...!"

Teriak bapak membangunkan tidur kami, ibu panik dan bingung melihat bapak berteriak histeris menahan sakit pada bagian perutnya.

Berbagai macam cara sudah kami lakukan, dari mulai mengundang dokter dan tukang urut.
Namun berulang kali pun, mereka mengatakan bahwa bapak tidak kenapa-kenapa. Tidak ada penyakit serius yang perlu di khawatirkan.

Setelah bertemu dengan dokter atau tukang urut, sakit perut bapak berkurang, namun kejadian itu berulang  tujuh hari kedepan.

Sakit perut bapak sering terjadi ketika satu minggu sekali. Sebelum kami panggilkan dokter dan tukang urut, sakit di perut bapak tidak kunjung sembuh ataupun berkurang.

***

Bapak sudah tidak  bisa bekerja seperti biasa, karena keadaannya. Terkadang sakit perutnya muncul secara tiba-tiba. Dari satu minggu sekali, sekarang sakitnya muncul tiga hari sekali.

Perekonomian kami semakin memburuk dari sebelumnya.
Hingga akhirnya, ada sebuah kabar yang seharusnya menjadi kebahagiaan, justru menjadi kesedihanku yang mendalam.

Ibu Sundari positif mengandung janin anak kedua, setelah penantian panjang.
Kabar ini, seharusnya membuat bahagia dan mendapat respon senyuman dari bapak, namun harapan tidak seperti yang di inginkan dan di fikirkan dulu.

#POV_SUNDARI

Aku mengandung di saat keadaan seperti ini.

Suamiku sakit-sakitan, ia sudah tidak bisa bekerja, entah apa sakitnya, kami saja tidak tau.
Kami sudah membawanya ke dokter, bahkan pihak rumah sakit berulang kali mengatakan tidak ada penyakit serius di perut bapak.

Berdoa dan berusaha, kini kami pasrahkan semuanya, aku tidak tega melihat suamiku menahan sakit setiap malam, bahkan setiap hari tanpa detik-detik terlewati.

Sakit tanpa henti bertahan selama berbulan-bulan, mas Ramli sudah sangat tersiksa.
Badannya bertambah kurus.
Mungkin jika di gambarkan, mas Ramli sudah seperti tengkorak hidup, hanya tersisa kulit tipis yang menempel di tulang-tulangnya.

Tidak bisa aku jelaskan bagaimana dan seperti apa isi di dalam otakku.
Aku sangat menyayangi suamiku, aku menangis setiap hari melihatnya.
Aku ingin ia sembuh, aku tidak mau kehilangannya, tetapi aku tidak bisa melihat suamiku semakin lama tersiksa seperti ini.

Banyak sekali tetangga berdatangan, namun bukan karena simpatik. Tetapi
mereka kemari karena penasaran dan setelahnya menceritakan keadaan mas Ramli kepada semua warga.
Mereka tidak menenangkan, tetapi malah membuatku semakin bersedih karena kabar yang di sebarkan itu.

Semuanya menganggap mas Ramli terkena azab, mereka mengatakan mas Ramli terkena hukuman sebelum ajalnya.

"Ya Tuhan, suamiku adalah suami yang baik. Baik dengan keluarga kecilnya dan kepada semua orang.
Bahkan semenjak kami menikah, ia sama sekali tidak pernah menyakiti hatiku, apalagi orang lain."

Siapa yang tega menyebar fitnah seperti ini, aku sudah tidak bisa mendengar nya!
Aku lelah berpura-pura tuli dan selalu membisu.

"Ya Tuhan kasihanilah suamiku, jika kau izinkan dia untuk sembuh, percepatkan lah, sembuhkan dia ya Tuhan!
Tapi jika tidak kau izinkan itu, tolong berikan yang terbaik untuk suamiku, jangan kau siksa mas Ramli begini, aku tidak tega melihatnya.
Aku mohon, jika boleh ku meminta. Sembuhkan lah suamiku, berikan yang terbaik untuknya. Mas Ramli tidak seperti yang di tuduhkan mereka semua, tidak!"

Derai tetes airmataku terjatuh semakin deras, kedua tangan menyentuh perut yang semakin membuncit. Mungkin ia merasakan  apa yang sedang ibunya rasakan.

Ingin sekali aku berteriak sekuatnya!

***

"Assalamu'alaikum."

Terdengar salam dari luar rumah, aku mengutus Bima untuk membukakan pintu. Sedangkan aku masih sibuk mengelap keringat mas Ramli yang bercucuran.

Dia baru saja bisa memejamkan matanya, badannya sangat lemas tak ada daya.
Bola matanya terlihat begitu bulat dan seperti nyaris keluar.

Bima masuk dengan seorang pria di belakangnya, siapa dia?

"Mas Iman?" ucapku lirih.

Ya! mas Iman adalah sahabat karib suamiku.
Mereka bersahabat dari kecil, namun berpisah karena jalan hidup yang berbeda.

Mas Iman menetap di kota, bahkan bertahun-tahun ia menetap di sana dengan keluarganya.
Kami hanya bisa bersilaturahmi dengan mas Iman, melalui ponsel tua.

Tapi semenjak ponsel itu rusak, sudah tidak ada kabar lagi antara kami.

"Ya Allah, Ramli. Kamu kenapa bisa seperti ini.
Ndari, kenapa Ramli sebenarnya, apa yang terjadi padanya?"

Aku menangis menceritakan apa yang terjadi di hadapan mas Iman.

"Aku kembali, aku merindukan sahabatku, Ramli.
Sekian lama tidak ada kabar sama sekali, aku kesini berniat untuk mengajak kalian ke kota ikut bersamaku.
Aku telah sukses di kota, aku ingin membagi kebahagiaan ini, tapi kenapa sesampainya, kamu malah begini Ramli! kenapa!"

Tangisnya tidak bisa di tahan, mas Iman mengeluarkan air mata menyentuh tubuh sahabat nya.

Bima mendekat, ia pun menangis melihat kami menangis.

***

Bagaimana Kelanjutannya?

#Bersambung*****



TRAGEDI BALAS DENDAM LAMPORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang