6. Pindah Rumah

8 3 0
                                    

"Nama kamu siapa?" tanya Afi, ia lupa menanyakan nama Early. "Early, i-bu," balas Early sambil menundukkan kepalanya malu, eh! Malu? Entah kenapa ia tidak tahu alasan mengapa dirinya merasa malu.

Afi hanya tersenyum melihat tingkah Early. "Kamu nggak mau ngasih tau nama aslimu, ya?" Afi tahu nama yang diberitahukan Early bukanlah nama aslinya.

Early tercengang mendengar itu, bagaimana wanita didepannya ini tahu kalau itu bukan nama aslinya? Ya, namanya memang terdengar aneh, tetapi tetap saja. "Iya, namaku–" Ucapan Early terpotong, tiba-tiba kepalanya pusing. Ia melihat bayang-bayang anak kecil yang disiksa.

Early mengerang, saat ini kepalanya sangat pusing, terlebih! Bayangkan itu tidak bisa berhenti. Afi yang melihat itu segera menghampiri Early, "Kamu nggak papa? Early! Hey! EARLY!!"

Mata Early mulai memburam, ia bisa merasakan jika Afi sedang memeluknya. Early tersenyum samar, kemudian kesadarannya terenggut.

-Sudah Palsu-

Matahari mulai terbit, Early mengerjap-kerjapkan matanya. Berusaha mengingat kejadian tadi malam. Ia melihat Afi berada di sampingnya, tertidur lelap dengan badan menyender pada tembok.

"Kamu udah bangun?" tanya Afi, ia tidak benar-benar tertidur, ia masih khawatir dengan kondisi Early.

"Iya," balas Early seadanya.

"Maaf, sepertinya aku menanyakan hal yang sensitif tadi malam," kata Afi merasa bersalah, ia tidak tahu bahwa Early akan bereaksi seperti itu.

"Nggak papa, aku juga nggak tahu kenapa aku jadi sensitif kayak gini," kata Early sedikit murung. Ini pertama kalinya Early hilang kendali, padahal ia sudah yakin untuk menerima masa lalunya yang menyedihkan itu.

"Yaudah, jangan terlalu dipikirin. Oh ya, kamu nanti sekolah?" Afi mencoba mengalihkan pembicaraannya, ia tak  ingin menyakiti hati Early lebih dalam lagi.

"Nggak, kok!" Jawaban Early membuat Afi memiringkan kepalanya. "Kamu nggak bolos, kan?" tanya Afi yang masih tidak percaya.

"Nggak, lah! Kan, aku anak teladan," jawab Early sambil terkekeh. "Trus, kok nggak masuk sekolah? Emang, kelas kamu libur sendiri?"

"Iya! Enak, kan?" jawab Early sambil tersenyum cerah. Sebenarnya ia tidak terlalu menyukai hari libur, tetapi jika bersama Afi beda lagi ceritanya.

"Hah? Kok bisa?" tanya Afi masih tidak percaya, Early hanya bisa menghela nafas saat mendengar itu.

"Jadi, kelas A, kan kelas unggulan. Jadi kelas ini dapat libur hari Jum'at, Sabtu, sama Minggu. beda sama kelas B, C, sama E! Mereka liburnya cuma hari Sabtu sama Minggu." Early menjelaskan hal itu dengan sabar, entah kenapa jika berhadapan dengan Afi ia jadi cerewet.

"Trus, kelas D gimana?" tanya Afi, ia penasaran kenapa Early tidak menyebutkan kelas D.

"Oh, kalau itu terserah mereka. Mereka bisa aja libur, bisa aja masuk." Early mengedarkan pandangannya, ia menyadari ada sesuatu yang aneh. Tetapi tidak tahu apa itu.

"Kamu sadar nggak? Dari tadi kayak ada yang ngawasin kita," tanya Afi dengan nada sangat rendah jadi hanya Early yang bisa mendengar. "Iya," balas Early sambil berbisik juga.

"Jangan pedulikan, kita bicara biasa saja, takut dicurigain." Afi mengatakan itu tepat di telinga Early. Jika dilihat dari kejauhan Afi seperti sedang mencium pipi Early.

Sudah PalsuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang