Untuk menyambut kedatangan Mikasa, Carla berinisiatif memasak makan malam dengan tangannya sendiri. Ia juga mengajari menantunya itu masakan Paradise. Gadis itu tidak banyak tahu tentang masakan asing rupanya. Seumur-umur yang ia makan hanyalah masakan Hizuru.
"Apa masakannya tadi enak?" Mikasa bertanya-tanya agresif.
"Ayah memujinya, bukan? Kau melakukannya dengan baik," ucap Eren sambil melepas jasnya.
"Itu karena Bibi Carla membantu hampir seluruhnya," Mikasa duduk di kasur, "aku bahkan tidak tahu makanan Paradise begitu tawar. Di Hizuru aku sering membuat kari dan masakan kaya rempah lainnya."
"Ibu."
"Huh?"
"Ibuku, ibumu juga sekarang." Suaminya itu tersenyum. Mikasa merasakan geli di pipinya dan menutupnya dengan bantal.
Ibu.
Terakhir kali itu keluar dari mulutnya sudah tujuh tahun yang lalu. Memanggilnya sambil menangis di pemakaman ibunya sendiri, yang meninggal setelah melahirkan anak ketiganya, adik Mikasa dan Nanaba.
Berarti Grisha juga jadi ayahnya sekarang.
Mikasa tidak sempat hadir di pemakaman sang ayah. Dia meninggal mendadak setahun setelah kepergian Mikasa. Tidak ada yang membicarakannya, tapi jelas, Nanaba mengambil peran dalam kematiannya. Ditambah kesedihannya setelah kehilangan istrinya.
Sekarang, kepala wanita itu sudah copot.
Adiknya aman dan dendamnya terbalaskan.
"Tidurlah lebih awal, Mikasa." Eren mengambil bantal di pelukannya dan menghampiri sofa. Dia berbaring di sana. "Kau pasti lelah setelah perjalanan panjang ini."
Mikasa tidak langsung menanggapi. Dia berkedip beberapa kali, yang menurut Eren lucu.
Oh, pecundang ini sekali lagi tidak akan mengungkapkannya.
"Kau tidak tidur di sini?"
Eren hampir tersedak ludahnya sendiri mendengar pertanyaan polos itu. Polos atau memang tidak paham dampak pertanyaannya.
Eren tertawa, timbul keinginan untuk menggodanya. "Sungguh, Mikasa?" Dia tersenyum miring. Saat itu pas sekali sinar bulan jatuh di wajahnya.
'Wah, dia mirip hantu sumur itu,' batin Mikasa tidak merasa pemikiran itu konyol sama sekali.
"Ini kamarku," ucap Eren entah untuk apa. "Itu ranjang untuk satu orang saja, kau yakin mau membaginya denganku?"
Oh.
"Aku yang tidur di lantai, kalau begitu."
Eren mengernyit. "Tunggu!" Dia menghentikan Mikasa. "Bagaimana bisa aku membiarkan seorang grand duchess tidur di lantai?"
"Aku sudah biasa. Di asrama, kami hanya diberi futon."
Eren mengusap dahinya dan tersenyum. "Tidurlah di situ, Grand Duchess Jaeger. Aku baik-baik dengan sofa. Dan aku memaksa."
"Sungguh?"
"Ya."
"Kamu mau meminjamkan kasurmu?"
"Tentu." Itu kasurmu juga sekarang.
"Baiklah," Mikasa menarik selimutnya sampai ke leher, "terima kasih, Eren."
Gadis itu lalu memejamkan mata lebih dulu dan berbaring memunggungi suaminya. Satu menit, dua menit berlalu dan dia kembali membuka matanya. Dia berputar menghadap suaminya dan melontarkan protes.
"Bagaimana aku bisa tidur kalau kau terus mengawasiku, Grand Duke Jaeger?"
Eren berkedip lugu.
Oh.
"Iyakah? Haruskah aku pindah ke kamar lain?"
Eren sebenarnya bisa pisah kamar sejak awal, itu biasa di kalangan bangsawan. Dianya saja yang memang tidak mau.
"Jangan!" Mikasa tidak mau mertuanya mengira mengira mereka bertengkar.
"Lalu... bagaimana? Maafkan aku, Mikasa. Tapi aku agak sulit tidur."
Mikasa menarik selimut yang sudah turun ke dadanya kembali menutupi leher. "Maukah kau menceritakan tentang dinding?"
"Dinding?"
"Yang tadi siang kita bicarakan."
Ah, yang itu.
"Tentu," Eren tersenyum, "dengan senang hati."
Mikasa menunggu dengan sabar saat Eren membersihkan suaranya, bersiap untuk menceritakan kisah yang ia janjikan.
"Sebenarnya belum lama sejak dinding-dinding ini berdiri. Saat itu, bangsa Eldia dipimpin oleh seorang raja yang anti perang. Sedangkan saat itu, wilayah kekuasaan Eldia diapit oleh dua negara yang tengah berseteru.
"Raja itu tetap tidak mau mengangkat senjatanya karena sudah bersumpah. Jadi, untuk melindungi rakyatnya, dia membuat dinding-dinding yang sangat besar ini. Dan terciptalah Maria, Rose, dan Shina. Dinamai berdasarkan putri-putri besar bangsa Eldia
"Ada yang bilang, sang raja mendapatkan bantuan dari pendahulunya yang memelihara iblis. Dan mulut yang lain berkata bahwa sang raja mengorbankan jutaan nyawa rakyatnya yang dipaksa untuk membangun dinding dengan sangat cepat.
"Dan selesai. Bangsa Eldia terlindungi dari perang berkat dinding-dinding raksasa ini. Memang, saat itu banyak rakyat Eldia yang mati karena penyakit. Entah itu penyakit sungguhan atau bukti bahwa sang raja memang menumbalkan rakyatnya sendiri.
"Dinding-dinding ini masih ada sampai sekarang. Tidak ada yang mampu menghancurkannya."
Saat Eren selesai bercerita, istrinya itu sudah terlelap. Entah karena ceritanya berhasil atau mungkin karena bosan dan sudah lelah.
Ia tersenyum dan memejamkan matanya sendiri. "Selamat malam, Mikasa."
••✺••
Ini bab yang benar, yang lalu biarlah berlalu. Anggap saja tidak ada wkwkwk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vernorexia
Fanfic_Historical alternate universe EreMika_ Vernorexia : a romantic mood inspired by Spring ••✺•• A chaotic fluff✨ without plot by me to annoy your brain.