✒Confession

191 26 2
                                    

Pandu: Kim MingyuKahiyang: Myoui Mina

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Pandu: Kim Mingyu
Kahiyang: Myoui Mina

••••••••••••

Lapangan futsal Nusa Bangsa tampak ramai pada rabu pagi ini. Kumpulan murid dengan seragam olahraga putih pendek yang diberi garis hitam tampak berlari santai mengitari lapangan. Wajah para remaja itu tampak ceria dengan canda tawa. Menikmati sekali indahnya masa muda mereka.

Tapi ada satu pemuda yang tampaknya sibuk sendiri dan mengabaikan teriakan sebal dari teman-temanya karena ia memotong barisan. Berusaha menyamai langkah kecil dari seorang gadis dengan rambut hitam sepunggung.

“Ayang!” panggil pemuda itu pelan, hampir terdengar seperti bisikan. Sikunya menyenggol kecil lengan atas sang gadis, membuat si cantik menoleh sebal.

Sambil terus berlari kecil, gadis itu mengabaikan si pemuda.

“Maaf dong, Ayang!” suara Pandu —pemuda yang memotong barisan itu terdengar lagi.

Kali ini gadis itu tidak bisa mengabaikannya lagi, dengan wajah merengut, ia pun melihat pandu, “Ayang Ayang! Nama aku Kahiyang, bukan Ayang!” sungutnya membuat Pandu tersenyum gemas.

“Ah, kepanjangan! Palingan nanti gue manggilnya sayang,” goda Pandu membuat wajah Kahiyang bersemu.

“Pandu nyebelin!” gadis itu berteriak kesal sambil mendorong bahu Pandu, walau tubuh bongsor pemuda itu tidak bergeser sedikitpun.

“Tapi ganteng kan?”

“Nggak!”

“Ih gak boleh loh, Yang, bilang calon pacar sendiri jelek!”

“Tau ah!”

Pandu tertawa puas melihat raut malu gadis itu, dengan langkah yang memelan —karena sesi berlari tadi sudah selesai, “Jangan cemberut dong, Ayang… yang penting 'kan makalahnya udah dikumpul, ya? Ya?”

“Iya, tapi poinnya kurang!”

“Aduh— iya maaf ya, Ayang?” pemuda itu mengaduh saat tidak sengaja tersandung batu, nasib baik tidak jatuh. “Gue lupa, beneran deh, Yang…”

Kahiyang menunduk, sontak raut wajahnya sedikit menurun karena merasa sedih akan sesuatu, “Ya lupa lah, orang tadi pagi berangkatnya sama cewek cantik. Boro-boro ingat makalah, sama aku aja lupa…” cicitnya pelan sekali.

“Hah? Apa?”

Gadis itu menggeleng, lalu memasang senyum manis, “Iya, aku maafin,” balasnya sebab merasa tidak ada guna juga marah kepada pemuda ini.

Lalu dua insan itu berjalan mengelilingi lapangan sambil diam. Di antara ramai suara teman-temannya, Pandu menggigit bibir bawahnya, menahan senyuman agar tidak terkembang.

Jadi gini rasanya dicemburuin?” pikirnya liar sebab ia mendengar gumaman lirih dari sang gadis.

“Ayang,” panggil Pandu.

“Kahiyang, Pandu. Bukan Ay— iya, kenapa?” protesnya terhenti melihat raut serius pemuda itu.

Pandu berhenti melangkah dan menundukkan sedikit kepalanya, melihat sekilas tubuh sang guru yang sudah berjalan meninggalkan lapangan. Lalu tatapan mata pemuda itu meneliti wajah gadis di depannya. Kahiyang tetap cantik, seperti biasa.

“Kalau mau cemburu harus jadi pacar gue dulu.”

Dahi Kahiyang berkerut, “Hah? Apa?”

“Iya, kalau mau cemburu harus jadi pacar gue dulu,” ucapnya mengulangi apa yang ia katakan tadi, sebelum kalimat selanjutnya mampu membuat Kahiyang terdiam di tempat dengan wajah bersemu merah.

“Jadi Ayang… Mau jadi pacar gue nggak?”

•••••••••••••••••

From Love To LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang