✒Miss You

71 9 0
                                    


Chapter ini adalah kelanjutan dari 'Mr. Arka'

🗒🗒🗒

Nanti kita cari kemeja kamu dulu ya.”

Pria tampan dengan setelah klimis itu mengangguk dengan tatapan yang berfokus pada jam tangan yang ia kenakan. Lalu tak lama ia membuka jas dan melonggarkan dasi yang melingkar di lehernya. Semua ia lakukan setelah memastikan jam kerjanya telah selesai.

Wanita yang sejak tadi sibuk membereskan meja kerja atasannya itu tersentak pelan saat sepasang lengan melingkari pinggangnya dari belakang. Dapat ia rasakan helaan napas lelah dari pria itu di telinganya.

“Kangen,” gumam Arka serak membuat Maya merinding, namun tidak melepaskan pelukan “Harusnya kamu ikut saya kemarin,” sambungnya dengan nada merajuk.

Maya menggeleng pelan seraya merilekskan tubuh, jemarinya bergerak untuk mengelus lembut lengan yang memeluk dirinya itu, “Cuma dua minggu loh, Mas. Jangan berlebihan deh,” balas wanita itu santai sembari kembali sibuk merapikan berkas.

Arka mendengkus kesal membuat Maya membalikkan tubuhnya dan bertumpu pada meja kerja, “Dua minggu itu lama! Kamu nggak tau gimana bosannya saya cuma ngelihat muka suntuknya Dewa selama dua minggu!”

Maya sedikit memundurkan wajahnya kala pria itu kian mendekat dan memegang pinggiran meja, membuat dirinya kian tampak mungil karena terkungkung oleh tubuh kekar itu.

“Yang pentingkan projeknya lancar, Bapak Arka Nataprawira,” ujar perempuan itu dengan senyum tulus menghiasi wajahnya.
Sudah dua bulan pasca kejadian Maya yang terkejut saat mengetahui Arka adalah calon suami, setelah sempat bertengkar hebat dengan ayahnya dan menghindari Arka saat usia jam kerja, Maya berakhir menerima dengan ikhlas kenyataan bahwa Arka adalah calon suaminya.

Arka cukup kuat dengan pendiriannya. Maya sangat menarik perhatian dan Arka memutuskan untuk mengejar.

“Kamu cantik banget,” gumam Arka menatap lurus wajah indah calon istrinya itu, mengabaikan ucapan selamat yang diucapkan Maya.

Dengan pipi yang perlahan bersemu merah, Maya mendorong pelan bahu pria itu, “Apaan sih!” desisnya salah tingkah.

Pria itu tertawa pelan melihat wajah bersemu calon istrinya, “Malam Minggu nanti ayah minta saya buat kasih pengumuman kalau kamu calon istri saya ke kolega-kolega kita.”

Raut wajah Maya tampak berubah, pandangannya menunduk dan menatap kilau sepatu yang dimiliki oleh Arka. Kilau yang seakan menggambarkan pemiliknya, menggambarkan betapa tinggi status laki-laki ini. Sontak Maya merasa dirinya kecil.

Ia tidak berasal dari keluarga yang kaya raya. Hidupnya selama ini ada pada kata cukup. Maya hanya beruntung karena Ayah dan Ibunya adalah manusia-manusia yang gigih, yang akan menggadaikan apapun agar Maya dapat hidup dengan baik. Ia tidak lahir dengan bermandi harta seperti Arka.

Semua ini membuat Maya merasa tidak pantas.

“Maya? Are you okay?” tanya pria itu ikut mengangkat dagu maya dengan jari telunjuknya.

Maya menatap Arka ragu, “Kalau ditunda dulu boleh nggak, Mas?” pintanya seraya menggigit bibir merasa gugup. Hilang sudah Maya Adinda yang terkenal tegas dan percaya diri.

Pria itu tidak lantas menjawab, ia menatap lamat wajah Maya yang saat ini penuh gelisah. “Kenapa?” tanyanya dengan suara memberat.

“Aku takut,” aku Maya dengan jujur, “apa pandangan mereka nanti? Gimana kalau mereka nganggap aku nggak pantas buat kamu? Gimana kalau mereka nganggap aku manfaatin aku? Aku nggak siap, Mas.”

Alis Arka menukik tajam, jelas sekali jika ia tidak suka dengan kalimat yang keluar dari bibir Maya. Helaan napas dalam terdengar dari pria itu kala tatapannya bertemu dengan manik sendu Maya.

“Kamu tahu? Saya ini laki-laki yang paham betul dengan apa yang saya mau. Saya nggak mungkin bisa bertahan diposisi ini kalau saya selalu memikirkan pandangan orang yang tidak berkontribusi apa-apa buat saya. Saya ini manusia merdeka, Maya. Saya bisa memilih sendiri pasangan hidup yang memang saya mau,” jedanya sembari menggenggam jemari kiri Maya, “Kamu akan hidup dengan saya, Maya. Bukan mereka. Saya sendiri yang memilih kamu. Setelah semua itu, apa menurut kamu pandangan mereka penting?”

Maya menatap Arka dengan bimbang, “Aku tetap belum siap, Mas.”

“Kamu ragu dengan saya?”

Maya menggeleng cepat, “Aku nggak ragu sama kamu. Aku justru ragu dengan diri aku sendiri. Aku belum bisa seperti kamu yang tutup mata dan telinga dengan hal-hal yang nggak berguna itu. Aku nggak bisa untuk nggak sakit hati kalau memang ada komentar mereka yang nyakitin aku. Tolong, Mas. Ngertiin aku sekali ini aja.”

“Oke. Kita undur pengumumannya,” putus Arka cepat sebab tidak tega melihat raut gelisah pada wajah Maya, “Tapi tolong ingat baik-baik, Maya. Saya memilih kamu karena saya memang mau dan saya siap untuk semua konsekuensinya. Jadi tolong, jangan pernah ragu dengan saya.”

Maya mengangguk, “Terima kasih, Mas. Maaf kalau aku buat kamu kecewa,” ujarnya tidak enak hati yang langsung ditepis Arka dengan gelengan tidak setuju dan senyum tipis menenangkan.

Seperkian sekon mereka terdiam dan memandang wajah masing-masing, sebelum pandangan Arka berfokus pada bibir ranum milik Maya. Menimbulkan warna merona pada pipi wanita itu.

I miss you, Maya,” bisik pria itu, “May I?”

Lalu dua pasang manusia itu berpagut mesra sesaat setelah Maya menganggukkan kepala. Seakan ingin meleburkan rindu dan ragu, serta membiarkan cinta semakin bersemu.


••••••••••••••••••••

Kangen bangetttt😭😭

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 29, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

From Love To LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang