“Sejahat apapun seseorang, ia juga pasti mempunyai sisi baik yang gak pernah kalian ketahui.” ~Rian
Assalamualaikum guys:)Jangan lupa untuk komen di setiap paragraf.
Happy reading:)
🌼🌼🌼
Setelah bertempur dengan tugas matematika yang diberikan oleh Bu Lana, kini para siswa dan siswi di kelas XII IPA 1 bisa bernafas lega di karenakan jam istirahat telah berbunyi.
Thania yang sedang sibuk memperhatikan Harun dari jauh diam-diam mengulas senyuman di wajahnya. “Gue harus bisa miliki lo, bagaimanapun caranya,” kata Thania dengan senyum smirk nya .
“Harun lo mau kemana? Buru-buru banget,” tanya Fadhil yang menghentikan langkah Harun.
“Biasa, gue mau ke kelasnya Tanisha,” jawab Harun dengan senyuman yang mengembang, sampai memperlihatkan dua gingsul di giginya.
“Lo masi suka sama dia?” Harun menganggukkan kepalanya mendengar pertanyaan dari Fadhil. “Gue akan tetap cinta sama dia, sampai akhir hidup gue,”
“Alahhh bucin lo anjing,” kata Fadhil yang pengen muntah mendengar perkataan Harun.
Thania yang mendengar pembicaraan mereka, menggeram marah. Kenapa harus Talitha yang Harun cintai? Kenapa tidak dia atau orang lain saja? Ia gak akan membiarkan Talitha bahagia dengan Harun.
“Gue akan jadi penghalang di antara hubungan kalian!”
🌼🌼🌼
Kini Tanisha sedang berjalan sendirian ke arah kantin sekolahnya, banyak yang menatapnya aneh karena pakaian tertutup yang ia gunakan. Tapi Tanisha tak memperdulikan tatapan dari mereka. Menurutnya mendengar 'kan omongan orang lain hanya akan membuang-buang waktunya.
Kantin yang semulanya berisik, kini mendadak hening karena kedatangan Talitha. Seluruh pasang mata menatap Talitha aneh. Tanpa memperdulikan tatapan mereka, Tanisha langsung saja berjalan kearah meja kantin yang ada di pojok kanan belakang.
Tanisha melambaikan tangannya ke arah Bule kantin, “Mba, gue mau pesan satu mangkuk mie ayam. Minumnya es teh aja.”
Bule kantin mengangguk, lalu membuatkan Talitha makanan yang ia pesan. Nggak sampai 5 menit makanan yang Tanisha buat sudah siap.
“Silahkan dinikmati,” kata bule kantin sambil tersenyum ramah ke Tanisha.
“Astaghfirullah Tanisha, lo disini? Gue cariin dari tadi di kelas. Ko lo gak nungguin gue sih?” Tanisha kaget mendengar suara Harun yang tiba-tiba itu ada di dekatnya.
“Yang nyuruh lo nyariin gue siapa?” tanya Tanisha dingin. Ia terus saja melahap mie ayamnya tanpa memperdulikan Harun di sebelahnya.
“Lahap banget makannya, emang lo belum sarapan pagi yah?” tanya Harun penasaran.
Tanisha menghentikan makannya, ia terdiam mendengar pertanyaan Harun. “Bahkan makan malam aja gue gak di kasi sama orang tua gue,” batinnya.
Dari semalam Tanisha memang belum makan, dan saat ia ingin sarapan pagi ternyata kedua orangtuanya serta kakanya telah menghabiskan seluruh makanan yang ada di meja tanpa menyisakan Tanisha.
Harun menghela nafasnya, “kalau begitu mulai besok gue bawain makanan buat lo, biar lo gak kelaparan.” ujarnya dengan senyuman yang mengembang.
“Gak perlu!” tolak Tanisha, dan langsung meninggalkan Harun di kantin sendirian.
“Sampai kapan lo akan seperti ini, lo selalu bilang pengen bahagia. Tapi kenapa sikap lo seolah-olah menolak untuk bahagia?” batin Harun tanpa mengalihkan pandangannya dari punggung Tanisha yang kian menghilang.
Di sini lah Tanisha berada, di atas rooftop sekolah 'nya. Menikmati angin sepoi-sepoi yang terkena kulit wajahnya.
Pandangannya lurus ke depan, membayangkan semua masalah yang terjadi di hidupnya. Kadang ia berfikir, kenapa tuhan gak pernah adil sama dia. Kenapa orang lain selalu bahagia, tapi dia selalu menderita?
Ia mengeluarkan sebuah kotak rokok dari sakunya, ia mengisap batang rokok itu dan menghembuskan asapnya ke udara.
“Lo ngerokok?” tanya Rian yang baru memasuki rooftop . Ia berjalan menghampiri Tanisha dan mengambil sebatang rokok milik Tanisha. Ia melakukan sama seperti yang Tanisha lakukan.
“Kayanya masalah lo berat banget, sampai-sampai lo berani merokok,” ucap Rian yang menghembuskan asap rokoknya ke udara.
“Semua orang punya masalah, tapi tidak semua orang bisa bersabar menghadapi masalahnya.” lanjut Rian tanpa mengalihkan pandangannya ke depan.
Tanisha tak bergeming, ia diam mendengarkan kalimat yang keluar dari mulut Rian. Menurutnya apa yang di bilang Rian ada benarnya juga. Seharusnya ia bisa lebih sabar menghadapi masalahnya.
Rian menatap manik mata Tanisha, “Masalah itu seperti api, yang kalau dibiarkan akan tambah besar. Selesaikan masalah lo dengan kepala dingin, sama seperti api yang akan mati jika terkena air.” saran Rian.
“Gue juga manusia, yang gak luput dari yang namanya salah. Tapi kenapa di setiap gue berbuat salah mereka malah menganggap gue gak berguna?” tanya Tanisha dingin.
Rian tersenyum mendengar pertanyaan Tanisha, “omongan mereka gak perlu lo dengerin, lo hanya perlu buktikan pada mereka bahwa lo gak seburuk yang mereka maksud.”
Tanisha mengangguk mengiyakan. Karena merasa rokoknya telah habis, ia beranjak dari rooftop. “Udah bunyi bell, lo gak mau masuk kelas?”
“Masukkan dari tadi, lo gak mau bolos aja?”
Rian menatap manik mata Talitha, ia tak yakin jika Tanisha tak ingin bolos hari ini.“Gue mau pulang,” ujar Tanisha yang langsung meninggalkan rooftop. Ia berjalan santai menyusuri karidor sekolah nya.
Mengamati setiap bangunan sekolah yang ia lewati, berharap ia masi bisa menyelesaikan sekolahnya. “Gue pengen menyelesaikan pendidikan gue, tapi sepertinya umur gue gak mendukung keinginan gue,” katanya tersenyum getir.
🌼🌼🌼
Bagaimana di part ini?
Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote dan komen.
Kalian lebih dukung siapa?
Tanisha Harun ➡️Atau
Tanisha Rian ➡️
See you next part
KAMU SEDANG MEMBACA
STRADANIYA
Teen FictionTidak ada satu orang 'pun yang ingin hidup menderita. Semua orang menginginkan kebahagiaan, termasuk Tanisha Maheswari. Tapi bagaimana jika dia adalah orang yang menghambat kebahagiaan-nya sendiri terjadi? Bukan pemeran Antagonis, tapi keadaanlah...