#28 Percayalah, kamu tidak sendirian

216 62 21
                                    

Judith akhirnya percaya ungkapan bahwa Tuhan adalah sebaik-baiknya perencana. Sesulit apapun cobaan yang Dia berikan, pasti ada hikmah didalamnya.

Meskipun kondisi mentalnya belum sepenuhnya membaik, perempuan itu sekarang jadi lebih religius. Setiap minggu pagi, Judith akan pergi ke Gereja. Sisi positif yang ia rasakan pun hatinya jadi lebih tenang walaupun ia masih menghindari obrolan dengan orang lain, bahkan dengan Evan. Sampai sekarang Judith masih tidak ingin bertemu dengan lelaki itu.

Judith hanya mau berbicara dengan Maria, Clara, dan Elsie, sedikit dengan Steven karena dia sendiri yang meminta bantuan ke Steven agar jangan membiarkan Evan menemuinya di Belle Fille.

Judith masih ingin merenungkan segala kesalahannya. Semakin ia melihat Evan, hati Judith rasanya semakin perih karena ia akan menyalahkan dirinya kembali. Harusnya ia tak menarik Evan masuk ke dalam pusaran masalah hidupnya. Lagi dan lagi, dan selalu demikian.

"Kak Judith? Mau kemana?" tanya Clara langsung meletakkan panci yang sedang ia cuci dan buru-buru mendekati Judith.

"Gue mau keluar sebentar ya, Ra," jawab Judith pelan.

Clara buru-buru melepas sarung tangan khusus untuk mencuci piring lalu berkata, "Gue temenin ya, Kak. Kebetulan gue hari ini nggak ada jadwal kelas."

Judith mencegah Clara, ia menggeleng. "No. Gue bisa sendiri."

Clara jelas panik. Mana sekarang cuma ada dia di Belle Fille. Elsie masih di kampus dan Maria masih di kantor.

Judith tersenyum lalu mengelus rambut Clara. "Gue udah baik-baik aja kok. Cuma mau jalan-jalan sebentar. Nanti gue pasti telepon lo kalau udah sampai tempatnya."

"Bener ya, Kak? Lo harus telepon gue," kata Clara dengan wajah tak yakin, tapi apa boleh buat.

Judith mengangguk. "Iya. Gue pamit dulu ya. Dah!"






















"Iya gue udah sampai. Sekarang lagi di Kafe Crystal."

Sesuai janjinya, Judith langsung menelepon Clara setelah ia datang ke tempat tujuannya.

"Kafe Crystal? Jauh banget, Kak. Ya ampun!"

"Lo tenang aja, Ra. Gue pasti pulang kok."

"Lagian Kak Judith mau ngapain sampai kesana? Mau ketemu seseorang?"

"Iya. Sebentar aja kok. Udah ya gue tutup dulu. Nanti kalau mau pulang, gue kabarin lo lagi. Don't worry too much, Ra..." ucap Judith menjeda kalimatnya kemudian melanjutkan, "I'm really...really fine...right now."

Sambungan telepon pun berakhir.

Judith menghembuskan nafas panjang sambil menatap sekelilingnya. Rasanya asing banget ketika ia memutuskan untuk keluar dari Belle Fille — yang dianggapnya tempat paling aman saat ini — dan datang sendirian. Judith benar-benar berubah padahal dulu ia sangat gemar explore tempat baru.

Perempuan ini terus menunduk, memainkan kukunya yang kini telah dipotong pendek.

"Judith ya?"

Judith mendongak. Ada seorang perempuan cantik mendatanginya.

"Hai, aku Larissa."

"Larissa..."

Perempuan itu mengambil tempat di depan Judith. "Iya Larissa Ajeng yang kemarin DM kamu."

Benar. Judith akhirnya menyetujui permintaan Larissa untuk bertemu secara langsung setelah bertukar pesan singkat lewat DM di Instagram.

Mereka sempat terdiam sejenak sampai Larisa menyerahkan sebuah amplop cokelat besar ke arah Judith.

Come on, sit down and i'll listen to your storyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang