Akmal melajukan motor Honda butut, warisan sang ayah.
Pagi ini ia ada janji dengan keluarga Haji Gufron, memperbaiki AC rumah.
"Assalamualaikum!" sapa Akmal dengan ramah saat sampai di pekarangan rumah Haji Gufron.
Rumah kediaman H.Gufron tampak mentereng dengan tiang-tiang penyangga rumah terlihat menjulang tinggi, sekeliling pekarangan ditumbuhi berbagai macam tanaman bunga serta pohon rimbun membuat beranda terlihat teduh.
"Pak, ada Akmal, masuk, Mal!" pinta Fatimah ibu Zahra.
"Inggih, Bu Haji." Akmal melepaskan alas sepatunya sambil sedikit membungkuk, ia memasuki teras rumah H. Gufron.
"Sini, Mal!" Haji Gufron melambaikan tangannya lalu menunjukkan AC bocor yang terletak di ruang tamu, terlihat air menetes jatuh membasahi kain pel yang tergeletak di lantai, yang sengaja disimpan untuk menyerap air.
Mata Akmal menyapu setiap sudut AC yang hendak ia perbaiki. Tampak dinding ruang tamu di bawah AC lembab. Dan terdapat ember untuk menampung tetesan air.
Akmal menarik kursi lalu membuka kover luar AC. Tangannya yang cekatan mulai membuka satu per satu onderdil AC.
Hampir satu jam Akmal masih berkutat dengan mesin pendingin.
Dari arah luar teras terdengar obrolan ringan antara Pak Haji Gufron dengan istrinya.
"Tidak terasa, Pak, anak wedok kita satu-satunya sudah dewasa."
Haji Gufron mengangguk pelan sambil membaca surat kabar.
"Kemarin ndak sengaja bapak bertemu Pak Furqan di alun-alun, Bu."
Pak Furqan merupakan rekan bisnis sekaligus sahabat karib Pak Gufron sejak sekolah.
"Sendirian ke Kudus?" tanya Fatimah.
"Bareng sama anaknya, Saddam."
"InsyaAllah setelah urusan bisnisnya selesai, mau mampir ke rumah," kata Pak Gufron sambil membalik halaman surat kabar.
"Sekalian saja Pak, undang pas syukuran Zahra," usul Bu Gufron.
"Iya."
"Zahra sudah lulus, menurutku sudah saatnya berumahtangga," sambung Pak Gufron.
"Bapak lihat Saddam dan Zahra sangat cocok, apalagi Bapak dan Furqan sudah mengikat janji bahwa salah satu anak kita ada yang menikah dengan anaknya. "
"Apa Zahra mau, Pak?" tanya ragu istri Haji Gufron.
"Pasti mau, mungkin sudah saatnya kita pertemukan Saddam dengan Zahra."
Mendengar ucapan Pak Haji Gufron. Akmal langsung berhenti dari aktivitasnya. Dadanya berdebar tidak karuan.
"Maaf Pak Haji, AC-nya alhamdulillah sudah tidak bocor lagi," sela Akmal sambil melap kedua tangannya yang belepotan dengan debu kotoran mesin AC.
"Kenapa bisa bocor begitu?" tanya Pak Gufron sambil meletakkan koran di atas meja.
"Saluran pembuangannya tersumbat Pak Haji," jelas Akmal.
H. Gufron mangut-mangut, lalu mengeluarkan lembaran uang rupiah lalu menyodorkan pada Akmal. "Makasih, yah, Mal."
Namun, Akmal menolak.
"Endak usah Pak Haji, saya ikhlas membantu," ucap pelan Akmal.
"Enggak boleh begitu, Mal, rezeki jangan ditolak," timpal Haji Gufron sambil menyusupkan uang lembaran rupiah warna merah dalam saku baju Akmal.
Akmal berusaha menolak halus, tetapi istri Pak Gufron pun ikut membujuk Akmal untuk menerimanya.
Dalam hati Akmal sebenernya merasa malu pada keluarga Haji Gufron. Karena selama ini telah banyak membantu keluarganya. Akmal ingin sekali-kali bantuannya tidak harus selalu dihargai dengan uang.
YOU ARE READING
Ka'bah Di Pelupuk Mata (Sudah Terbit)
عاطفية(FOLLOW DULU SEBELUM BACA) Akmal dan Zahra sekian lama saling memendam rasa, tak mampu untuk meluapkan rasa. Hingga Akmal memantapkan diri hendak melamar sang gadis pujaan, tetapi apa daya terhalang restu orang tua. Cinta kandas di tengah jalan, kar...