Tenma Tsukasa

1.1K 113 18
                                    

Summer!

Project Sekai Colorful Stage © Sega
Fanfiction © Nikishima Kumiko
Tenma Tsukasa × Reader

.

"Musim panas itu ... secerah dirimu, ya."

Pemuda dengan helaian rambut blonde dan shade merah muda itu mengerutkan dahi, memberikan tatapan tak percaya seraya berdehem kencang. Tsukasa, nama pemuda itu, mengeratkan pegangan pada tas belanjaannya untuk Saki, lalu bertanya balik pada ucapanmu tersebut dengan suara berat khasnya, "Apakah itu pujian atau sindiran, [Name]?"

"Hinaan."

Kau menjawab enteng pertanyaan yang penuh rasa cemas itu, membuat Tsukasa memasang ekspresi cemberut. Mengenal dirinya sejak kecil bersama Touya dan Saki, sudah menjadi kebiasaanmu untuk menggodanya di beberapa waktu senggang. Tingkahnya yang seperti badut itu benar-benar menghibur dirimu yang lelah dengan segala kegiatan sehari-hari.

Awalnya, kau tak mempercayai kalau kau telah menaruh perasaan padanya. Namun, fakta itu tak bisa terbantahkan seiring menghabiskan waktu bersamanya. Dirimu, [Name], menyukai pemuda teman masa kecilmu tersebut. Entah sejak kapan, kau tak tahu pasti. Yang jelas, semenjak bersamanya, duniamu menjadi penuh warna dan kilauan.

Tentu saja, kau tidak bisa mengakuinya secara langsung. Mau ditaruh di mana mukamu jika ketahuan? Sudah pasti, Saki akan menggodamu atau Touya yang berusaha membantu kalian untuk makin dekat secara terang-terangan.

Terlalu larut pada pikiranmu, kau hampir saja terus berjalan pada jalanan meskipun lampu merah telah menyala. Tapi, pemuda bermarga Tenma itu lekas saja menarik tanganmu dan memelukmu dengan erat.

"[Name]! Kau ini! Kenapa dari tadi kau melamun terus? Bahaya, tahu!" omelnya dengan suara panik. Ia kembali mengomel, "Mattaku."

Detak jantungmu makin cepat, menyadari berada dalam dekapannya membuatmu mendorong Tsukasa dengan refleks setelah hampir ditabrak oleh truk. Dahimu mengerut, bibirmu mendecak sebal, meskipun rona merah di pipimu merambat sempurna. Bahkan, cahaya senja tak mampu menyembunyikannya. Mau tak mau, kau memungut tas belanjaan untuk Saki yang terjatuh akibat ia memelukmu, berusaha tak memperlihatkannya.

Tsukasa keheranan, namun tetap ikut memungut tas-tas tersebut. Marah karena tak peka, kau menginjak kakinya, membuat ia mengaduh kesakitan.

"HEI!"

"Berisik! Suaramu berisik!" serumu risih.

Kau memberikan tas tersebut seraya memalingkan wajah, lantas menghela napas dan memutuskan untuk tak mengajaknya bicara lagi. Sinarnya terlalu terang untukmu, kau tak mampu. Bagaimana bisa, sih, kau menyukai sosoknya ini?

Tsukasa menerima, hanya saja malah melontarkan pertanyaan untuk memuaskan rasa penasarannya kepadamu, "Aku heran, ada apa denganmu akhir-akhir ini, [Name]? Aku tidak mengerti. Apa memang hati gadis itu sesusah ini dipahami, ya?"

Diam, tak ada respon darimu. Ia tetap melanjutkan ocehannya bersama dengan langkah kaki kalian berdua menuju rumah. Meskipun begitu, kau tetap setia mendengarkannya, walau mungkin terasa sangat berisik bagi orang-orang di sekitar.

"Saki juga, kemarin lalu aku bertengkar dengannya karena aku tak mengerti jalan pikirannya. Kau tahu, bertengkar denganmu adalah hal yang biasa. Tapi, waktu itu adalah pertengkaran pertamaku dengannya, lho! Bisa kau bayangkan betapa sedihnya diriku?!"

"Tidak. Tak bisa kubayangkan. Kau pada dasarnya memang stres, dasar siscon," ketusmu, memutar iris lantas mendelik padanya. Mulai gerah akibat sikap alay miliknya keluar, lagi.

"Hora! Lihat! Kau mengejekku lagi!"

Ia menunjukmu, tak terima, bersamaan dengan kalian berdua yang telah tiba di rumah keluarga Tenma. Tsukasa pun membuka pintu dan mengucapkan, "Tadaima!"

Sementara kau masuk, melepas sepatu dan berujar pelan, "Ojamashimasu ...."

Mendengar tak ada jawaban dari para penghuni rumah, membuat Tsukasa mengasumsikan bahwa Saki pasti pergi keluar bersama teman-teman band-nya namun lupa mengunci pintu. Tsukasa hanya bisa menggeleng cepat sembari berkacak pinggang, lalu mulai membersihkan ruang tamu.

Ini bukan sekali, dua kali, kau berkunjung di rumahnya. Bermain, belajar, dan menonton pertunjukan bersamanya dan Saki. Hal-hal tersebut sudah seperti menjadi makanan keseharian kalian bertiga, meskipun beberapa saat Saki harus dirawat di rumah sakit dan Tsukasa sangat khawatir hingga sibuk berusaha untuk membuatnya tersenyum.

"Haha, sosoknya yang seperti itu memang sangatlah cerah. Padahal aku membenci musim panas, tapi ... dia adalah pengecualian," gumammu kecil.

"Lho, [Name], kau masih tidak suka dengan musim panas?"

Kau tersedak dengan salivamu sendiri ketika menyadari bahwa gumamanmu tersebut terdengar olehnya, sang pemuda yang kau sukai. Alismu tertaut, lalu kau mendengkus kasar dan mengabaikan sosoknya yang tengah membawa es jeruk.

"Apa yang kau maksud? Bisakah kau tidak menanyakan pertanyaan-pertanyaan bodoh?"

Ia pun mengambil tempat, duduk di hadapanmu dan mulai meminum es tersebut. Iris Tsukasa menatapmu lekat, ia memasang ekspresi yang sedikit memelas dan penuh keheranan. Kemudian melontarkan pertanyaan, "Padahal aku selalu berusaha membuatmu tersenyum padaku. Tapi, kenapa hanya ekspresi kesal yang menjadi balasanmu?"

"Oh, apa itu artinya aku masih kurang hebat untuk menjadi future star?!" tanyanya lagi.

Hal inilah yang menjadi salah satu alasan membuatmu jatuh hati padanya. Dedikasinya untuk membuat orang-orang tersenyum. Semangat, aura, dan kerja kerasnya sepanas mentari. Tak ada yang bisa mengalahkan sosok cerahnya di posisi hatimu, mengingat hal tersebut membuatmu menunduk.

"Tsukasa," panggilmu pelan.

"Huh, ada apa, [Name]? Kau belum meminum es milikmu. Oh, atau kau ingin minuman yang lain?"

Ia berniat untuk beranjak pergi, namun dengan cekatan kau menggenggam lengannya. Sudah lama, kau dan dia tidak kontak fisik, semenjak kau menyadari perasaanmu padanya. Entah mengapa, pipimu terasa panas. Melihat gelagatmu, Tsukasa mengerjap dan mendekatkan wajahnya, berusaha mengecek suhu melalui dahinya.

Kaget, kau pun refleks menjedotkan kepalamu dengan kepalanya. Membuat kalian berdua mengaduh kesakitan. Ia menyahut sebal, "Apa maksudnya tadi itu?!"

"Tsukasa bodoh! Kau memang bodoh!"

"Hah?!"

Sikap pedulinya inilah, yang membuatmu takut untuk menghadap langsung. Padahal, tadi adalah kesempatan yang bagus untuk menyatakan perasaan.

.
[END for Tsukasa ver.]

The Scenarios ⇢Project Sekai × Reader [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang