[Don't cross the line]

246 27 6
                                    

"Weeennn, ih lo sekelas nih sama guee!!"

Teriakan Seulgi ditengah-tengah koridor membuat beberapa pasang mata menoleh ke arah mereka.

Wendy, Gadis itu tertunduk malu. Tidak biasa menjadi bahan perhatian orang-orang.

"Ey maaf, udah jangan nunduk. Nanti kacamata nya melorot." Seulgi mendekat, berkata dengan pelan dan lembut.

Membuat Wendy segara mengangkat wajahnya kemudian tersenyum.

"Yuk masuk kelas." Lanjut Seulgi dan menggandeng lengan Wendy.

Awalnya, kelas Wendy dan Seulgi berbeda. Seulgi yang terlihat seperti badgirl, belangsak, ricuh itu pintarnya bukan main. Sementara Wendy, yang menggunakan kacamata, pemalu, pendiam ternyata justru berada pada level kepintaran rata-rata.

Namun kini keduanya sudah sekelas, juga berkat usaha Wendy yang tidak sia-sia.

"Yerrr, pindah gih. Gue mau sama Wendy." Seulgi berdiri di depan Yeri. Gadis itu sedang sibuk memotong kuku nya yang mulai panjang.

"Idih gak mau kak, gue disini udah dari pagi loh ya. Demi dapet tempat duduk yang strategis."

"Halah yerrr, Wendy kan anak baru dikelas kita. Jangan kaya gitu lah."

Yeri segera memandang Wendy, "emh Kak Wendy, maaf ya. Yeri pengen nya disini aja."

Wendy yang tidak enakan jelas segera mengiyakan. Berbeda dengan Seulgi yang semakin ngotot. Matanya memelototi Yeri dan kedua tangan nya dia taruh diantara pinggang nya.

"Hehh pindahh!"

"Gak mau kak, sisa kak Irene doang."

Yang ditakutkan Seulgi terjadi. Kenapa harus menyisakan bangku Irene. Gadis itu, tidak ada yang pernah mengajaknya berbicara. Dia selalu sendiri.

Seulgi takut Wendy kenapa-napa.

"Udah gak papa Seul.. aku disana aja." Wendy bersuara dengan memegang lengan Seulgi. Menenangkan Gadis itu yang seperti akan marah kepada Yeri.

"Wow, kak Wendy. Suara lo, lucuu." Yeri tertawa memandang Wendy.

Wendy menunduk malu, "e-eeh"

"Dah diem lu." Seulgi membungkam mulut Yeri, membuat gadis itu mengejeknya tanpa suara. "Kamu yakin Wen?"

Wendy mengangguk dan tersenyum pada Seulgi, meyakinkan sahabat nya itu. "Iya Seul, yaudah ya udah mau bell kan."

Seulgi mengangguk dan hanya mampu mengikuti Wendy dengan tatapan nya. Sahabat nya sudah duduk di kursi yang selalu dihindari anak kelas.

Seulgi tidak bisa apa-apa.
.
.
.
.
.
.

Wendy terus menunduk.

Irene.

Gadis itu ternyata benar-benar menakutkan. Sedari Dia masuk, Wendy dibuat tidak berkutik.

Pasalnya, Irene sama sekali tidak mengajaknya bicara. Sebenarnya yang satu ini tidak masalah.

Tapi, Irene tidak berhenti memandangnya. Tentu Wendy tahu, Irene memandangnya secara terang-terangan.

Lama tak berbicara, Gadis itu mengambil spidol di laci mejanya, menggambar garis diantara meja keduanya.

Anehnya, Irene menggambar dengan tidak seimbang. Jelasnya, bagian pada meja nya lebih lebar dari milik Wendy.

Wendy tidak berani melirik Irene. Sementara wajah Irene semakin mendekat, membuat Wendy semakin kikuk. Seumur hidup, tidak ada yang memperlakukannya seperti ini.

"Jangan sampe ngelewatin garis ya manis." Irene berujar dengan suara serak. Tepat di telinga Wendy.

Maka Wendy hanya mampu terpaku. Dan karena itu, wajah Wendy memanas. Sesuatu seperti menggelitik perutnya. Ini jelas berbeda dari perasaan ketika orang lain yang memuji nya.

Bahkan, berbeda dari yang sering dia rasakan bersama Seulgi.

Miss Yuna masuk ke kelas mereka. Tak lama Irene merebahkan kepala nya di meja. Wendy melirik dengan ujung mata nya.

"Nah, karena ada murid baru. Ayo perkenalkan diri kamu. Berdiri, disitu saja." Ujar Miss Yuna membuat Wendy kembali terserang gugup. Tangan nya gemetar dan berkeringat. Sungguh Wendy tidak suka menjadi perhatian.

Dengan perlahan Wendy berdiri, raut gugup nya tak lepas dari pandangan teman sekelas baru nya. Pun dengan Irene yang kini menatapnya dengan senyum miring.

Melihat bagaimana Irene tidak ditegur karena tidak memperhatikan, Wendy menyimpulkan mungkin para guru sudah jengah dengan sikap teman sebangku nya itu.

"Eee perkenalkan n-nama saya Seharum Liwendy, b-biasa dipanggil w-we-wendy."

Setelah mengucapkan nya dengan super gugup, Wendy mendapat applause dari teman-teman baru nya.

Wendy menghela nafas lega karena Miss Yuna mempersilahkan nya duduk. Namun kembali merasa kikuk karena kini Irene menegakkan tubuh nya lalu menatap nya.

"Selain manis, kamu juga lucu Wen."

Wendy sukses menggigit pipi bagian dalam nya. Ucapan Irene benar-benar membuatnya gagal fokus pada pembelajaran Miss Yuna pagi itu.

Meskipun Irene kembali merebahkan kepala nya di meja dan tertidur sepanjang pelajaran, Wendy tetap saja merasa terintimidasi oleh gadis itu.

Miss Yuna akhirnya keluar dan jam menunjukkan waktu istirahat. Wendy melihat sebuah pena terjatuh di bawah meja mereka dan Wendy simpulkan itu adalah pena Irene.

Wendy mengambil nya dan berniat memberikan nya di meja Irene, tapi sebuah tangan menahan nya.

Wendy kini melihat dengan jelas wajah Irene yang tersenyum. Jarak wajah mereka mungkin hanya lima centimeter.

Mereka ada di posisi yang sulit dilihat oleh orang lain jika tidak ada yang fokus memperhatikan meja Irene yang ada di belakang.

"Kamu.. ngelewatin garis sweet." Ujar Irene tenang.

Gadis itu menarik kedua sudut bibirnya dengan tipis. "—Wendy, lo milik Irene sekarang." Dengan suara serak nya Irene berhasil membuat Wendy menelan ludah.

Apa kata gadis di depannya???

Wendy hendak melepaskan tangan Irene namun gadis itu lebih kuat menahan. Dan dengan secepat kilat Wendy tidak menyadari bahwa wajah Irene sudah maju lalu bibir gadis itu menyentuh bibir nya.

Wendy tertegun, kemudian Irene melepas kecupan di bibirnya.

Hampir lega, ternyata Irene kembali mencium hidungnya.

Wendy semakin tidak mampu bergerak.

Dapat Wendy lihat Irene tersenyum manis ke arahnya, dengan mata yang terus memandangi bibirnya.

Dan...

Irene kembali mencium bibirnya, kali ini bukan hanya mengecup. Gadis itu menarik bibir bawah Wendy, kemudian melumat habis bibir Wendy.

Kaki Wendy rasanya seperti tidak memiliki tulang. Apabila Irene tidak menahan bahu dan tangan nya begitu kuat, tidak mungkin Wendy masih bisa membungkuk di balik meja mereka.

"Mngh-"

Tuhan. Wendy bahkan mendesah kecil.

Irene tersenyum di sela lumatannya.

"Wen?"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.



Nah loh wkwkwkw

Libur tlah tiba ges, akhirnya kepenatan mengerjakan tugas bisa diganti dengan rebahan eperi taim, eits janlup bantuin ortu ya ges ya

Tinggal nunggu nilai keluar nih, doakan yg terbaik eheheh

^-^









wenrene thingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang