Minhyung 8 tahun
"Papah! . . . PAPAAAAHH!"
Seorang anak lelaki mungil, dengan tas bergambar minion, dan sebuah rapot dan juga piala di tangannya, berlari menuju ruang kerja sang ayah, anak itu sampai di depan ruangan sang ayah,meletakkan pialanya di lantai lalu sebelah tangannya di gunakan untuk meraih gagang pintu, membuka pintu tersebut, sehingga tampaklah seorang pria tampan yang kini berumur 25 tahun.
Anak 8 tahun itu kembali mengambil pialanya dan masuk kedalam ruangan, Pria itu tidak menoleh sama sekali, masih fokus dengan laptopnya, sementara si kecil terus menerus menyebutnya.
"Papah, papah lihat ini Minhyung dapet piala, ini buat papah" Ucap Minhyung antusias, memperlihatkan pialanya, dia juara kelas, kata bu guru dia pintar jadinya pantas untuk mendapat piala dan peringkat satu.
Jeno berdeham pelan, konsentrasi dan fokus yang dia bangun sedari tadi terganggu karna kebisingan Minhyung, "papah!" Panggil Minhyung kembali, menarik narik pakaian Jeno, Jeno berdecak melirik anak itu.
Jeno benar benar tidak suka jika Minhyung memanggilnya dengan sebutan papa, "jangan panggil gua papa!" tegas Jeno pada Minhyung, membuat anak itu menatap wajah ayahnya penuh tanda tanya.
Kenapa Minhyung tidak boleh memanggil Jeno dengan sebutan papa, bukankah Jeno adalah papa Minhyung, tidak mungkin jika Minhyung menyebut Jeno dengan panggilan ,uncle, Jeno itu papa Minhyung jadi harus di panggil Papa.
"Kenapa?" tanya Minhyung bingung.
Jeno menatap tajam anak lelaki itu dengan senyum menghina "karna gua gak mau di panggil papa sama anak sialan kayak lo, paham".
Mata bulat itu bergerak menatap wajah sang papa penuh minat namun disana terlihat sekali kesedihan pada mata itu, kenapa papanya terlihat tidak suka dengan dirinya, Minhyung hanya ingin dengan papa,Minhyung tidak pernah merasakan pelukan hangat papanya, Minhyung belum pernah di cium oleh Jeno, Minhyung ingin di antar ke sekolah bersama papanya, tapi papanya selalu sibuk, pergi setiap saat, bahkan Mark kesusahan mengerjakan Prnya dan ingin meminta bantuan Jeno, Jeno malah pergi.
Untungnya ada pengasuh Minhyung yang bisa membantu, padahal Minhyung tau papanya ini adalah dosen yang pintar, Minhyung ingin diajar oleh papa.
"Kenapa papah gak mau dateng buat ambil rapot Minhyung, Minhyung juara satu papah".
Jeno berdecak kesal, anak itu terlalu banyak bicara "diam bisa gak!" Bentak Jeno, membuat Minhyung mengatupkan bibirnya dan menunduk, papanya marah lagi, marah karnanya, padahal Minhyung merasa dia tidak melakukan kenakalan tapi kenapa papanya marah.
"Sekarang gua bilang, lo keluar dari sini, keluar" titah Jeno, namun Minhyung menggeleng, menolak perintah Jeno untuk keluar dari ruangan, Minhyung masih menunggu kalimat penyanjung untuknya walaupun hanya satu kata Minhyung mau mendengarnya.
"Papah gak mau kasih selamat ke Minhyung, papa gak mau peluk, temen temen Minhyung di peluk papahnya di kelas."
"Bacot keluar! BIBI ! BIBI!" panggil Jeno, meninggikan suaranya memanggil pengasuh anak itu untuk mengajak Minhyung keluar, lama kelamaan kepala Jeno bisa pecah mendengar rengekan analitu terus menerus, wanita paruh baya datang dan permisi untuk masuk kedalam ruangannya.
Wanita itu menunduk, "bi, lo bawa ini bocah keluar dari ruangan gua, gua lagi gamau di ganggu" ucapan dari sang tuan besar memerintah, wanita paruh baya itu hanya menurut dan tersenyum menatap anak kecil yang kini menatapnya juga dengan tatapan memohon untuk tak membawanya jauh dari sang ayah, namun genggaman tangan hangat wanita paruh tersebut ketika menggengam lembut tangan kecil tersebut, membuat Minhyung menurut mengikuti pengasuhnya untuk keluar dari ruangan sang ayah.
Namun saat diambang pintu, anak itu menoleh sebentar dengan wajah murungnya, melirik sang papa yang lebih baik daripada tadi.
Jeno merasa dunianya kembali berputar dengan baik, sebelum kedatangan Minhyung.
"Papah . . . "Lirihnya.
Kini, Minhyung duduk anteng di pangkuan pengasuhnya, anak itu memegang sebuah handphone, menunggu panggilan video call yang dia lakukan.
"Daddy gyu, sama Mommy Jae mana sih" ujarnya, tidak sabaran, Minhyung ingin pamer pada mereka jika dia mendapat peringkat satu dan memiliki sebuah piala.
Daddy gyu, dan Mommy jae, panggilan dari Minhyung untuk Jaehyun dan Mingyu, biasanya mereka berdua akan datang ke rumah 3 kali dalam seminggu, terkadang Jaehyun dan Mingyu membawakan buku cerita dan mainan, Minhyung sangattt suka.
Anak itu begitu gembira, saat layar handphone yang dia pegang kini berganti dengan wajah kedua orang yang di tunggu, suaranya begitu ceria.
"Daddy gyu! Mommy jae!!"
"Ow, lion menelphone".
"Hihihi, daddy kaget gak, Minhyung kasih surprise!".
Di sebrang sana Jaehyun dan Mingyu berpura pura terkejut demi membuat minhyung tertawa, benar saja anak itu sekarang tertawa begitu bebas.
"Minhyung dapet juara, dapet piala" Minhyung meminta bibi han untuk memegang benda tersebut, Minhyung ingin mengambil piala dan rapotnya, tidak lama anak itu kembali dan memberi lihat.
"Look ...!"
"Wah Minhyung pinter banget, nanti daddy sama Mommy kesana oke, bawa hadiah spesial".
"Beneran?!".
"Iya".
"Tapi Minhyung mau hadiah di ucapin selamat sama papah, bisa gak?".
". . ."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sorry and I Love You | NoMark
FanfictionKarna bayi haram itu Lee Jeno harus kehilangan bidadari cantiknya, seandainya bayi itu mati mungkin kekasihnya tidak akan pergi. NoMark Jenotop Markbottom