1. Menuruti Permintaan Mama

1 0 0
                                    

PoV Aira

💕💕💕

“Pokoknya Aira belum siap, Ma!”Aku sedikit membentak Mama. Bagaimana bisa aku akan menikah tahun ini?

“Aira … Mama cuma pengen kamu kenalan dulu sama dia,” ucap Mama terus membujukku.

“Itu terus yang Mama ucapkan sama Aira. Sebulan yang lalu Mama bilang pengen Aira kenalan dulu sama yang namanya Izzam. Pokoknya Aira gak mau, Ma!” Aku semakin meninggikan suara.

Amarah menguasai diri. Berkali-kali aku beristigfar mereda amarah.

“Tapi, Nak ….” Suara Mama melemah.

Wanita yang melahirkanku ini duduk di sebelahku. Beliau menunduk. Ada embun di pelupuk matanya. Diusapnya bulir yang hendak jatuh itu menggunakan ujung jilbabnya.

“Mama cuma pingin melihat kamu bahagia, Aira,” ucap Mama memandangku. Mengusap kepala dengan penuh kasih sayang. “Kamu putri bungsu Mama. Ketiga kakakmu sudah menikah dan mempunyai anak. Mama ingin menyaksikan kamu menikah, mengandung, mempunyai anak. Dan Mama bisa merasakan mempunyai cucu dari kamu.” Air mata Mama luruh detik itu juga.

Aku yang masih bungkam enggan menimpali. Bukannya aku tak kasihan dengan Mama, hanya saja aku belum siap.

Aku menarik napas dalam, mengembuskannya perlahan. Kupeluk Mama untuk sedikit menghilangkan rasa sedihnya.

“Turuti permintaan Mama untuk terakhir kalinya, Ra.”

Apa-apaan ini? Permintaan terakhir? Memangnya Mama mau ke mana?

“Mama takut gak ada um—” Ucapannya terhenti kala aku merengkuhnya dengan erat, seakan-akan melarang Mama untuk melanjutkan kata-katanya lagi.

Ini yang aku tak suka dari Mama. Selalu membawa perihal umur. Umur manusia memang tidak ada yang tahu, tetapi setidaknya jangan pernah berkata begitu. Karena ini yang akan membuatku sedih.

Kulepas pelukan perlahan. Mengusap air mata Mama yang membasahi pipi. Melemparkan senyuman. Menandakan semua akan baik-baik saja.

“Kamu mau, ‘kan, kenalan dulu sama dia?” Mama kembali bertanya.

Aku bergeming. Kembali menarik napas dalam dan mengembuskannya pelan. Di sisi lain aku teringat Reydan, lelaki manis yang membuatku melayang dengan semua kata-katanya. Aku mengenalnya sejak masih SMA. Kita satu sekolah tetapi beda kelas. Sampai suatu waktu kami dipertemukan kembali saat memasuki perkuliahan.

Dia satu Posma denganku. Membuat aku kembali bertegur sapa dengannya. Ditambah, ternyata dia sekelas denganku juga. Hingga menjadi semakin dekat saja hubungan kami.

Perhatian dan perlakuannya membuatku menaruh hati padanya. Namun, aku tidak tahu apakah dia juga menaruh hati atau tidak. Perlakuannya sedikit menjawab pertanyaanku, walaupun aku dan Reydan belum mengungkapkan perasaan satu sama lain.

“Ra ….” Mama menyadarkanku dalam lamunan tentang Reydan. “Gimana?” sambung Mama sambil mengusap bahu lenganku.

Kembali kuembus napas berat. Aku mengangguk, menerima permintaan Mama. Walau sebenarnya hati menolak. Akan tetapi apa salahnya aku turuti kemauan Mama.

Gejolak di hati meronta. Entah kenapa perasaanku pada Reydan sangat besar. Aku tak mau kenal dan dikenalkan lagi dengan lelaki lain untuk perihal hati. Karena hatiku sedang dihiasi nama Reydan di sana. Ah, laki-laki itu membuat diri ini hilang akal.

***

Malam berganti pagi. Sang surya menampakkan diri di balik persembunyiannya. Aku teringat persetujuan kemarin. Menuruti permintaan Mama untuk dikenalkan dengan … ah, aku bahkan belum mengetahui namanya.

TWENTY (Jodoh Pilihan Mama)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang