3

2 0 0
                                    

Aleska menghela napasnya berat. Jangan sampai ia ditinggal liburan oleh Tante, Om, dan adiknya. Ditinggal liburan sih tidak masalah. Masalahnya adalah ia tidak bisa masuk ke rumah kalau keluarganya itu sudah berangkat ke Bogor. Bodohnya dirinya adalah ia harus menyempatkan diri mengobati luka-luka di punggung Delano. Padahal apabila ia langsung meninggalkan lapangan dan pergi pun tidak akan menjadi masalah baginya. Toh jatuhnya tiang bendera itu sama sekali bukan kesalahannya. Hanya mungkin nasibnya yang apes karena dialah yang hampir celaka gara-gara insiden itu.

Lamunan Aleska buyar saat bus berhenti dan dengan segera ia membawa tasnya turun dari bus. Aleska lantas mencoba menghubungi Tante Lina. Namun, nihil. Panggilannya tidak dijawab oleh Tante Lina. Setelah melangkah beberapa saat, Aleska telah sampai di depan rumah Tante Lina. Ia segera masuk dan mencoba mendorong pintu. Klek. Pintunya tidak dikunci, berarti Tante Lina masih di rumah.

"Non Leska sudah pulang? Mau langsung makan atau mau mandi dulu, Non?" sapa seorang wanita paruh baya yang cukup asing bagi Aleska. Apakah wanita ini ART di rumah Tante Lina? Tetapi, sepertinya sejak kedatangannya di rumah ini, Aleska merasa tidak pernah tahu Tante Lina punya ART.

"Eh, i..iya. Bibi ART di rumah ini?" tanya Aleska.

"Iya, Non. Kenalin, saya Bi Irah. Bibi kemarin habis cuti 2 minggu, pulang kampung hehe..." cerita Bi Irah. Aleska hanya membalas dengan senyum.

"Oh gitu. Btw, Tante Lina udah berangkat ke Bogor, Bi?" tanya Aleska.

"Udah dari tadi atuh, Non. Tetapi kata Bu Lina cuman beli sesuatu di Bogor, gak jadi nginep. Jadi mungkin nanti malem pulang, Non."

"Lha kok gak jadi nginep, Bi?"

"Iya, Non, gak jadi. Tadi Pak Erwin tiba-tiba ditelpon atasannya, katanya besok Pak Erwin harus masuk ke kantor. Jadi, Bu Lina memutuskan buat mengundur liburan ke Bogor-nya. Apalagi tadi Non Aleska juga lama pulangnya, hehe..." jelas Bi Irah panjang lebar. Aleska hanya manggut-manggut.

"Kelvin juga ikut ke Bogor, Bi?"

"Enggak, Non. Mas Kelvin begitu tau kalau gak jadi nginep terus gak mau ikut, malah main ke rumah temen sekolahnya."

"Oalah. Ya udah, Bi. Aleska mau mandi dulu. Makasih ya, Bi udah nyiapin makan buat Aleska."

"Sama-sama, Non. Nanti habis mandi Non Aleska langsung makan, ya, baru istirahat."

"Siap, Bi," sahut Aleska sembari berjalan menuju kamarnya.

***

Seorang cewek tinggi, berkulit putih, dan berkacamata menghampiri Delano. Yang dihampiri –merasa ada orang di belakangnya– lantas menoleh. Cowok dengan kemeja terbuka dan tengah menduduki kursi motor ninjanya itu hanya menampilkan seulas senyum melihat cewek yang sejak tadi ingin dilihatnya muncul di hadapannya.

"Lo gapapa?" tanya cewek itu.

"Gapapa, Elena. Kamu dari mana, sih? Dari tadi aku nyariin kamu."

"Gak usah ngalihin perhatian, deh, No. Gue denger tadi lo nahan tiang bendera yang jatuh, kan? Ada yang luka? Sakit? Memar atau lo perlu ke rumah sakit? Atau kalau perlu gue panggilin dokter keluarga gue? Atau..."

"Sstt.. bawel. Aku gak papa. Ini aku sehat-sehat, aja. Apalagi habis lihat senyum kamu, langsung sembuh, deh punggung aku, hahaha.."

"Gak usah bercanda, deh. Punggung lo berarti sakit, ya?"

"Enggak, cuman luka dikit sama memar kok, Sayang." Delano mencubit pipi Elena gemas. Elena selalu khawatir soal keadaan Delano. Sewaktu Delano latihan paskibra dan kulitnya sedikit terbakar pun, Elena dengan cepat mengobati luka itu.

"Ya, udah ayo gue obatin," ujar Elena sembari menarik tangan Delano. Tetapi Delano tetap bergeming.

"Delano? Ayo.." ujar Elena lagi. Delano menggeleng pelan.

"Tadi udah diobatin."

"Sama siapa?" tanya Elena dengan alis menaut.

"Sama... sama petugas UKS-lah, Sayang."

"Oh."

"Aku senang kamu khawatirin aku kayak tadi. Jadi tambah sayang."

"Alay, deh. Yaudah, gue mau balik ke lapangan, giliran gue latihan ini," ujar Elena.

"Perlu aku tungguin gak? Biar pulangnya bareng," kata Delano.

"Gak usah, No. Gue entar bareng anak-anak cewek aja pulangnya."

"Oh, oke. Hati-hati pulangnya," ucap Delano sembari mengacak rambut sebahu Elena.

"Lo juga," balas Elena sembari menurunkan tangan Delano dari rambutnya. Elena lalu meninggalkan Delano yang masih menatapnya dengan senyum yang tak kunjung hilang dari bibirnya.

"Kok bisa, ya gue cinta banget sama cewek dingin es kayak Elena?" tanya cowok itu pada dirinya sendiri. Ia lalu menyalakan mesin motor dan melajukan motornya.

***

Aleska keluar dari kamar mandi dengan handuk di kepalanya dan piyama tidur melekat di tubuhnya. Ia menenteng masker wajah yang hampir sebulan tidak pernah ia sentuh. Aleska memang tipe yang mageran, hingga untuk maskeran saja bisa sampai sebulan sekali. Aleska menuang beberapa sendok makan masker bubuknya lalu mencampurkannya dengan beberapa sendok teh air. Setelah mengaduknya sebentar, Aleska mengambil kuas masker dan mengoleskan masker itu ke wajahnya. Setelah teroles seluruhnya, Aleska meletakkan mangkok masker dan kuasnya ke meja rias. Sudah menjadi kebiasaan Aleska yaitu ketika ia sedang maskeran, ia akan menutup rapat pintu kamar dan mendengarkan musik sembari bermain HP.

"HP gue mana ya?" celetuk Aleska.

"Bentar-bentar. Aleska, please gak usah panik. Diinget-inget dulu, oke? Tadi gue pulang sekolah belum buka HP sama sekali. Gue tadi langsung mandi. Mari kita lihat di tas!" ujarnya pada dirinya sendiri. Aleska menarik tasnya ke arahnya dan mulai meraba-raba bagian dalam tas sekolahnya.

"Huaaaaa.... ini dia!" seru Aleska. "Eh?" Aleska mengerutkan alisnya ketika tangannya merasakan sesuatu yang seperti asing di tasnya. Aleska menarik barang itu keluar tasnya, dan ternyata...

"Kapas?"

***

Tbc!

Halo, Tyne kembali dengan update-an 1 part. Hari ini double update, tapi satu part selanjutnya cuman sebagai perkenalan dikit, ya wkwk. Oh iya, part ini sengaja dikit karena part selanjutnya (update selanjutnya) bakalan agak panjang hehe.


Tetap dukung Tyne ya. Vomment-nya jangan lupa :)


Love,

Tyne




ALANO : CommitmentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang