Bagian Satu

5 0 0
                                    

"Pa, Lala pergi ya, dadaaah" ucap gadis itu sambil mencium tangan ayahnya.

"MAAAAAH, LALA PERGI YA DADAHHH." Gadis itu berteriak.

Aprilla Vania, gadis berambut sebahu berwarna hitam, berkulit sawo matang, berlesung pipi, berusia 19 tahun. Lala, orang-orang biasa memanggilnya. Ia sedang menjalani studi perkuliahan di salah satu Universitas di ibukota negara ini.

"Kak tungguin sih pagi amat kebiasaan deh." Seorang gadis yang memakai seragam putih abu-abu menuruni tangga dan segera mengambil kotak bekal dan menyalami tangan ayahnya, orang tua mereka tersenyum kecil melihat tingkah kedua putrinya.

Aprillia Viska, gadis berambut panjang berwarna hitam, berkulit sawo matang, berkacamata, berusia 16 tahun. Lia, adik dari Lala, yang setiap harinya tidak pernah rukun dengan Lala.

Kedua gadis itu memasuki mobil dan meletakkan masing-masing tasnya di bangku jok belakang. Lala kemudian menyalakan mesin mobil dan mulai melajukan mobilnya membelah jalan raya ibukota di pagi ini.

"Pasti mau ngejar Arda, deh." Ucap Lia, yang mengundang tolehan dari Lala.

"You know me soooooooo well, sister." Jawab Lala sambil tetap fokus mengemudikan mobilnya.

"Kak, ini udah 2 tahun loh, dan Arda bahkan nggak notice lo sama sekali, malah gue liatnya dia risih, berenti kek, banyak cowo yang antri deketin lo." Jelas Lia. Mendengar ucapan adiknya, Lala merenung sekilas, apa yang dikatakan Lia benar, Arda tidak pernah menggubris keberadaaan Lala, tapi Lala tetap mengejarnya.

Memecah keheningan, Lala menyalakan radio, mengisi sisa perjalanan mereka berdua ke sekolah Lia.

"Thankyou, Kak. Hati-hati nyetirnya." Ucap Lia sambil mengambil perlengkapannya.

"Belajar yang bener, lo." Jawab Lala.

Setibanya di kampus, Lala mengambil tasnya dan satu kotak bekal yang ingin ia berikan ke Arda. Bahkan Lala sudah tahu, hari ini Arda ada kelas pagi dan di kelas mana. Sengaja ia berangkat pagi-pagi supaya bisa lebih banyak waktu bersama Arda sebelum kelas diimulai.

Dan benar saja, baru sampai di ambang pintu kelas Arda, Lala melihat Arda sudah duduk di kursinya, dengan headset yang tergantung di telinga, dan buku ekonomi yang sedang dibacanya.

Arda Farelio, laki-laki berusia 19 tahun, berambut lurus kecoklatan, berkulit putih, bertumbuh jangkung, dan dingin. Laki-laki yang menjadi pusat perhatian Lala sejak 2 tahun lalu sampai saat ini. Laki-laki yang membuat banyak laki-laki lain patah hati karena menerima penolakan dari Lala, karena Lala hanya melihat Arda.

"Pagi, Arda, nih gue bawain sarapan, kalo lo udah sarapan, bisa buat lunch juga hehe." Kata Lala.

Arda yang menyadari keberadaan Lala di depannya, menghela napas panjang dan melihatnya dengan tatapan dingin. Ia mengambil kotak bekal itu dan mengangkatnya ke arah Lala.

"Ambil, gue gak mau." Jawab Arda.

"Ih, nggakpapa tau Ar, nggak ngerepotin sama sekali, ambil aja." Ucap Lala sambil tersenyum dan menyodorkan kotak itu ke arah Arda.

Mahasiswa lain mulai memasuki kelas, dan melihat ke arah mereka berdua, hampir seluruh mahasiswa di gedung ini sudah memahami cerita cinta Lala yang mengejar Arda namun tak terbalaskan.

"Ambil, atau gue buang di depan lo." Kata Arda. Senyum Lala lantas pudar, ia lalu menarik napas panjang, dan kembali tersenyum.

"Nggakpapa, seenggaknya gue tau bekal ini lo terima meskipun lo buang." Jawab Lala.

PleaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang