“kejar selagi bisa, kalau capek pulang ya.”- Sandhika Tandewa.
Jam sudah menunjukan pukul empat sore, haidar tengah menunggu bus untuk pulang sekolah. Tadinya ia ingin pulang bersama jefri, tetapi Jefri harus mengantar ceweknya.
Haidar masih sangat lemas, tetapi pusing dikepalanya sudah tidak se-pusing tadi. Dari jauh terlihat Maraka yang melihat Haidar duduk dihalte bus sambil mendengarkan musik dengan earphone nya.
Maraka ingin menghampiri Haidar sekedar bertanya keadaan laki laki itu, tetapi maraka lagi dan lagi selalu teringat kejadian saat dilapangan kemarin. Biasanya Maraka pulang bareng Haidar tetapi sekarang maraka harus sendiri, tanpa ada cerita random dari Haidar.
Maraka meneliti lagi keadaan Haidar dari jauh, sepertinya laki laki itu lemas sekali, masih pucat dan keadaanya yang acak acakan. Maraka harus melepas egonya, bagaimanapun juga Haidar itu sahabatnya.
Maraka menghampiri Haidar, “naik, biar gue anter.” ucap maraka pada Haidar yang langsung menatapnya.
“Gak usah, gue nunggu bus aja. Lo mending anterin aja gebetan lo itu.” tolak Haidar.
Maraka mendecih, “naik.haidar.”
Ah klo sudah begini Haidar tidak bisa berbuat apa apa lagi. Maraka seram kalau sudah seperti itu.
Haidar langsung naik motor Maraka, diperjalanan tidak ada obrolan. Haidar pun hanya diam saja.
“Lo udah baikan?” tanya Maraka.
“udah.”
“kenapa bisa sakit sih dar? Gue pernah bilang jangan pernah telat makan. Pasti kemarin lo telat makan kan?” tanya maraka.
Haidar mendengus kasar.
“gausah sok peduli, sialan.”
“gue cuma khawatir dar, gimanapun juga lo sahabat gue.” kata maraka.
“rak, lo itu kaya nabastala yaa. Susah digapai. ” gumam Haidar sambil menatap langit yang cerah.
Maraka tau artinya, dia tidak tau harus menjawab apa. Karna dia juga tidak tau perasaannya sendiri. Dia hanya ingin Haidar ada disampingnya, sebagai sahabat bukan sepasang kekasih.
“dar, kaya dulu lagi ya.”
“lo mikirin perasaan gue gak sih? Lo bilang kayak dulu? Yang seenaknya lo cerita tentang gebetan lo itu didepan gue?” Haidar sudah kesal, apakah maraka tak sedikitpun mengerti perasaanya saat ini. Haidar tak bisa lagi jika maraka terus bercerita arunika di depannya. Rasanya begitu menyakitkan.
Maraka terdiam sejenak sambil menelaah apa yang Haidar katakan. Maraka baru sadar jika sikapnya kali ini cukup egois, tapi bolehlah maraka sekali ini aja egois? Maraka tidak memiliki teman cerita selain Haidar.
“Sorry dar.”
Mereka berdua langsung terdiam.
$$$
Maraka sudah dirumah, dia melihat ibunya tengah memasak menu kesukaanya. Maraka sangat antusias, tetapi ada yang aneh dengan ibunya, terlihat ada bekas tamparan di pipi kanannya.
Maraka tau, ini pasti perbuat si cenza brengsek. Ayahnya tak ada kapoknya menganggu ibunya. Maraka benci ayahnya sendiri.
Ibu maraka menghampiri maraka sambil meletakkan makanan yang sudah matang. Ibu maraka tersenyum, itu senyum paksaan. Maraka tau itu.
“dia kesini?” tanya maraka.
“maksud kamu siapa sih? Ibu gak tau.”
“ibu jangan pura pura gatau, ada bekas tamparan di pipi, maraka gamau ibu diginiin terus sama dia.” jelas maraka langsung menyentuh pipi ibunya pelan.
“maraka.. Ibu baik baik aja, udah ya. Makan gih. ” suruh enji - ibu maraka.
“iyaa ibu, kalau dia kesini lagi ibu harus hubungin maraka ya. Maraka gamau ibu kenapa-napa.”
“iyaa, kamu kan superhero-nya ibu.”
$$$
Sedangkan Haidar tengah berfikir, tak seharusnya Haidar sekasar tadi dengan maraka. Dan hasilnya dia merasa bersalah sekarang.
Apa Haidar harus ke rumah maraka untuk meminta maaf?
ahhh tidak, Haidar tak seberani itu. Dia harus meminta maaf tetapi ga harus langsung kan? Lewat imess lebih baik.
Haidar ; maaf tadi udah sedikit kasar sama lo.
Tak lama maraka langsung membalas imess nya, cepat sekali.
Maraka ; iya, gue ngerti perasaan lo idar.
Haidar ; gak usah sok paling ngerti dan satu lagi jangan panggil gue idar lagi.
Maraka ; istirahat gih.
Haidar tak membalasnya, semakin kesini kok maraka makin soft saja, gimana Haidar mau move-on kalau maraka aja seperti ini. Benar benar sialan, Haidar jadi pengen peluk laki laki itu.
Tiba tiba ada yang mengetuk pintu kamarnya, tak lain ayahnya yang bernama sandhika tandewa.
“ayah udah pulang? Kok gak kabarin idar?? ” tanya Haidar langsung menghampiri ayahnya dan langsung memeluknya erat.
“jagoan ayah udah besar yaa,” gumam sandhika sambil mengelus puncak kepala anaknya.
Haidar tersenyum, Haidar ingin sekali berkata bahwa dirinya sudah besar dan juga sekarang lagi merasakan patah hati.
Haidar melepaskan pelukannya, “mama kemana yah???” tanya Haidar.
“masih ngurusin mahasiswa-nya, dia kan dosen dar.”
“ayah.. ”
“iyaa sayang??”
“Haidar lagi suka sama orang, yah... ” ucap Haidar pelan.
“kenalin dong sama ayah. Dia pasti cantik.” ucap sandhika.
Haidar meghela napasnya pelan. “dia laki laki, yah.”
Sandhika cukup kaget, anaknya mengapa bisa seperti ini? Seperti dirinya dulu. Sandhika tak mau jika Haidar sepertinya dulu, cukup ayahnya saja yang tersakiti, jangan dengan Haidar.
“dar.. ”
“maafin idar ayah, idar salah. Idar akan coba suka sama perempuan. Maafin idar ayah, idar udah kecewain ayah.. ”
Sandhika langsung memeluk anak semata wayangnya itu, dia tak kecewa atau marah sebenarnya. Tetapi dia tak ingin jika kedepannya Haidar akan jatuh lebih dalam.
“Haidar, kejar selagi bisa. Kalau capek pulang ke ayah ya.” kata Sandhika.
Haidar detik ini juga menitihkan air matanya, ia benar benar di fase ingin menyerah. Tapi dia mempunyai ayah yang mendukungnya. Haidar harus bangkit dan tidak boleh selemah ini.
malam, udah senyum belum hari ini?
enggak lupa buat yang udah baca walaupun hanya sebatas singgah.
thankyou all. 💘
KAMU SEDANG MEMBACA
24/7 you. (markhyuck melokal)
Fanfictionbxb area! cerita remaja tak seindah kelihatannya.