🍁 Aisyah Amira Syifani

14 9 4
                                    

Gadis yang dulunya kecil dan manja kini telah menjadi gadis dewasa dengan segala ambisinya. Wanita paruh baya yang berat untuk melepas anak gadis satu-satunya itu hanya bisa pasrah sembari meneteskan air mata. Bagaimana tidak, ia lebih mengenal anaknya yang manja, sering sakit, susah bergaul, dan tidak pernah jauh dari orang tua itu harus hidup di rantau sendirian tanpa orang tua dan keluarga. Demi mendukung keinginan besar sang anak, wanita paruh baya itu berusaha tegar untuk melepas kepergian anaknya.

Sama halnya dengan sang ibu, gadis dewasa dengan celana berbahan jin, baju kemeja kotak-kotak dan jilbab tren yang ia gunakan kini sedang membantu ayahnya memasukkan barang bawaannya ke dalam bagasi mobil. Hatinya terasa pilu, ia tak sanggup meninggalkan sang ibu untuk mengurus pekerjaan rumah sendiri, tapi ia berusaha untuk tegar dan menahan air matanya yang mungkin akan jatuh sebentar lagi.

Aisyah Amira Syifani, gadis yang ingin berubah menjadi lebih baik, gadis yang kesepian, tidak percaya diri dan pendiam. Ia berusaha taat pada Allah dan menjalani hidup di perantauan sebagai mahasiswi universitas ternama di Indonesia, jauh dari orang tua, tinggal di kos-kosan sederhana dan ingin mencari teman baru. Bukan berarti ingin melupakan teman lama, tetapi teman baru mungkin bisa membantu Aisyah untuk bangkit dari masa lalunya yang masih membekas.

"Pamitan dulu sama ibumu, Nak," ucap lelaki paruh baya yang tak lain adalah ayah si gadis itu.

Dengan langkah berat, sang gadis perlahan mendekati ibunya yang sudah berkaca-kaca, menjabat dan mengecup tangan ibunya, "Bu, Aisyah berangkat ya. Doakan Aisyah selalu ya, Bu." Aisyah tak bisa menyembunyikan kepedihannya itu, suaranya bergetar dan sebutir air kini sudah mengalir di pipinya.

"Hati-hati, Nak, jaga kesehatanmu di sana," ujar Lasmi tak bisa menahan air matanya, ia memeluk erat tubuh anak gadisnya yang kini tingginya sudah melebihinya.

"Udahlah Bu, anak kita perginya hanya sebentar nanti juga akan pulang kalau libur kampus, gak usah nangis. Kasian Aisyah gak tega ninggalin Ibu." Harto menasihati istrinya yang masih menangis.

Kadang, Aisyah bingung tentang perasaan seorang ayah. Apakah mereka memang seperti ini, tidak ragu untuk melepas anak-anak mereka? Lain dengan seorang ibu yang merasa cemas dan kehilangan ketika anaknya ingin pergi. Sampai Aisyah pernah berpikir bahwa ayahnya mungkin tidak menyayanginya.

Lasmi pun perlahan melepas dekapannya, "Hati-hati, Nak. Jangan lupa kabarin Ibu nanti," ucapnya mengingatkan sambil mengusap air mata Aisyah.

"Kakak kapan pulang?" tanya Ali-adik Aisyah yang membuat gadis itu terkekeh.

"Kamu gimana sih Dek. Kakak 'kan baru mau berangkat. Kok udah nanya kapan pulang sih." Aisyah mencubit gemes hidung adiknya itu.

"Kenapa nanya kakak kapan pulang? Takut kesepian di rumah, ya?" Aisyah menggoda adik satu-satunya itu dengan menoel dagu sang adik.

"Idih! Kagak, pede amat sih." Aisyah terkekeh mendengar jawaban adiknya. Ali memang suka gengsi padahal jika kakaknya tidak ada di rumah, ia langsung menanyakan pada ibunya.

"Kita berangkat sekarang, nanti ketinggalan kapal," ucap Harto.

"Aisyah berangkat ya, Bu. Dek jagain dan bantu ibu di rumah ya, Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam, hati-hati dan jangan lupa ngabarin selama di perjalanan." Lasmi mengingatkan sambil mencium tangan suaminya dan membelai kepala Aisyah.

"Oh iya, kalau ada yang cariin papa telfon aja ya, Mah," ujar Harto yang sepertinya punya janji dengan seseorang, tapi meluangkan waktu untuk mengantar Aisyah ke pelabuhan.

Mereka pun meninggalkan pekarangan rumah menuju pelabuhan kapal yang akan membawa Aisyah dan sahabatnya ke kota. Aisyah mengambil benda pipih yang ada dalam tasnya dan mengetikkan sesuatu di sana.

Otw Rumah kamu nih, Key.

(Oke, Cinta! )

Setelah membaca balasan pesan dari Keisya, ia pun mengalihkan pandangan ke luar jendela mobil, memandangi jalanan sepi yang melukiskan banyak kenangan bersamanya yang kini entah dimana. Lelaki yang ingin ia lupakan, lelaki yang ia sayangi tetapi balik menyakitinya. Dia yang memberi warna di hidup Aisyah sekaligus memberi luka yang entah sampai kapan akan pulih.

"Dasar bodoh!" Gumam Aisyah dalam hati.

Aisyah tersenyum miris mengingat kenangan manis di sepanjang jalan itu, mungkin hanya Aisyah yang mengenang, tapi tidak dengan dia yang mungkin kini sedang bahagia dengan yang lain.

TBC.

Hallo guys, bagaimana dengan part ini?

Apa yang ingin kalian katakan pada

Aisyah?

Salam manis dari aku

Sri Yuniarti H.D

Ig : @Sriyuniartih.d

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 02, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Di Ujung RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang