🍁 Prolog

24 11 2
                                    

Hari itu adalah hari yang paling bersejarah dan mencekam bagi Aisyah dan mereka yang merasakan kedatangannya. Dia hadir sungguh tidak terduga, membawa suara gemuruh yang menakutkan, suara tangis manusia meminta pertolongan dan juga kerusakan di mana-mana.

Gempa bumi itulah dia. Kedatangannya mengubah segalanya, meluluhlantakan seluruh kota yang dilaluinya, menyisakan reruntuhan bangunan yang entah kapan akan kembali seperti semula.

Warga pesisir pantai juga merasakan ketakutan yang luar biasa. Karena seiring gempa yang melanda, gelombang air pasang setinggi gedung juga harus siap untuk di hadapi.

Kekuatan yang tidak bisa dibayangkan oleh otak manusia, begitu dahsyatnya hingga mengakibatkan jatuhnya ribuan korban jiwa. Gempa yang berkekuatan 7,4 SR terjadi pada hari Jum'at pukul 18:10 WITA, gempa terjadi saat umat Islam sedang melaksanakan salat Magrib.

Guncangan bumi begitu hebatnya, air laut yang meluap dengan ganasnya, dan tanah yang menenggelamkan apa yang berpijak padanya (likuifaksi). Mungkin, itu semua adalah ujian dari Tuhan kepada umat manusia, untuk kembali kepada-Nya.

Aisyah yang tengah berbaring dan fokus pada benda pipih di tangannya langsung beranjak bangun dari tempat tidurnya. Karena kaget, gadis itu melempar benda pipih yang ada dalam genggamannya ke sembarang arah, mencari selembar kain kerudung untuk menutup rambutnya dan mencari pintu keluar dari kamar itu. Hari sudah mulai gelap serta listrik yang padam sehingga Aisyah mencari pintu keluar dari kosnya dengan sisa cahaya yang masuk melalui ventilasi  kos itu.

Gadis itu terus berusaha menyeimbangkan dirinya untuk menggapai gagang pintu kosnya. Karena guncangan yang sangat hebat, ia terhempas pada dinding tembok bahkan tersungkur ke lantai. 

Malangnya gadis itu yang harus berhadapan dengan bencana pembawa maut tanpa keluarga di sampingnya.

Namun, usaha untuk tetap hidup sangat kuat dari dirinya. Aisyah ingin hidup, ia masih ingin bertemu keluarganya dan membahagiakan orang tuanya. Harusnya ia menangis dan harusnya ia berteriak histeris tetapi air matanya serasa kering dan suaranya serasa hilang dari dirinya, hanya wajah pucat pasi yang tampak dari dirinya.

"Ya Allah! Ampuni aku, beri aku kesempatan hidup, dosaku banyak, aku ingin bertemu ibu dan meminta maaf padanya," gumam Aisyah.

Silakan beri kritik dan saran, jangan lupa bantu cek tipo.

Salam sayang dari aku

Sri Yuniarti H. D.

Di Ujung RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang