Kiya mengerjapkan matanya menerima cahaya lampu yang sangat terang. Samar-samar pandangannya kembali dapat melihat apa yang ada dihadapannya. Putih. Ruangan ini bercat warna putih secara menyeluruh. Terdapat kain-kain lembut yang bergoyang diterpa angin yang berasal dari ac. Ruangan ini juga sangat dingin. Matanya menjelalah seluruh isi ruangan.
"Dimana ini?" Batinnya.
Ceklek.
Kiya menoleh kesebelah kiri saat mendengar suara pintu dibuka. Ia hendak berdiri, namun baru ia sadari tangan dan kakinya diikat kencang disebuah ranjang membentuk huruf x. Dari kejauhan, Kiya dapat melihat ada seseorang yang berjalan mendekatinya melewati kain-kain halus tersebut.
"Lo siapa?" Teriaknya ketakutan.
Kiya masih terus mencoba menarik ikatan kaki dan tangannya berusaha untuk melepaskan diri. Sesekali matanya waspada dengan kehadiran orang tersebut. Namun, usahanya untuk melepaskan tangan dan kakinya dari ikatan malah sia-sia. Bukannya melonggar, ikatan tersebut semakin kuat. Langkah kaki orang mendekat semakin terdengar jelas di telinga Kiya membuat jantungnya berdetak kencang.
Kiya sudah dapat melihat bayangan orang tersebut yang semakin mendekat dibalik kain-kain tipis berwarna putih.
"Seorang pria, siapa dia?" Batin Kiya saat dapat melihat bayangan orang tersebut adalah seorang pria.
Pria tersebut semakin dekat hingga akhirnya samar-samar Kiya dapat melihat wajahnya dibalik selembar kain halus. Pria itu menyingkirkan kain itu, Kiya akhirnya dapat melihat wajah pria yang datang padanya.
"Tampan"
Pria itu memanglah sangat tampan. Dengan rahangnya yang kuat, tatapan tajam dengan alis yang berdiri, hidung mancung dan bibir yang sexy menurut Kiya. Dan yang paling membuat Kiya salah fokus adalah tubuh pria itu yang tidak mengenakan baju terlihat kotak-kotak dengan dada bidang yang kokoh. Pria itu hanya mengenakan celana seperti boxer pendek.
Kiya menggelengkan kepalanya, mencari kesadaran yang sempat menghilang karena tampannya wajah pria itu. Tiba-tiba pria itu tersenyum, kemudian berjalan kearah Kiya.
"Si... Siapa lo? Mau apa dengan gue? To.. Tolong lepasin gue"
Bukannya menjawab, pria itu malah semakin melebarkan senyumnya seraya terus mendekat. Pria itu kini sudah berada di sebelah ranjang Kiya. Pandangan mereka bertemu. Kiya mengakui pria didepannya ini sangat tampan. Namun, siapa dia?.
"LEPASIN!"
Teriak Kiya saat merasakan jemari pria itu mulai menyentuh rambutnya, anehnya tatapan pria itu tidak lepas dari matanya. Jari pria itu turun terus kebawah menyentuh bibirnya. Kiya menggelengkan kepalanya menghindari sentuhan lembut pria didepannya ini. walaupun dia adalah pria yang tampan, tapi Kiya tidak mengenalinya.
"LO MAU APA!!!"
Kiya berusaha membentak saat jari pria itu mulai turun ke lehernya. Pria itu menghentikan jarinya tepat di bawah leher Kiya, pandangannya juga tidak lepas dari mata Kiya. Kiya berjaga-jaga, takut jika pria itu...
"Ahhhhh"
Terlambat!. Hal yang ditakuti Kiya akhirnya terjadi juga. Pria itu membelai kedua toket montok Kiya dengan jari jemarinya. Jarinya berputar mengelilingi putting payudaranya yang ternyata Kiya tidak mengenakan bra dibalik baju putih yang ia kenakan. Kiya menggerakkan tubuhnya saat jari itu terus turun kearah perutnya.
"LO MAU APA BRENGSEK?!"
Kiya semakin takut hal lainnya terjadi, ia membentak pria itu sambil melototkan matanya menatap tajam pria didepannya. Aktifitas pria itu berhenti sejenak, membuat Kiya bernafas lega. Namun ternyata setelahnya jari itu kembali bergerak turun mengarah ke memeknya.
Jujur saja, sedari jari pria itu berputar di putting payudaranya, yang merupakan titik terangsang baginya, secara tidak sadar memeknya mulai basah.
"Mmmppphhh ngghhhhh"
Erang Kiya saat jari pria itu menyentuh memeknya dengan lembut. Bibir pria itu menyunggingnya senyum saat Kiya mendesah tertahan.
"Le.. Lepass... Si... Apa.. Lo?"
Pria itu tidak menjawab, namun ia melepaskan jarinya dari memek Kiya membuat Kiya lega. Namun ntah mengapa, jujur saja Kiya sedikit kecewa saat jari itu tidak menyentuh memeknya lagi.
Pria itu berbalik badan lalu meninggalakan Kiya sendiri dengan bingung. Pria itu hanya menyentuhnya dari rambut dan berakhir dimemeknya lalu pergi? Hanya itu?.
"Si... Siapa Lo? Bu..buka ikatan gue! Gue minta tolong"
Pria itu menghentikan langkahnya, lalu kembali menatap Kiya. Bukan jawaban yang Kiya dapatkan, melainlan senyum manis pria itu. Pria yang tidak diketahui namanya itu kembali melangkah hingga hilang dibalik kain putih halus yang ada dimana-mana.
"KIYA!!!!!"
Sebuah jeritan yang cukup keras dan nyaring mampu menarik Kiya kembali kepada kenyataan. Kiya tersentak dan spontan membuka matanya. Namun cahaya lampu yang menyilaukan membuatnya harus mengedip beberapa kali.
"Kiya, sayang!. Kamu... Kamu udah sadar? Dokter! Dokter! Anak saya sudah sadar" Teriak histeris seorang wanita paru baya disamping ranjang Kiya.
"Ma, Kiya dimana? Kiya kenapa? Pa? Kenapa mama nangis?" Tanya Kiya bingung melihat kedua orang tuanya.
"Sayang, jangan banyak bicara dulu ya" Ucap sang papa sambil mengelus rambut putrinya itu.
Tidak lama, dokter dan para perawat datang ke ruangan Kiya. Dokter dan perawat-perawat itu segera memeriksa Kiya. Kiya hanya diam bingung dengan apa yang terjadi. Dia dirumah sakit? Tapi kenapa? Bukannya tadi dia berada di sebuah ruangan putih yang penuh dengan kain halus yang juga berwarna putih.
Setelah dokter dan perawat selesai memeriksa, papa Kiya, Herlambang, keluar mendengar penjelasan dokter.
Sedangkan mama Kiya, Anita, memegang tangan putrinya."Sayang , Kiya. ada yang sakit? Kepalanya pusing? atau kamu rasain apa sekarang?" Wajah panik terlihat jelas di wajah Anita melihat anaknya seperti ini. Namun Kiya hanya tersenyum kecil.
"Kiya gak apa ma. Memangnya Kiya kenapa bisa ada disini? Dirumah sakit?"
"Kamu gak ingat?"
"Engga. Kenapa memangnya ma?"
"Kamu itu.... "
"Anita" Panggil Herlambang tiba-tiba sambil menyentuh pundak istrinya.
"Biar aku yang jelasin" Sambung Herlambang. Anita mengangguk.
"Kamu kecelakaan sayang. Kamu kan baru belajar mobil. Mobil yang kamu bawa itu nabrak pembatas jalan. Makanya kamu disini sekarang. Kamu kan memang putri papa yang bandel" Herlambang mencolek kecil hidung mancung Kiya.
"Terus? Mobilnya gak apa? Kiya bawa mobil sendiri?"
"Iya, kamu bawa mobil sendiri. Papa kan udah larang. Tapi kamu gak denger sih. Kami khawatir sayang waktu tau kamu kecelakaan"
"Maaf ma, pa. Kiya udah bikin papa dan mama khawatir. Besok janji deh, Kiya gak nakal lagi, hehe" Kiya tertawa kecil.
BRAKKK!
"DASAR PEMBUNUH!"
Seorang wanita paru baya mungkin seusia dengan ibu Kiya, Anita, dengan tiba-tiba memaksa masuk lalu menjambak rambut Kiya.
"Aw... Aw... Sakit... Ma.. Pa... Sakit" Kiya mengaduh.
Anita langsung berusaha melepaskan jambakan ibu-ibu tadi, sedangkan Herlambang memeluk Kiya yang menangis kesakitan. Bagaimana tidak, terdapat luka di bagian kepala dan kening Kiya, lalu ditambah jambakan ibu-ibu yang tidak dikenalnya. Kiya memeluk Herlambang sambil menangis, sedangkan Anita menarik ibu-ibu itu keluar. Ibu-ibu itu memandang benci Kiya dengan muka yang murka. Anita menutup pintu lalu berbicara diluar sana dengan ibu-ibu tadi. Ntah apa yang dikatakan mamanya itu. Selang 15 menit, Anita masuk kembali keruang putrinya.
"Siapa, ma ibu-ibu tadi? Kenapa bilang aku pembunuh?"
***
Bersambung