9. Sulit

7.4K 1.5K 804
                                    

"Uhukkk... uhuukkk..."

Pria bertopeng itu menyeret gadis muda bergaun ungu yang tengah terbatuk-batuk dan meringis kesakitan kembali ke dalam ruangan. Gaunnya kotor dan sobek di ujung. Pergelangan kakinya membengkak dan kebiruan. Punggung kaki hingga betis kanannya yang terkoyak dan melepuh, menampilkan daging merah muda yang setengah basah dan bernanah. Sebelah mata kecil gadis itu tak bisa membuka sebab benjolan besar yang menempel pada kelopak matanya menghambat kelopak mata untuk terbuka. Hidungnya membengkok seperti tongkat yang hendak patah. Pada kedua lobang hidungnya, darah tak berhenti merembes seakan botol kaca yang pecah dan anggur di dalamnya tumpah.

Kulit gadis itu yang tadinya sebening dan sehalus bulu angsa berubah kusam dan kotor seperti kulit babi hutan. Rambutnya yang sehalus gumpalan kepompong ulat sutra berubah menjadi kusut akibat tak pernah disisir. Bagi hidung manusia biasa, rambutnya mungkin tercium bau apak bercampur keringat, tapi di antara bau tak sedap itu, ada bau unik yang tak bisa dicium manusia biasa. Gadis itu sekarang tak sadarkan diri.

"SETAAANNNN!" Pria lain di ruangan itu berteriak sekeras-kerasnya. Ia berusaha mendekati si pria bertopeng, namun rantai yang mengikat kaki dan tangannya membuat ia tak bisa bergerak lebih jauh.

Pria bertopeng berjongkok, menyentuh rambut kusut gadis yang tak berdaya dan sudah kehabisan energi itu. Dia mengendus helaian rambut panjang itu, kemudian tersenyum di balik topengnya. Ia tak peduli dengan sumpah serapah yang dilontarkan padanya. Ia berdiri, kemudian berkata pada dirinya sendiri, "Sebenarnya tidak seru karena tidak ada yang bisa membantu Kaia keluar dari pintu-pintu ini. Jadi, Kaia hanya bisa mengandalkan dirinya sendiri." Dia menatap pria lain yang menatapnya penuh amarah. "Om Damar mau membantu Kaia keluar? Ah, tapi aku tidak mau Om Damar keluar dari sini. Tetap di sini saja, ya."

Damar meludah, menatap jijik lelaki bertopeng itu, lalu dia tertawa. "Aku yang akan membunuhmu dengan tanganku sendiri. Pegang ucapanku. Aku tahu kamu cuma manusia pengecut yang tidak akan pernah dicintai siapa pun dan tak akan bisa merasakan cinta. Menyedihkan. Sama menyedihkannya dengan ayahmu. Tapi, kamu akan diletakkan di neraka yang lebih dalam darinya."

Pria bertopeng itu mendekati Damar, menendang wajah Damar keras-keras, lalu menginjak-injak tubuh Damar. Tubuh Damar yang sudah remuk rasanya ingin semakin diremukkannya agar pecah berkeping-keping tanpa sisa. Ketika ia sudah puas, ia tertawa. "Aku tidak punya Ayah, Om Damar. Aku tidak perlu punya Ayah. Aku tidak percaya neraka karena dunia ini sudah neraka. Aku tidak percaya Tuhan. Tuhan tidak ada. Hantu-hantu seperti mereka semua, tidak akan pergi ke mana-mana. Seharusnya, mereka berterima kasih karena aku membantu mereka tetap tinggal di dunia dan tidak menghilang dari dunia."

Dia menoleh ke belakang, ke arah delapan gadis sengsara tak kasat mata yang berjejer di belakangnya. "Aku heran, kenapa tidak ada Tante Tala di sini?" tanyanya.

"Luna... ke surga... dia tidak akan dendam padamu," Damar berbisik.

Pria bertopeng putih itu berjongkok. Telunjuknya mengangkat dagu Damar yang begitu lemah. "Tidak ada surga, Om Damar. Aku yang memegang jiwa-jiwa perempuan itu. Tante Tala hanya kurang beruntung karena harus lenyap dari bumi."

Dia menyentuh pipi Damar yang terluka. "Om tahu kenapa mereka, para hantu itu, tidak bisa menyentuhku atau mencelakanku? Karena aku tidak membiarkan mereka melakukan itu. Mereka hanya hantu, entitas yang lemah. Aku lebih kuat dari yang mereka duga. Aku adalah Tuhan untuk mereka, yang menggenggam jiwa-jiwa mereka. Dari hidup sampai kematian mereka, semuanya ada di tanganku."

Damar memaksa tawanya. "Konyol karena tidak pernah benar-benar memiliki sesuatu. Merasa memiliki mereka, nyatanya tidak. Suatu saat, kamu akan paham kalau kamu benar-benar tidak memiliki apa pun."

"Dan akan kubuat Alam juga merasakan itu, Om."

"Kenapa? Kenapa harus dia?"

"Karena dia memiliki segalanya. Itu tidak adil."

Alexandra's MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang