2. Kenangan Orang Lain

50.9K 5.8K 881
                                    

"Lo tahu dari mana soal domba?" tanya Cana tajam.

Alam hanya terus tersenyum misterius.

Lisa menoleh bingung ke arahnya, sementara laki-laki bermata sipit yang duduk di samping Alam juga ikut menoleh bingung ke arah mereka. Mereka berbicara seakan-akan telah saling mengenal dan hanya mereka yang mengerti pokok pembicaraan.

"Cana, Alam, tolong perhatikan saya," tegur Bu Riska.

"Maaf, Bu," kata Cana menunduk.

Cana terpaksa memutar kepalanya kembali menghadap ke depan dan memperhatikan Bu Riska. Alam sangat mencurigakan baginya. Bagaimana caranya laki-laki itu tahu soal domba di dalam mimpinya?

~~~

"Lo tahu dari mana?" Cana terus mendesak Alam agar menjawabnya, dan laki-laki itu terus membuat Cana kesal dengan senyumnya yang menyebalkan, seakan tahu segalanya. Bel istirahat telah berbunyi dan mereka berempat masih berada di dalam kelas.

Lisa masih duduk di bangkunya, enggan beranjak dari kursi. "Gue pikir, semua orang tahu kasus pembunuhan mengerikan itu." Lisa angkat bicara.

Cana menoleh.

"Itu kasus yang booming banget beberapa bulan ini," tambah laki-laki bermata sipit yang Cana ketahui bernama Samuel ketika Cana melihat badge namanya.

"Nah, Tuan Putri Cana Berly Alexandra, lo udah tahu kan kenapa gue tahu hal itu? Semua orang tahu." Alam mengedikkan bahunya, "Gue pikir, gue harus ke kantin karena cacing di perut gue kelaperan," tambahnya terkekeh.

"Tapi hal yang aneh kalau lo ngajak orang yang baru pertama kali lo kenal buat ngobrolin hal itu." Cana menyipitkan matanya.

"Lah? Emangnya kenapa? Kan gue cuma nanya, kira-kira siapa yang selanjutnya? Salah, ya?" Alam sekali lagi cengar-cengir. Bagi Cana, Alam yang terlihat serampangan dan bodoh, justru tahu akan sesuatu.

"Itu aneh," tukas Cana, "lo seakan tahu kalau akan ada korban selanjutnya," desak Cana. Ia tak berhenti mendesak Alam.

"Iya, gue pikir Cana benar. Gak ada yang tahu kalau akan ada korban selanjutnya." Lisa ikut menyelidik.

"Easy to read, guys. As an open book. Mudah aja mengambil kesimpulan seperti itu. Eh gue cabut, gue beneran lapar. Sam, lo ikut gak?" ajak Alam.

Samuel mengangguk sambil meregangkan tubuhnya, "Tapi gue gak mau makan mi instan. Bisa usus buntu gue makan mi terus kalau barang lo."

Alam tertawa renyah, sementara Cana masih terus memperhatikannya dengan tatapan menyelidik.

"Noodles makes my brain works easily, Bro. Kuy lah," katanya beranjak dari kursi. Namun sebelum ia pergi, ia menoleh lagi ke arah Cana. "Cana sama Lisa mau join?" ajaknya.

"Yuk, Can. Kita ke kantin juga, lo jangan diem-diem aja di sini." Lisa tersenyum.

Cana langsung berdiri ketika ia menyadari sesuatu. Ia beranjak dari kursi, menghampiri Alam. Ia masih tidak puas. "Kalian ke kantin duluan aja, masih ada yang mau gue tanyain ke cowok rese ini," kata Cana menarik Alam. Lisa dan Samuel bertatapan bingung.

"Eh? Lo mau bawa gue kemana? Aduhhh gue laper nih ntar gak bisa mikir... kalau cacing gue kelaperan terus makan usus gue, ntar gimana? Gue bisa mati karna luka dalam." Meskipun begitu, Alam pasrah saja dibawa Cana ke luar kelas.

"Itu konyol."

"Biar lo ketawa hehe."

Cana hanya memutar bola matanya kesal. Garing, pikirnya.

Alexandra's MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang