Gadis bernama lengkap Sabrina Anidya Faradhilla itu bergumam pelan sembari menuruni anak tangga menuju pintu utama.
Tangan putih mulus miliknya perlahan membuka pintu yang sedari tadi tak hentinya berbunyi dan dia tahu pasti siapa dalang di balik itu.
Tatapan kesal terpancar di wajahnya ketika pintu terbuka. "Apa sih lo?" Sungutnya ketika melihat wajah usil milik sosok yang sedari tadi menggedor pintu.
Tanpa perintah orang itu masuk begitu saja lalu duduk disofa ruang tamu. Seperti tak punya malu, orang yang bergender lelaki itu duduk dengan menyilangkan kedua kakinya lalu mencomot cemilan yang memang disediakan diatas meja.
Remaja lelaki itu menyerahkan buku tulis yang sedari tadi diapit nya diselah ketiak. "Kerjain pr gue dong," pintanya. Bukan. Lebih tepatnya menyuruh.
Sabrina mendengus. Terkaan nya benar. Pasti anak itu datang untuk bantuan.
"Kerjain sendiri!" Tolaknya."Tolong dong na," Memelas. Itulah hal yang sering dilakukan oleh lelaki itu setiap kali sabrina menolak membantu. Tidak. Maksudnya menolak untuk mengerjakan tugas miliknya.
Namun kali ini, Sikap memelas, pulpy eye, atau hal semacam apa pun itu sabrina tak takluk. Ia juga sedang banyak tugas hari ini.
"Lo punya tangan dan otak kan?" Mendenger pertanyaan sabrina. sontak saja ia mengangguk. "masih pada sehatkan?"lagi. Ia kembali mengangguk.Tersenyum tipis sabrina melihat dantae yang sedari tadi hanya mengangguk sembari tetap memperlihatkan pulpy eye andalan nya. "Nah, ya udah kerjain aja sendiri," Tae menggeleng cepat.
"Lo kan tahu otak gue ga seberapa dibidang matematika," dalihnya.
"Lo kan juga tahu kalo gue adek kelas lo, dan ga malu apa minta kerjain pr sama adek kelas?"
Jleb
Akankah kali ini ucapan sabrina menyadarkan dantae?Dantae terdiam, ia menggaruk tengkuk nya pelan.
Perkataan sabrina benar. Dia adalah kakak kelas sedangkan sabrina adik kelasnya. Bukankah seharusnya dia yang membantu sabrina mengerjakan tugas. Tapi ini, malah kebalikan nya.Kali ini ucapan sabrina mampu menyadarkan-nya. Namun itu hanya sebentar sebelum ia bergumam pada dirinya.
"Tapi nana kan pintar," ocehnya.Sabrina tak perduli dengan dantae yang sedang bergelut dengan pikirannya sendiri. Ia berjalan menuju anak tangga. menaiki satu persatu anak tangga dengan pelan. Harap-harap dantae tak menyadari kepergiannya.
Dantae menggeleng, menyadarkan diri dari lamunan. Matanya menoleh kearah dimana tadi sabrina berada. Tapi ia tak menemukan gadis itu.
"Na!" panggilnya setelah menyadari bahwa gadis itu sudah meninggalkannya. Sabrina menoleh acuh pada dantae lalu menetralkan jalan-nya menuju kamar.
"Nana!" Tetap pada pendiriannya. Sabrina tak ingin membantu dantae malam ini. Ia tak mengindahkan panggilan dantae, dan bersikap acuh pada lelaki itu.
Melihat sabrina yang acuh padanya membuat dantae menggerutu kesal. Tak perduli dengan gerutuan dantae.
Sabrina memasuki kamarnya, membiarkan dantae sendiri diruang tamu. Ia duduk dimeja belajar miliknya. Lalu mengerjakan tugas-tugasnya yang sempat tertunda sembari mendengarkan kalimat-kalimat sakral yang digumamkan oleh Dantae sebagai bentuk kekesalan lelaki itu padanya.
"Aish!" Kesal dantae seraya mengacak rambutnya kasar dan berjalan keluar rumah
karna gadis itu tak kunjung keluar.Sabrina membuka kembali pintu kamarnya saat suara bantingan keras terdengar dari luar. Dapat ia pastikan bahwa dantae lah pelakunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRUST ME
Teen FictionPercuma gue jelaskan jika pada akhirnya lo ga percaya dengan apa yang gue katakan. -Sabrina Anidya Faradhilla . .