selamat membaca~
——
Amaris PovSepertinya mulutku dan mulut Eri hari ini sedang dalam keadaan bodoh. Alias, kami sudah tahu jika membicarakan mama secara terang-terangan seperti itu akan menimbulkan masalah untuk kami berdua.
Tembok di rumah kami ini bagaikan telinga milik mama. Setiap kali sedang membicarakan sesuatu yang ada sangkut paut dengannya, ia pasti tiba-tiba muncul begitu saja.
Jika sedang membicarakan hal-hal baik atau sesuatu yang disukainya, itu bukan masalah.
Tapi, percakapan yang kulakukan dengan Eri itu bukanlah hal yang cukup bagus untuk didengar mama.
Dan, tentu saja kami akan terkena imbas dari kemarahannya. Apalagi, mama bagaikan seorang pembunuh jika matahari telah terbenam. Kami harus pandai menjaga ucapan dan tingkah laku saat warna jingga di sore hari, lambat laun mulai menggelap dan langit pun mulai menampakkan bintangnya yang berkilauan.
Papa jarang sekali ikut bermain, dia disibukkan dengan pekerjaan yang seakan tak pernah berkurang.
Dan aku bersyukur akan hal itu.
Tapi saat ia memilih untuk ikut bermain. Saat itulah kami tahu, hidup kami sangat terancam.
Mama memang gila dan papa dua kali lipatnya.
Saat ini aku tengah berlari menyusuri lorong demi lorong, ruangan demi ruangan.
Aku dan Eri berpencar, sayangnya mama malah mengejarku.
Aku mulai lelah, kakiku terasa lemas karena harus menaiki dan menuruni tangga berulang kali. Saat mama sedikit jauh di belakangku, aku segera memasuki kamar tamu yang berada tepat diujung lorong yang letaknya di lantai dua. Aku segera menguncinya. Mama memukul dengan keras pintu itu, ia sepertinya mulai menggunakan benda yang dibawanya, agar pintu bisa segera terbuka.
Aku berlari ke arah balkon, aku berencana untuk melompat ke arah balkon kamar milik Laskar, yang letaknya tepat di sebelah kemar ini.
Tapi itu terlalu jauh, akhirnya aku memilih untuk berjalan merambat, memijak diatas pijakan yang cukup kecil tapi itu sangat membantu. Aku berpegangan pada benda apapun di sana yang dapat menjaga keseimbangan tubuhku agar tidak terjatuh.
Akhirnya aku sampai, dan segera memasuki kamar milik Laskar.
"Apa yang kau lakukan?" Bisik Laskar dengan penuh penekanan.
"Diam. Aku sedang dalam bahaya. Tolong bantu aku, kau cukup berpura-pura tidur saja jika tak ingin terlibat." Aku menanggapinya dengan bisikan juga.
"Sialan kau. Sana cepat sembunyi, jika ibu bertanya aku akan mengatakan tidak tahu di mana kau berada."
Untung saja Laskar saat ini bisa diajak bekerja sama.
Aku segera menyembunyikan diriku di laci yang menjadi satu dengan kasur milik Laskar. Untung saja badanku ini termasuk mungil, jadi sangat cukup untuk masuk di dalam sana.
Saat aku sudah berada di tempat persembunyianku, sayup-sayup aku mendengar suara ketukan pintu dan mama yang memanggil Laskar.
"Laskar, buka pintunya."
Tok...tok...tok
"Laskar? Apa Laskar sudah tidur?"
Cklek...
Suara pintu terbuka.
"Laskar, apa mama mengganggu?"
"Tidak ma. Mama tidak tidur?"
"Tidak, mama sedang bermain bersama Iris dan Eri. Apakah Iris ada di sini?"
"Tidak ma."
"Ah begitu, mama akan mencarinya ke lantai bawah kalau begitu."
"Baiklah ma, semoga mama menjadi pemenangnya."
"Tentu saja, mama kan hebat."
Aku mendengar percakapan itu. Sedikit bernapas lega karena mama akan mencari ke lantai bawah. Itu tandanya aku aman disini.
Suara pintu kembali tertutup.
Ah ini benar-benar menegangkan. Aku tidak kuat berada di dalam tempat ini lebih lama lagi. Aku akhirnya memilih keluar.
Saat sudah keluar dan bernapas lega, ternyata keberuntungan tidak berpihak padaku saat ini.
Mama berdiri di sana dengan senyuman yang lebar.
Ah ternyata mama masih di dalam kamar ini. Kukira ia sudah keluar. Setelah kupikir-pikir mama tidak sebodoh itu untuk langsung ke lantai bawah.
"Laskar, mama tidak suka anak pembohong."
Aku melihat Laskar mematung di tempatnya sekarang. Aku melihat bibir Laskar yang seperti mengucapkan kata lari.
Aku segera berlari ke arah balkon dan segara terjun ke bawah.
"Shhh sial ini sakit." Ucapku saat terjatuh tepat di atas rerumputan. Untung aku tidak mati saat itu juga.
Aku tidak tahu apa yang terjadi pada Laskar saat ini, aku segera berlari ke arah taman belakang. Di sana ada sebuah pintu yang tersambung dengan basement.
Tapi saat berlari ke arah sana, seseorang menarik lenganku dan segera membekap mulutku agar tak mengeluarkan suara.
Eri.
"Sssh, ikut aku." Ia menuntunku ke arah gudang, tempat dimana barang-barang yang sudah tidak digunakan disimpan di sana.
"Eri, ini bukan tempat yang aman. Kita tidak bisa lari ke mana mana jika masuk ke gudang."
"Tenang saja. Yang harus kau lakukan saat ini adalah percaya padaku." Ucap Eri dengan nada yang sangat serius.
Kami memasuki gudang dan menguncinya dari dalam .
Aku melihat Eri seperti mencari sesuatu.
Eri berhenti di depan sebuah lemari tua yang besar. Itu adalah lemari milik mama yang telah lama tidak digunakan.
Aku melihatnya membuka lemari itu dengan sebuah kunci.
"Ayo masuk, kita aman disini." Ucapnya.
Aku segera mengikutinya. Aku sedikit ragu, tapi tak ada pilihan lain.
Saat kami sudah di dalam. Aku sangat terkejut.
"I-ini apa?"
-homesweethome-
ehmm.....anu, kalian paham kan ya sama yang ku maksud laci jadi satu sama kasur😭
huhuhu aku bingung nulisnya gimana, jadi dipahami aja lah yaa:))
mohon maaf yaa kalau ada penulisan kata yang salah atau kalimat yang berbelit😔🙏🏻
makasih udah mau mampir ke cerita yang ga jelas ini🥺
jangan lupa buat tinggalkan jejak di setiap chapter nya😆
see you~