Bulan Titik Balik

10 0 0
                                    

Sebulan ibu sakit, lelaki itu tak pernah sekalipun menghubungi, apalagi datang menemui.

Dia yang kalian kenal sebagai bapakku, suami ibuku.

Sudah dua tahun ini rupanya dia tak pernah pulang. Entah ke mana.

Mungkin, ke rumah gundik barunya.

Nomor telepon genggamnya pun tak bisa dihubungi ibu dan adikku. Aku sendiri sudah lama malas menanyakan kabarnya. Karena tahu, ujung-ujungnya hanya lah berkutat soal uang.

Selama dia tak pulang, silih berganti penagih utang datang ke rumah lantaran bapakku tak pernah membayar.

Ibu tak pernah bercerita soal itu. Juga melarang adikku untuk berbicara tentang masalah ini kepadaku.

Semua kepahitan ditelan sendiri oleh ibuku. Tak heran dia jatuh sakit.

"Ibu, aku mohon cukup. Jangan lagi memperjuangkan orang yang tak ingin diperjuangkan. Cukup...."

Sudah terlalu lama kau berjuang... sudah lama kau menderita, sudah lama kami sakit. Cukup....

"Tidak ada kata cerai dalam kamus hidup ibu."

Ah, sudahlah... kalimat itu sudah sering aku dengar.

"Sekarang, biar aku ambil alih tanggung jawab itu. Ibu beristirahatlah."

"Jangan! Kamu sudah 37 tahun. Harus mulai berpikir punya rumah, punya suami, punya anak."

Aku hanya bisa tersenyum sembari menyeruput tehku.

Sudah lama aku melepas mimpi-mimpi itu. Utang kebangkrutan kami 15 tahun lalu yang aku tanggung saja belum berujung. Apa bisa aku memikirkan pernikahan?

Lalu, adakah lelaki yang bersedia menerimaku dan keluarga kita yang ajaib ini?

Aku hanya ingin bahagia dengan caraku sendiri yang aku sendiri tak tahu kapan bisa tercapai.

Saat ini, aku hanya bisa menunggu keajaiban dari Tuhan, setelah memutuskan hengkang dari Jakarta.

Ibu, aku mantuk..

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 02, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

MantukWhere stories live. Discover now