✨✨✨
"Jangan!"
Dengan cepat aku menarik tubuhnya dari pinggir gedung itu. Hampir saja.
Aku memandanginya yang sampai sekarang masih saja menangis. Entah apa yang ada dipikiran gadis ini, mengapa ia berpikir untuk mengakhiri hidupnya seperti dengan cara ini?
Awalnya aku hanya ingin melepas penat akibat terlalu fokus bekerja selama seminggu ini dan aku malah bertemu dengan gadis yang sepertinya masih muda—sekitar tujuh belas tahun mungkin.
"Mengapa kamu melakukan hal itu? Kamu tahu itu bukan pilihan yang baik untuk mengakhiri sebuah masalah,"nasehatku padanya.
"Jika kakak tidak tahu apa yang saya alami, lebih baik kakak tidak ikut campur."
Dia memicingkan kedua matanya, tampak kesal dengan ucapanku barusan.
"Dengan saya melihat kamu sedang melakukan pencobaan bunuh diri, saya secara tidak langsung sudah masuk ke dalam masalah kamu itu. Untung tadi saya menyelamatkan kamu."
Gadis itu berteriak,"Lalu untuk apa kakak menyelamatkan saya?! Jika kakak tidak datang, saya pasti sudah tenang sekarang."
"Tenang? Dengan kamu bunuh diri, justru jiwa kamu semakin tidak tenang. Makanya, sebelum kamu bertindak, pikirkan dulu semuanya dengan matang. Jangan mengambil keputusan sepihak yang mungkin akan merugikan kamu. Kamu nggak mikir gimana perasaan orang tua kamu kalau mereka tahu anaknya bunuh diri?"
"Mereka mana mungkin peduli tentangku. Mereka hanya tahu mencari nafkah, uang, dan jabatan,"cicitnya.
Sepertinya aku sudah tahu masalah anak ini. "Orang tua kamu nggak pernah ngasih kamu kasih sayang? Mereka lebih peduli sama pekerjaan mereka, iya?"
Ia mengangguk.
"Kamu salah perspektif kalau gitu. Sebenarnya dengan mereka ngasih kamu nafkah yang bisa terbilang banyak, itu sudah merupakan bentuk kasih sayang. Ya, mungkin mereka juga salah, bahkan benar-benar salah. Nggak semua anak butuh uang terus, kadang mereka butuh kasih sayang juga. Tapi coba kamu mikir dari cara pandang orang tua kamu. Mungkin dulu mereka tidak 'seberuntung' kamu dalam hal ekonomi. Jadi, ketika mereka sudah menjadi orang tua, mereka cuma ngasih kamu uang aja. Karena apa? Karena mereka pernah merasakan yang namanya 'keinginan nggak dipenuhi orang tua mereka hanya karena nggak ada uang'. Coba sesekali kamu ajak mereka bicara, jelasin apa yang kamu mau. Mungkin kalian kurang komunikasi aja."
Dia menganggukkan kepalanya pertanda mengerti. Tangisnya sudah berhenti beberapa waktu yang lalu.
"Mungkin kakak benar. Saya nggak akan melakukan hal bodoh tadi lagi. Terima kasih karena sudah membuka pola pikir saya. Semoga kakak sukses selalu dan tetap jadi orang baik."
Dia memelukku sebelum pergi.
"Sama-sama. Kamu juga, bahagia selalu, ya."
—END—
Jumlah kata : 393
KAMU SEDANG MEMBACA
Tempat Untuk Kembali Pulang
Ficção GeralSegala hal baik yang kamu lakukan akan kembali kepadamu. Tidak ada yang salah dari berbuat kebaikan, dan kebaikan itu tidak pernah memandang umur, jenis kelamin, atau apapun itu. Cukup lakukan sesuai hatimu.