Penyesalan

4 2 1
                                    

       Sofia menangis di kamar, menyesali semua perbuatannya pada Ragi. Karena ego yang tinggi t'lah membawa raga dan jiwanya jauh dari si buah hati.

      "Maafin mama, Nak ...." Tangis Sofia makin kencang. Bahunya ikut berguncang.

       Beruntung, di rumah hanya ada dia sendiri saat itu.

       Sofia terus menangis sembari memukul-mukul dada. Merasa amat berdosa dan hina.

       Dulu, satu tahun sebelum bercerai dan meninggalkan Ragi. Diam-diam ia menjalin hubungan terlarang dengan mantan kekasihnya, Danu.

        Keduanya bertemu di sebuah acara reuni sekolah dan saling bertukar nomer kontak.

       Sofia yang kala itu kerap merasa kesepian dan kurang perhatian dari Bima. Secara tidak sadar menjadikan masa lalunya itu sebagai sandaran baru.

       Terlebih saat itu Danu sudah 4 tahun menyandang status duda satu anak, setelah istrinya meninggal dalam sebuah kecelakaan.

      "Ragi, maafkan mama, Nak ...." Sofia terus memukul dada. Merasa sangat menyesal.

       Namun, sesal hanya tinggal sesal. Apa yang sudah terjadi tak mungkin bisa diulang lagi.

      "Ragi ...!" Sofia memekik pedih. Seraut wajah tampan putranya terus berkelebat memantik rindu sekaligus sesak di dada.

       Namun, apa boleh buat? Keinginan untuk bertemu si buah hati, tidak semudah saat ia meninggalkannya dulu.

       Sofia sadar akan hal itu. Bima ataupun Mariana, pasti tidak akan pernah mengizinkannya bertemu Ragi.

       Tangis Sofia perlahan mereda. Wanita 38 tahun itu mengembungkan dada, lalu mengempiskannya perlahan.

       Tak ada cara lain, dirinya harus menemui Ragi secara diam-diam.

       Sofia mengelap wajahnya yang basah. Tak ada lagi raungan, hanya sedikit isak tersisa. Setitik harapan kembali mengisi relung jiwa.

****

       Detik waktu terus berjalan. Siang berganti malam, malam diganti siang. Begitu roda kehidupan terus berputar.

       Pagi-pagi sekali, usai menyiapkan sarapan untuk suami dan anak sambungnya. Sofia sudah bersiap pergi dengan alasan hendak ke pasar.

       Danu tak banyak bertanya, terpenting baginya Sofia sudah melakukan tugasnya sebelum ia pergi ke kantor.

       Lagi pula, ART di rumahnya sedang cuti untuk seminggu ini. Jadi, semua tugas rumah Sofia yang bertanggung jawab. Termasuk belanja keperluan sehari-hari ke pasar.

       "Ayah, bunda ke pasar dulu, ya ... sarapan sudah siap di meja makan!" teriak Sofia di luar pintu kamar mandi.

       "Iya, hati-hati di jalan! Bawa motornya jangan ngebut!" Danu menyahut dari dalam.

       Setelah berpamitan, dengan langkah yang tergesa-gesa Sofia keluar menuju pekarangan.

****

       Kicau burung ramai terdengar di balik rimbun dedaunan. Sang surya sudah menampakan setengah dari wajahnya. Kehangatan pagi begitu terasa di rumah Bima.

       Mariana menggeleng-geleng kepala sambil menepuk dahi. Putra dan cucunya tak jauh beda. Mereka bergantian memanggilnya.

      "Mah ... apa mama lihat kunci mobilku?!" teriak Bima dari ruang tamu.

      "Nek, kaos kaki Ragi yang hitam di mana?!" Ragi tak mau kalah. Turun dari lantai dua.

       "Mah!"

       "Nek!"

        Anak dan ayah itu nyaris bertubrukan di pintu dapur.

        Mariana menghela napas pelan, menatap dua lelaki kebanggaannya yang cengengesan. Sementara Bi Imah terkikik pelan sambil mencuci piring di wastafel.

       "Sarapan dulu ...." Mariana menunjuk meja makan dengan gerakan wajahnya.

       "Tapi kunci mobilku ...."

       "Kunci mobilmu ada di atas bufet." Mariana memotong. Bima tersenyum lega. Setidaknya hari ini ia tidak akan terlambat lagi gara-gara kunci mobil.

       "Mama emang the best!" Bima mengecup pipi Mariana lantas duduk di kursi meja makan.

       "Terus, kaos kaki Ragi gimana?" Ragi masih berdiri di ambang pintu.

       Mariana tersenyum. "Masih di keranjang jemuran, nanti nenek ambilkan ... sana sarapan dulu."

        Ragi mengangguk dan menyusul Bima duduk di kursi meja makan.

       Selang beberapa menit, tiba-tiba ponsel Bima berdering dan menampilkan panggilan dari kantor.

       "Halo ... baik, saya segera ke kantor!"

        Selepas mendapat telepon dari orang kantor. Bima bergegas menyambar tas kerjanya dan pergi tanpa menghabiskan sarapan.

        Mobil Bima bergerak pelan keluar pagar dan melaju cepat setelah memasuki jalan, melewati Sofia yang sejak sepuluh menit lalu mengawasi rumahnya, duduk di atas motor metic.
      
        Sofia mulai gelisah. Jantung berdebar lebih cepat dan telapak tangannya dibasahi keringat dingin. Dalam hati ia terus merapalkan doa, berharap Ragi mau membuka pintu maaf untuknya.

      Sosok yang dinantikan muncul. Keluar dari pintu rumah yang dulu pernah ditinggalinya.

      Bibir Sofia bergetar tanpa suara. Mata yang menghangat perlahan memanas. Dan butiran embun itu tak mampu lagi ditahan.

      Sofia segera bergerak mundur dan sembunyi saat sosok mantan ibu mertuanya muncul di sana.

       "Hati-hati di jalan ... jangan ngebut!" peringat Mariana pada cucunya.

       Ragi mengangguk dan mencium tangan sang nenek sebelum meninggalkannya.

       Melihat Ragi sudah naik di motornya, Sofia pun bergegas naik ke motornya dan memakain helm.

      Saat motor Ragi mulai memasuki jalan dan melewatinya, Sofia segera menyalakan mesin motornya dan mengikuti.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 07, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SEBUAH TRAUMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang