#1

61 4 0
                                    

Suara derap langkah pada lorong koridor putih mulai terdengar nyaring di telinga. Bau obat-obatan sudah tercium sejak pria berusia 23 tahun ini melangkahkan kakinya memasuki pintu utama gedung ini. Ia berjalan menuju sebuah pintu yang kini sudah berada tepat di depannya. Sebuah pintu putih yang tercantum papan bertuliskan "Dokter Hadi". Pria itu berdiri cukup lama di depan pintu, kemudian sambil menelan salivanya ia mulai memberanikan dirinya untuk mengetuk pintu.

Terdengar suara dari dalam yang memintanya untuk masuk. Dengan keberanian yang sudah ia kumpulkan sebelumnya, ia mulai membuka pintu itu perlahan. Masuk dan melihat seorang pria paruh baya berpakaian rapi dibalut jas putih dan sebuah stetoskop melingkar di lehernya, yang tengah duduk di kursi kerjanya. Lagi-lagi ada papan bertuliskan "Dokter Hadi" di atas meja kerjanya. Iya, tidak salah lagi, pria paruh baya itu ialah pemilik ruangan ini. Dokter Hadi.

Dokter Hadi tersenyum kepada pria yang baru saja memasuki ruangannya dan dibalas dengan senyuman yang sedikit kaku juga canggung.

"Kamu Alfian, kan?" tanya Dokter Hadi pada pria yang masih berdiri di depan pintu sambil tersenyum canggung. Beberapa bulir keringat di wajah Si pria pun terlihat samar oleh Dokter Hadi.

"Iya, Dok. Saya Alfian dari Universitas XX yang akan koas di sini."

"Silakan duduk dulu, Alfian."

Alfian, pria berusia 23 tahun yang akan menjalani masa koas kedokterannya di dampingi oleh Dokter Hadi. Alfian duduk di kursi depan meja kerja Dokter Hadi. Ia gugup, sangat gugup. Namun Dokter Hadi lagi-lagi tersenyum dengan ramahnya.

"Santai saja, gak perlu grogi." Ucap Dokter Hadi.

Iya, sejak awal Dokter Hadi memang terasa sangat ramah. Hal tersebut membuat Alfian sedikit lebih rileks. "Iya, Dok."

"Kalau begitu perkenalkan dulu, saya Dokter Hadi. Ya, seperti yang kamu lihat saya sudah terlalu tua hahaha. Usia saya 58 tahun. Sebenarnya saya sudah mau pensiun, tetapi karena beberapa alasan saya harus tunda dulu." Dokter Hadi menceritakan tentang dirinya pada Alfian tanpa perasaan canggung. "Kalau begitu, Alfian, mohon bantuannya ya!" ucap Dokter Hadi sambil tersenyum.

"Siap, Dok! Mohon bimbingannya juga!"

***

Jam menunjukkan pukul 7 malam. Sebenarnya Alfian sudah diizinkan pulang oleh Dokter Hadi tetapi ia memilih untuk keliling sebentar di rumah sakit tempatnya melaksanakan koas ini. Tujuannya agar ia lebih familiar dengan lingkungan kerjanya. Setelah berjalan-jalan, memeriksa tiap-tiap sudut ruangan dan menghafalkannya, Alfian tiba pada tujuan terakhirnya, rooftop.

Rooftop di rumah sakit ini di buat menyerupai taman. Ada bangku-bangku dan beberapa tanaman hias di sana. Sangat menyejukkan melihat hijaunya tumbuhan diikuti oleh hembusan angin. Sayangnya rooftop ini sepi. Bukan tanpa alasan, rooftop ini memang dibuat khusus para pegawai rumah sakit jadi pasien dilarang berada di sini. Taman yang biasa di datangi pasien adalah taman yang berada di belakang rumah sakit.

Alfian melangkahkan kakinya menuju sebuah bangku yang ada di sana. Duduk menyandarkan bahunya, mengadahkan wajahnya ke arah langit, dan memejamkan matanya. Ia menarik nafasnya dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Kedua sudut bibirnya terangkat, ia merasa senang dan tenang. Ia merasa damai.

"Lagi bahagia ya?"

Sebuah suara menghancurkan kesunyian yang sedang dinikmati oleh Alfian. Alfian terkejut dan segera membuka kedua matanya. Semakin terkejut, Alfian mendapati wajah seorang gadis berada sekitar 30cm di atas wajahnya. Posisi wajahnya terbalik dengan Alfian dan pucat, gadis itu berada di belakang bangku tempat Alfian duduk, sambil menunduk untuk melihat wajah Alfian yang sedang terduduk.

Alfian berteriak kaget dan refleks menjauhi bangku yang ia duduki hingga ia terjatuh ke lantai-lantai rooftop. Gadis itu masih melihat ke arah Alfian sambil memiringkan sedikit kepalanya. Wajahnya menunjukkan kebingungan. Gadis itu mulai menggaruk pelan pelipisnya yang bahkan tidak gatal.

"Loh? Kaget?" tanya gadis itu.

Meskipun sudah mengetahui jawabannya, Si gadis tetap bertanya. Alfian mulai mengatur nafasnya dan kembali berdiri. Alfian masih sedikit ketakutan.

"K... kamu b... bukan h-hantu kan?" tanya Alfian.

Mendengar pertanyaan Alfian, Si gadis diam beberapa detik untuk mencerna pertanyaannya. Kemudian tertawa terbahak-bahak. Hal itu semakin membuat Alfian takut. Alfian mengambil satu langkah mundur untuk menjauh dari gadis yang bahkan belum pindah dari posisi awalnya. Gadis itu mengatur nafasnya setelah puas tertawa karena pertanyaan Alfian. Ia menatap Alfian dan tersenyum. Alfian sedikit tersentak, ia merasa senyum gadis ini terasa familiar.

"Aku pasien di sini." Ujar Si gadis dengan masih ada sedikit sisa tawa.

Mendengar jawaban dari gadis tersebut Alfian merasa tenang. Alfian juga baru menyadari pakaian yang digunakan gadis itu ialah baju pasien di rumah sakit ini. Ia mulai menghembuskan nafas dengan lega. Hanya hitungan detik. Setelah Alfian merasa lega ia kembali terkejut. Matanya membelalak menatap gadis super pucat di hadapannya.

"P-PASIEN?!" kali ini justru Alfian lebih terkejut. "Tapi ini kan area terlarang buat pasien? Kenapa kamu bisa ada di sini? Kamu arwah penasaran ya?" lagi-lagi pertanyaan tidak masuk akal terlontarkan oleh Alfian.

Kali ini Si gadis diam tidak bereaksi apapun.

"Daripada arwah, aku ini sebenarnya adalah..." kata-kata gadis itu menggantung.

Alfian menelan salivanya. Keringatnya bercucuran meskipun angin malam di atas rooftop ini sangat menyejukkan. Tubuhnya kaku menunggu kata selanjutnya dari Si gadis. Ia menatap gadis itu yang perlahan mulai menunjukkan seringai mengerikan.

"Vampir."

Gadis itu menyeringai, memperlihatkan sederetan giginya. Alfian yang ketakutan melihatnya seakan ada taring panjang di antara sederetan gigi gadis itu. Alfian teriak cukup kencang dan mulai berlari menuju ke pintu keluar. Dalam pelariannya ia samar dapat mendengar gadis itu tertawa terbahak-bahak.

.

.

.

.

.

.

.

TO BE CONTINUE...

HAYLO SEMUANYA!

Akhirnya aku kembali menulis lagi di platform ini setelah cerita "Ganendra". Kamu kangen Ganendra gak? atau belum kenal sama Ganendra? kalau belum buruan gih baca cerita Ganendra.

Tapi maaf aja nih, kali ini bukan lagi cerita milik Wulan dan Ganendra.

Sekarang aku bakal menceritakan kisah Nabila dan Alfian. Si gadis vampir dan seorang dokter. Penasaran gak? tungguin terus ya! doain semoga aku konsisten uploadnya hehe.(Selain itu, maklumin kalau ada typo ya!)

see you di bagian selanjutnya!!!

MATAHARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang