"Eh, Di? Kok belum mandi? Katanya mau pergi kunjungan industri?" tanya kak Bila heran saat melihat gue keluar dari kamar dalam keadaan kusut masai.
"Iya, keberangkatannya ditunda sejam. Bentar lagi aja, ah, mandinya," sahut gue seraya menyendok nasi goreng. Kak Bila hanya manggut-manggut.
"Inget, jangan lupa sama kami," gumam Kak Bila.
"Oke, Kak. Kakak mau apa? Ntar Di bungkusin deh." Gue nyengir.
"jam gadang satu paket" sambarnya cepat.
"Miniatur atau fotonya?"
"Aslinya," jawab kak Bila tergelak.
"Eleeh." Gue mesem-mesem.
Ibu muncul dari dapur. Tangannya mengenggam beberapa bawaan lalu meletakkannya di atas meja makan, tak lupa sambil mengeluarkan petuah-petuah bijak yang akan disampaikannya sebentar lagi. Gue menghitung dalam hati. Satu, dua–
"Diani, ini minumnya. Jangan diilangin tupperware-nya. Jangan lupa bawa minyak kayu putih. Makan yang teratur. Jangan belanja yang berlebihan, secukupnya aja," pesan Ibu sambil mengecek kembali bawaan gue.
"Iya, Ibu sayaaang."
"Hati-hati di sana."
"Iya, Ibu."
"Jangan iya iya aja. Ingat pesan Ibu."
"Iya, Ibu." Gue dan kak Bila berpandangan lalu nyengir sementara Ibu menggeleng-geleng kepala melihat kelakuan anak-anak gadisnyaa ini lalu masuk kembali ke dapur.
NUNG! NUNG! NUNG! NUNG!
Ponsel gue mendadak berseru nyaring. Gue melongok menatap layarnya.
Tian incoming call.
"Ha–"
"Dianiii!!" Suara Tian yang melengking keluar dari sana.
"Kenapa, sih, lo?" sungut gue menjauhkan HP dari telinga.
"Lo dimana? Bus udah mau berangkat, Dii!!"
"Hah, serius lo?" mata gue membelalak kaget. Apa-apan ini.
"Iya, Di! Cepetan datang!!"
G-U-E S-Y-O-K.
***
Narrator POV
"Riku-kun, ayo, kita berangkat sekarang," panggil okaasan yang sudah berada di dekat mobil. Rambut lebatnya dibiarkan tergerai indah.
Dengan langkah gontai, Riku berjalan menuju mobil yang akan mengantarnya ke bandara. Sebisa mungkin ia ingin mengulur waktu dan membiarkan pesawat pergi tanpa mereka. Namun, melihat wajah Ibunya yang bahagia membuat Riku mengalami dilema hebat.
"Ayo, masuk, Sayang."
"Eh, tunggu, Okaasan." Riku merasakan getaran aneh saat dia hendak memasuki mobil.
Ternyata ponsel pintarnya berdering. Air mukanya berubah drastis menatap sebuah pesan yang masuk. Ia menatap sang Ibu cemas.
"Okaasan, Diani–"
"Ayo, Riku," potong Ibunya lembut sambil mengedikkan dagunya. Sejenak Riku tak mengerti, tapi kemudian dia memasuki mobil yang langsung melesat.
***
Gue berlari sekuat tenaga menuju sekolah. Koper besar yang gue bawa berbunyi kretak-kretak keras saat beradu dengan aspal. Gue gak lagi mempedulikan napas gue yang memburu. Ataupun bentuk rambut gue yang udah gak karuan lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
A THREAD OF LOVE [PROSES TERBIT]
Teen FictionIni bukan pondok pesantren. Apalagi asrama putri. Melainkan sebuah SMK dengan 90% dari total populasinya dihuni kaum pemakai rok. Jangan mengharapkan kisah cinta yang manis di sini. Karena hidup 3 tahun di SMK berarti romusa. Namun, tiba-tiba makhl...