PROLOG

46 2 0
                                    

Hari ini adalah hari perpindahan bagi keluarga Anggana dari Bandung menuju Palembang dikarenakan ada keperluan pekerjaan. Namun sedari pagi hingga sore, alam sekitar Bandung seakan tak mengizinkan keluarga Anggana untuk meninggalkannya.

Dalam gemuruh hujan yang tak kunjung mereda dan ditemani suasana dinginnya hujan, ditengah orang-orang yeng sedang berlalu lalang menyusun barang-barang untuk memasukkannya kedalam truk, ada seorang gadis berambut coklat alami dan bermata hitam pekat yang berpadu sempurna diwajah mungilnya. Gadis itu tampak termenung meratapi hujan di dalam sebuah gazebo di pekarangan rumahnya.

~~~

"Hai! namaku Naomi, biasa dipanggil Mimi salam kenal!" ucap ramah seorang gadis berambut pendek dan bermata coklat sambil tersenyum manis lalu mengulurkan tangan.

"Xean, ada yang ngajakin kenalan tuh" ucap Seorang wanita paruh baya yang masih tampak cantik kepada putrinya yang sedang bersembunyi dibalik tubuhnya itu.

"H-hai Naomi. N-namaku Xean" ucap Xean memberanikan diri sambil mengulurkan tangan kepada teman barunya itu.

~~~

Air mata mengalir membasahi pipi merah muda Xean. Tak terasa, sudah delapan tahun ia berada di kota Bandung. Kota hujan yang menjadi kota rantau terfavorit bagi Xean. Ya, Xean selalu berpindah-pindah mengikuti tempat penugasan sang papa.

Xean lahir dan dibesarkan hingga sekolah dasar di Kalimantan tepatnya di Tarakan. Namun, belum sempat menyelesaikan sekolah dasarnya, Xean sudah pindah lagi ke Jawa Barat tepatnya di Bandung. Dan sekarang, ia harus meninggalkan kota Bandung. Xean adalah gadis yang sangat sulit untuk beradaptasi dengan lingkungan baru. Apalagi, kota bandung telah berhasil membuatnya nyaman, hal ini semakin membuatnya merasa keberatan untuk beradaptasi dengan orang-orang baru di Sumatera kelak.

Xean menyeka air matanya yang mengalir menggunakan punggung tangannya. Ia mengambil jas hujan yang ada di pojok gazebo lalu pergi meninggalkan gazebo sembari memakai jas hujannya.

Ia terus berlari hingga meninggalkan pekarangan rumahnya, menyebrangi jalan setapak, kemudian memasuki pekarang rumah yang tidak ada gerbangnya dan sampailah ia tepat didepan pintu rumah dua lantai berwarna hijau yang sepertinya sedang tidak berpenghuni.

Mengetuk pintu sembari menekan bel hingga berulang kali, namun tampaknya usaha itu sia-sia, karena sama sekali tak ada sahutan dari sang pemilik rumah. Lalu Xean berlari menuju ke arah belakang rumah itu, tepatnya ia menuju rumah pohon. Menerobos hujan yang menghalangi pandangan mata dan diiringi dengan suara gemuruh petir tak menyurutkan langkah Xean untuk menuju ke rumah pohon.

Sesampainya di depan rumah pohon, Xean mendongakkan kepala, melihat rumah pohon untuk yang terakhir kalinya. Senyuman kecil nan manis tampak terukir di parasnya, lalu memejamkan mata, terduduk di atas rerumputan dan di bawah hujan, ia tenggelam bersama hujan.

~~~

"Xean, ayo sini buruan deh. Tuan beruang dan nyonya beruang udah gak sabar untuk memulai acaranya"

"Xean, ayo sini buruan deh. Temen yang lain udah gak sabar untuk memulai acaranya"

"Xean, buruan deh. Bantu aku bersiap-siap untuk kencan pertama dengan pacarku!"

~~~

"I-iya Naomi, sebentar lagi aku datang" ucap Xean seakan sedang menyahut ucapan Naomi dari serpihan-serpihan masa lalu yang di buat oleh angannya sendiri.

Yaps, hari ini adalah hari terberat bagi Xean. Benar-benar berat. Pada hari ini, Xean dan keluarganya harus pergi meninggalkan rumahnya dan kota Bandung. Namun, pada hari terakhirnya di kota Bandung ini, Naomi sedang tidak berada disisinya. Naomi sudah sejak satu minggu yang lalu berada di Rumah Sakit Mohammad Rizman, Jakarta Pusat dikarenakan ibunya yang sedang sakit dan mengharuskannya untuk dirawat di Jakarta Pusat.

Benar-benar tidak ada ucapan perpisahan, pelukan perpisahan dan semua hal-hal yang berbau perpisahan di antara mereka.

***

Xean membuka matanya perlahan, lalu melihat keadaan sekitar ruangan. Ia Nampak kebingungan lalu mencoba mengingat-ingat apa yang telah terjadi pada dirinya. Namun ia tidak berhasil mengingat apa yang telah terjadi dikarenakan kepalanya yang masih terasa sangat pusing. Akan tetapi, kedua sudut bibirnya terangkat saat ia menyadari bahwa ruangan yang saat ini ia tiduri adalah kamar tamu yang ada di rumahnya.

"Kenapa senyum-senyum gitu?" ucap Zenna yang membuat Xean tersentak kaget.

"Nih diminum dulu untuk menghangatkan badan" ucap Zenna tersenyum, lalu menyodorkan teh hangat kepada Xean.

Xean lalu mengubah posisinya dari tidur menjadi duduk kemudian menerima teh hangat yang diberikan oleh Zenna.

"Makasih ma" ucap Xean lalu menyeruput teh hangat itu.

"Oh iya ma, kita ga jadi pindah?" ucap Xean bersemangat yang membuat Zenna terkekeh.

"Ya jadi dong sayang, berhubung tadi lagi hujan deres, jadi pindahannya di undur besok pagi" ucap Zenna sambil mengelus pelan rambut putrinya itu.

"Lu sih pake acara pingsan-pingsanan segala, jadi di undur kan" sahut Kelvin yang tiba-tiba muncul di depan pintu kamar.

"Diem lu, kalo mau pergi sekarang pergi aje lu sendiri sono. Udah ga betah gue tinggal bareng lu" ucap Xean sambil menatap tajam Kelvin yang pergi ke luar kamar.

"Hus...ga boleh gitu, tadi abang Kelvin lho yang nemuin kamu pingsan di depan rumah pohon" sahut Zenna menenangkan Xean yang selalu emosi melihat tingkah Kelvin.

"Percuma menolong diiringi dengan ngedumel. Ga ikhlas itu namanya, ga bakal dapet pahala" ucap Xean lalu merebahkan tubuhnya di kasur dan menarik selimut hingga menutupi wajahnya.

Zenna hanya bisa menggeleng pelan sambil menghela nafas melihat tingkah anak sulung dan anak keduanya yang tak pernah akur itu. Meskipun jarak usia di antara keduanya terpaut usia 5 tahun, namun Zenna tetap memaklumi. Kelakuan Kelvin yang selalu usil dan memiliki mulut pedas sepedas seblak hot jeletot dan di tambah Xean yang mudah tersulut emosi. Bisa kalian bayangkan seperti apa kegaduhan yang ada dirumah itu setiap harinya.

Namun sebenarnya, sifat seorang kakak kepada adiknya akan tetap ada bagaimanapun keadaannya. Seperti Kelvin yang terlihat sangat panik saat sedang mencari Xean tadi sore.

Namun Xean, ah sudahlah. Sepertinya Xean memang tidak memiliki rasa kasih sayang kepada abangnya itu. Bagaimana tidak? mengunjungi kamar Xean lalu mengganggunya sebelum tidur dan sebelum berangkat ke kampus seakan telah menjadi rutinitas bagi Kelvin. Sudah berulang kali tuan Anggana menawarkan apartement untuk menjadi tempat tinggal Kelvin. Guna meminimalisir kegaduhan yang ada di rumahnya setiap hari serta untuk membuat Kelvin menjadi orang yang lebih mandiri. Akan tetapi Kelvin selalu menolak. Ia seringkali merasa kesepian dan selalu bergidik ngeri jika membayangkan tinggal di apartement seorang diri, apalagi pada saat malam hari menjelang. Xean menyebutnya sebagai 'pria tampan yang bernyali kecil'


XEANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang