"eh Alra, kerjain tugas gue ya. Nih 20 ribu buat lo jajan nanti, pliss!" Ujar seorang siswi seraya menyerahkan buku tulisnya di depan meja siswi lain bernama Alra.
"10 ribu aja seperti biasa De." Balas Alra, siswi bernama Dea didepannya itu menggeleng.
"Enggak, anggap aja itu bonus karena lo selalu bantuin gue." Ujarnya, Alra tersenyum mengangguk.
"Makasih banyak." Dea mengangguk kemudian keluar kelas setelah memanggil teman-temannya yang masih mengobrol di bangku lain.
"Gaes! Kantin seperti biasaa!" Teriaknya. Alra tersenyum kecut melihat kepergian meraka, bagaimana jika dia berada di posisi Dea. Mempunyai popularitas, banyak orang mau mengantri bisa berteman dengannya, kaya, dan memiliki semuanya. Dea adalah salah satu contoh orang sempurna dikelasnya.
Alra tidak pernah masalah dikelas dia tidak punya teman sama sekali, bahkan dia duduk sendiri di bangku bagian belakang. Kata orang di bangku bagaian belakang hanya untuk orang-orang bodoh, tetapi tidak untuk Alra. Alra adalah salah satu murid yang pintar dikelas, dia selalu menepati peringkat kedua dikelasnya setelah cowok bernama Ersen.
Alra tidak peduli jika dia hanya dimanfaatkan oleh Dea untuk mengerjakan tugas miliknya. Tetapi setidaknya ketika ada salah satu murid yang membully nya, Dea selalu membantunya. Yah hanya itu, eh tunggu sepertinya ada yang lupa oh yaa dan satu lagi kebaikan Dea. Alra mengerjakan tugas miliknya tidak dengan percuma, tetapi dengan upah.
Alra membuka buku milik Dea, ketika dia akan menulis tiba-tiba dia ingin buang air kecil. Alra memutuskan untuk ke toilet lebih dulu, entahlah akhir-akhir ini dia selalu mudah pipis. bukan si, lebih tepatnya setelah kejadian 2 minggu. Kejadian yang sebisa mungkin Alra lupakan dengan mengerjakan soal-soal di buku. Tetapi itu sangatlah susah, terlebih jika orang yang melakukan hal itu kepadanya bersekolah disini juga, dan dia adalah seniornya.
Alra menutup pintu toilet, kemudian mengusap air matanya yang tiba-tiba mengalir hanya karena memikirkan hal itu. Setelah selesai buang air kecil, Alra menuju wastafel untuk mencuci tangannya. Tetapi dia malah merasa mual, Alra masuk kedalam bilik toilet lagi tidak ada yang keluar seperti biasanya.
"Apa? Yang bener! Dia dikeluarin?" Ujar seseorang luar bilik yang Alra tempati.
"Iya gara-gara hamil. Tetapi emang gak heran si, dari kelakuannya aja udah kelihatan lonte." Balas temannya.
Alra memengangi kepalanya, dia perlahan duduk di lantai toilet. Matanya memanas, mendengar penuturan siswi itu. Siapa orang yang dikeluarkan dari sekolah karena hamil itu? itu pertanyaan kecil di kepalanya. Dan pertanyaan besarnya adalah, bagaimana jika dia hamil dan dia akan dikeluarkan dari sekolahan ini?
"Enggak! Aku enggak sedang hamil, ini pasti gara-gara kecapekan doang." Gaum Alra mengusap air matanya. Alra berdiri kemudian keluar dari bilik toilet tanpa mendengarkan lagi omongan siswi itu.
Langkah Alra berhenti ketika mendengar suara rusuh dari lorong. Dia sudah terbiasa dengan hal itu, suara rusuh itu adalah suara pentolan sekolah yang sedang lewat. Mata Alra terkunci pada salah satu pentolan sekolah tersebut, cowok itu... Yang dengan mudahnya memberikannya kartu ATM untuk belanja sepuasnya. Alra bahkan muak melihat kartu ATM itu apa lagi mengambilnya, dia tidak akan sudi. Cowok itu pikir apa? Harga dirinya hanya sebatas duit kah...
Tatapan Alra bertemu dengan tatapan cowok itu yang datar. Alra membuang muka kemudian pergi menuju kelasnya lewat arah lain, dia muak dengan semuanya. Bahkan ketika cowok itu melihatnya, dia malah seakan tidak peduli dengannya. Hanya satu yang Alra harapkan, cowok itu meminta maaf padanya. Jangankan meminta maaf, bahkan rasa bersalah pun tidak pernah dia tunjukan.
Alra mengurungkan kepalanya di kedua tangannya, dia sudah duduk di bangkunya. Menggigit bibir bawahnya untuk menahan air mata yang akan mengalir setelah melihat cowok itu walau itu gagal, pada akhirnya dia menangis di kelas lagi tanpa semua sadari.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALDRA | An Accident Season
Teen Fiction"Al, gue kayaknya ngidam." "Hah? K-kakak Ngidam apa?" "Gue pengen, makan anggur." "I-iya uudah, aku ambilin." "Tapi, lewat mulut kamu!" "Mak-sud kakak?" "Suapin pake mulut kamu, sayang"