Pengenalan

12 0 0
                                    

Happy reading ;)

Evano berdiri mematung, ia tidak tau harus berbuat apa. Cewek itu terus meneteskan air matanya bahkan sampai sesegukkan. Evano menghampiri cewek yang memperkenalkan diri sebagai Vandella itu, ia sungguh bingung harus berbuat apa, Evano tidak tau cara untuk menenangkan Vandella.

Saat itu Vandella berharap kalau saja Evano langsung mendekapnya, karena sudah satu tahun Vandella menunggu kehadiran Evano. Sayangnya Evano hanya cuek berdiri tanpa mengucapkan sepatah katapun.

"Lo bener-bener nggak inget gue?" tanya Vandella yang akhirnya buka suara.

Evano menggaruk kepalanya karena bingung. "Sorry, gue nggak kenal lo."

Vandella malah menangis lagi, ia bahkan terkejut melihat sikap dingin Evano. "Gue kira setahun setelah kecelakaan lo bakal inget gue lagi, ternyata tebakan gue salah selama ini."

"Seberapa pentingnya lo di hidup gue? Sampai-sampai lo nangis lihat gue?" tanya Evano.

Vandela menghela napasnya, ia mencoba mengatur emosinya. "Gue nggak tau seberapa jauh ingatan lo saat ini selepas kecelakaan dulu, yang pastinya lo itu penting banget di hidup gue!"

Keadaan mendadak hening seketika, mereka berdua hanya diam di tempat tanpa berani menatap satu sama lain. Tidak lama kemudian, Kakek Evano datang dengan mobil sedan tuanya itu. Suara klakson dari mobil Budi mengejutkan mereka berdua.

Budi menurunkan setengah kaca mobil kirinya, kemudian meneriaki nama Evano.

"Ayok Bro!"

Lantas melihat kehadiran Budi, Evano bergegas menuju mobil. Kakeknya adalah seorang penyelamat dimana saat itu Evano tengah berdada pada situasi yang sangat awkward.

Evano langsung pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun.

Evano menaiki mobil itu, hingga ia terduduk lemas dan menghembuskan napas kasarnya.

Lantas Budi kebingungan melihat cucunya itu, ia menyeringitkan dahinya kemudian menatap keluar melihat Vandella yang tidak berhenti melihat Evano.

"Siapa gadis itu?" tanya Budi.

"Nggak kenal!" jawab Evano ketus.

"Ayo ajak dia masuk ke mobil, biar sekalian kita anter. Kasihan dia pulang sendirian!" perintah Budi.

Evano berdecak. "Ngapain sih Kek, dia juga bisa pulang sendiri."

Budi menggelang-gelengkan kepalanya, kemudian ia menurukan kembali kaca mobil di dekat Evano. "Nak, ayo naik. Barengan sama Evano."

Vandella menunjuk dirinya sendiri, "Saya Kek? Nggak usah Kek, saya naik angkot aja di depan."

"Nggak baik loh nolak rezeki." teriak Budi lagi.

Dengan keadaan terpaksa Vandella menaiki mobil itu.

***

Selama di perjalanan, lagu khas tahun 80-an menguasai atmosfer saat itu, ditambah lagi Budi yang terus-menerus melemparkan pertanyaan kepada Vandella tanpa henti. Sedangkan Evano memilih tidur dan menyumbat telinganya dengan headset.

Budi terus menyikut lengan Evano agar ikut berbincang juga, namun Evano menepis pelan tangan Budi, mengisyaratkan agar ia tidak digaanggu. Ia sangat benci situasi seperti ini, apalagi mencoba berbicara dengan cewek yang sok kenal dengan dirinya.

"Hey, temennya diajak ngobrol dong." ucap Budi tertawa kecil.

"Harap dimaklumin ya Della, Evano anaknya keras kepala." Imbuh Budi lagi.

Vandella tersenyum, "Nggak papa Kek."

"Semoga bisa sahabatan sama Evano ya, kasihan dia nggak punya temen, masih mahasiswa baru di sini. Hehe.." gelak Budi mengejek Evano.

"Iya Kek.." jawab Vandella.

"Dulu itu Evano juga kuliah di sini, cuma ada beberapa masalah yang menimpa Evanoa, jadi dia tinggal di Jerman setahun yang lalu."

"Vandella hanya menganggukkan kepalanya sambil tersenyum, dia sebenarnya sangat tau mengenai kejadian itu. Vandella belum siap memberi tau kepada Budi kalau saja ia sudah mengenal Evano sejak dulu.

"Ya gitu Nak, Kakek mohon bantuin Evano kalau ada urusan di kampus ya!" pinta Budi kepada Vandella.

"Baik Kek."sahut Vandella.

Tidak lama setelah itu mobil berhenti di halaman rumah Vandella, ia berpamitan dan berterima kasih kepada Budi dan Evano karena telah memberikannya tumpangan. Suara klakson dari mobil meng-iyakan ucapan terima kasih Vandella.

***

Evano langsung menuju biliknya, ia merasa lelah dengan kuliahnya hari ini apalagi Evano juga bertemu cewek aneh yang membuatnya bertambah stress. Dia merebahkan tubuhnya di atas kasur, kedua lengannya membentang memenuhi kasur.

Ponsel Evano tiba-tiba berdering, tangan kanannya meraih ponsel yang berada di meja. Evano menyeringitkan keningnya, ia tidak mengenal nomor yang menelponnya kala itu. Evano memilih untuk tidak mengangkat telepon itu.

Beberapa menit kemudian terdengar bunyi nada pesan masuk dari ponsel Evano. Ia mengira itu adalah pesan dari Kakeknya. Wajah Evano mendadak aneh setelah membaca pesan itu.

Walaupun telepon gue nggak lo angkat, btw, makasih ya udah nganterin gue pulang ;))

"Ah, cewek sok kenal tadi!"

Pesan baru masuk lagi. Evano sangat tidak berniat membuka pesan itu, tapi jarinya mendadak tidak mau diatur. Pesan itu terbuka.

Gue tau lo nggak bakalan bales pesan gue, tapi inget ya satu hal ini. Nama gue Vandella dan gue bakal bantuin lo buat pulihin ingatan lo.

Evano terheran-heran, cewek yang bernama Vandella itu bagaikan hantu baginya. Datang tanpa aba-aba dan berlagak sok kenal. Bahkan cewek itu juga memiliki nomor ponselnya. Evano mengacak kasar rambutnya.

Evano menghampiri Budi yang sedang menonton televisi di ruang tengah. Ia memasang wajah kusut seperti benang.

"Kenapa sih Van? Kayak anak gadis tau manyun-manyun gitu." goda Budi.

"Kakek kan yang ngasih nomer aku ke cewek tadi!" timpal Evano.

"Apa salahnya toh, Vandella juga ceweknya kelihatan baik. Belum punya teman kan? Mana tau nanti kamu butuh bantuan bisa hubungin dia." ujar Budi dengan maksud baik.

Evano terlihat sangat tertekan. "Tapi nggak harus ngasih nomor aku juga kali kek, kenapa nggak nomor kakek aja yang kakek kasih?"

"Emang sekarang kakek yang kuliah? Seharusnya kamu bersyukur ketemu Vandella itu, lagian kamu juga nggak punya kenalan kan di kampus?"

"Suka hati kakek lah."

Budi tersenyum puas melihat reaksi Evano.


_________

Tetap stay yaah ;)

Evano & MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang