Cuaca dan suasana saat ini tentunya sangat asing bagi Evano. Walaupun mendung namun hawa terasa panas hingga terasa menembus kulitnya dan atsmosfer di sekitar terasa begitu berbeda. Padahal dulu ia pernah tinggal di Indonesia, namun ia sungguh tidak mengenal lingkungan itu.
Pandangannya tidak pernah lepas dari jendela mobil. Macet kota Jakarta, suara klakson motor dan mobil saling berlomba-lomba memamerkan bunyinya, bahkan juga banyak gedung-gedung menjulang tinggi sama seperti di Jerman.
"Gimana Vano? Nyaman nggak sama suasana kota Jakarta?" tanya Budi–Kakeknya Evano.
"Hmm.. lumayan Kek," jawab Evano sambil terkekeh. "Kakek masih kuat ya nyetir mobilnya?" imbuh Evano lagi.
Budi tertawa lepas, kemudian memegang jenggotnya yang sudah memutih itu. "Jangan pandang umurnya Kakek, walau udah tua gini, tenaga Kakek mungkin lebih kuat dari Papa-kamu."
Mereka berdua tertawa.
Tak banyak pembicaraan penting kala itu, hanya sedikit coretan kisah masa lalu Evano ketika masih balita. Budi sangat bahagia menceritakan kisah-kisah dahalu, mendongeng dengan caranya sendiri.
Empat jam di perjalanan dari bandara menuju rumah sangat melelahkan. Bukan hanya lelah semata, bahkan pantatnya sudah tidak terasa lagi akibat duduk lama karena macet parah. Evano meregangkan tubuhnya setelah keluar dari mobil.
Sungguh hening dan tenang, pepohonan dan suara alam saling menyatu. Rumah Budi tidak pernah berubah bentuk sejak dari dulu, suasana rumah tua itu terlihat begitu kental, perabot rumah yang terbuat dari jati tua itu masih sama kokohnya seperti dulu.
Barang antik mengisi penuh di setiap sudut ruang rumah. Terdapat foto berukuran besar dengan warna hitam putih terpajang mencolok di ruang tamu rumah. Foto gadis cantik dengan memakai kebaya zaman dahulu.
"Ini siapa Kek?"
"Istrinya Kakek."
Evano berpikir keras. "Berarti Nenek aku dong."
"Nah, cakep!"
"Nenek kemana Kek?" tanya Evano.
"Lah, nggak diceritain Papa ya?"
Evano menggeleng, Budi juga ikut menepuk jidatnya. "Nenek kan udah lama meninggalnya, sekitar 8 tahun yang lalu." jelas Budi.
"Sorry ya Kek, Vano nggak tau."
"Ya Allah, nggak papa. Ngapain minta maaf segala." ucap Budi. Evano terkekeh sembari menggaruk kepalanya karena malu.
Di kala itu, Budi mengajak Evano berkeliling rumah. Budi menunjukkan detail semua isi rumah agar nantinya Evano tidak bingung. Sebenarnya rumah yang Evano tempati ketika dulu di Indonesia masih ada, karena Evano masih belum stabil, Henri menyuruhnya untuk tinggal bersama Kakeknya dulu.
Mata Evano terus melirik ke arah yang ditunjuk oleh Budi, ia memahami setiap perkataan Budi lalu mencernanya ke otak. Evano benar-benar kagum, setiap cerita yang keluar dari mulut Budi membuat dirinya ikut ke dalam imajinasi itu.
***
Sudah satu minggu Evano mendiami rumah Budi, menyiapkan segala keperluan untuk kuliahnya lagi. Evano masih setia dengan kampusnya dulu, Universitas Nusantara. Evano pindah sebagai mahasiswa transfer hingga Evano dapat melanjutkan semester-an kuliahnya di kampus barunya ini.
Tepat hari ini adalah hari pertamanya kuliah, Evano tidak perlu lagi mengikuti kegiatan ospek kampus, karena ia bukan mahasiswa baru. Betapa beruntungnya Evano, ia dapat mengurus semua keperluan transfer kuliahnya dan tidak jadi mengikuti ujian seleksi masuk perguruan tinggi untuk ke tiga kalinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Evano & Memories
Novela Juvenil(Terima kasih karena tidak menjadi silent reader) Evano & Memories adalah sekuel dari Vandella. *** Kehilangan ingatan membuat sifat Evano berbanding terbalik dengan dirinya yang dulu. Dimana Evano yang dulu adalah seseorang yang hangat, ramah, usi...