Asmaraloka bagian keempat, Nakula dan bahagia, astungkara.

202 68 5
                                    


Dari dalam diriku kerap merindu Nakula, bibir nan mata sama sekali tidak pernah berdusta. Pun, makin hari pohon randu itu juga menunggu sang bupala.

Kemana Nakula?

Aku duduk di bawah pohon randu, memutar kembali beberapa memori yang tiba tiba terekam dengan jelas menggambarkan senyum Nakula.

Dan...

Tiba tiba pula, Hiekala ada.

Entah darimana sang lalu itu datang, tiba tiba saja menjadi bagian dari sekarang. Ah... Nakula, andai saja kamu ada waktu itu. Aku tidak akan jatuh hati dan berada dalam jurang pilihan ini.

5 menit berlalu kuhabiskan dengan menatap angan, tiba tiba harum yang dibawa sang bayu mengantarkanku tersenyum dan teringat kembali.

Kenangan Nakula dan baju seragamnya yang berbau lembut seperti madu,

"Na-U-La!"

Aku tersenyum lebar dan menghampirinya yang kini juga tersenyum dan menaikkan alisnya bingung,

'Kok tahu aku disini?'

Aku menunjuk hidungnya, 'parfum'

Nakula kemudian berjalan mendahuluiku dan berbaring menatap awan yang tertutup helaian daun randu.

Aku buru buru menulis sesuatu untuk bertanya pada Nakula. Anggap saja kali ini aku melewati batas menjadi sedikit lebih dari sekedar teman.

Sahabat,

'Dari mana aja? Kok ngga kelihatan mulu?'

Nakula membawa pesanku dan mengambilnya, ia tidak membalas pesanku melainkan melanjutkan tidurnya.

Datang datang langsung tidur, dasar Nakula!

"Kamu kan sama cowo itu kemarin, aku ngga mau ganggu."

Nakula terlihat menggerutu, mungkin dia mengomentari sikapku yang sedikit terlewat batas dari hanya sekedar teman.

'Nakula maaf'

Nakula bangkit dari tidurnya dan menatapku, ia menaikkan alisnya mencoba mencari penjelasan lain.

'Maaf aku cuma p-'

Nakula tiba tiba memegang tanganku, 'pelan pelan, aku belum fasih kaya cowo itu'

Aku mengernyitkan kening, Nakula membahas apa kali ini?

Nakula mendecak dan kembali memunggungiku, rupanya dia menulis sesuatu.

'KAMU SAMA HIEKALA KAN KEMARIN!? KOK DIA KENAL KAMU? BISA AKRAB LAGI!?'

Saat ini...

Aku benar benar ingin mencubit pipi Nakula yang menggembung sembari memberiku tulisan itu.

Rupanya, adam ini tengah cemburu.

Ah... tidak Delilah. Kamu cuma halu.

Aku menghela nafas pelan, 'jelasin dulu kamu satu minggu kemana?'

Meski pelan pelan, Nakula perlahan menjelaskan. Kemarin, neneknya sakit dan ia harus merawatnya karena ia cucu kesayangan neneknya. Tak lama, acara lain menyusul yaitu saudaranya datang dari Korea.

'Hiekala saudara kamu?'

Nakula nampak cemberut, 'iya!'

Sejenak aku menyembunyikan semburat malu yang ada di pipiku. Hari ini Nakula benar benar kembali.

Dengan perlahan aku mengeja kalimat untuk Nakula, sebuah kalimat yang membuat Nakula mengempeskan pipi gembulnya itu,

'Aku ngga akan bilang Hiekala siapa dan kenapa bisa kenal, untuk sekarang cukup kamu tahu Hiekala dan kamu punya ruang masing masing dan porsinya sendiri'

'Banyak aku apa Hiekala?'

Aku terkekeh, 'kamu, Nakula.'










Tbc.
Melody.

Asmaraloka | JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang