1. saling jahil

2 3 0
                                    

Motor sport melaju membelah jalanan. Para pengendara roda dua banyak berucap sabar saat motor itu melewati mereka. Tak sedikit juga ada yang mengumpati motor sport itu.

"Hei! Jalan bukan punya bapak lu ya kambing!" umpat seorang bapak-bapak pengendara motor.

Motor sport merah itu membelok ke arah parkiran sekolah.

Keluar cowok berseragam putih abu-abu, saat turun dari motor mewahnya, dia langsung berkaca di kaca spion motornya.

Jemari tangannya menyisir rambutnya sambil sesekali memuji ketampanan sendiri. "Wedeh! Cakep bener ya gua," ujar Langit dengan pede nya.

Saat sedang memuji ketampanan nya, tiba-tiba kepalanya dijitak.

"Aduh!" ringis Langit sambil memegangi kepalanya yang berdenyut, karena jitakan yang cukup kuat sehingga sampai berbunyi.

Langit menoleh ke belakang, menyorot tajam kepada orang yang bertampang santai.

"Punya masalah apa sih lo subuh Syafi'i ini sama gue!" ujar Langit menahan amarahnya.

Senja tersenyum, menampakkan deretan giginya yang rapi.

"Nyengir lo biawak!" umpat Langit gregetan.

"Habisnya lo tuli banget sih! Makanya gue geplak aja kelapa lo," ucap Senja dengan entengnya.

Langit berpikir sejenak, sepertinya sahabat satunya ini memang lagi kehabisan obat waras.

"Kepala Senja! Bukan kelapa!"

Senja menepuk jidatnya, seolah memang salah bicara.

"Oh, sorry."

Langit menatap Senja dari ujung kaki sampai ke ujung rambut. Sesekali menggelengkan kepalanya.

"Lo gak mandi ke sekolah?"

Langit melontarkan pertanyaan yang membuat kesal Senja.

Senja melipat tangannya di depan dada, "mandilah, masa kagak."

Langit tersenyum jahil, mendapati ide untuk membuat kesal Senja.

Tangannya terulur mengajak-ajak rambut Senja. "Rambut lo berantakan, gak nyisir rambut ya lo?"

Senja menepis tangan kekar Langit dari kepalanya, bisa-bisa seperti nenek gombel rambutnya jika tidak dihentikan.

Mata Senja menyorot tajam Langit. "Heh Ferguso! Lo mau gue kasih bogem hah!" bentak Senja.

"Widih, wajah doang yang ayu. Tapi kelakuan gak ada ayu ayu nya lo."

Senja berjalan. Tak lupa menyenggol lengan kekar Langit. Bisa gila Senja jika terus berbicara dengan Langit.

Langit menarik tangan Senja, sehingga tanpa sengaja Senja terpeleset jatuh ke dalam dekapan Langit.

Mata keduanya beradu, jarak yang menepis keduanya membuat Senja terpaku.

Jika dipandangi dengan intens wajah Langit memang sangat tampan, dengan rahang keras, mata hitam dan hidung mancung yang menawan. Hal yang di idamkan banyak kaum wanita. Namun, herannya Senja, Langit masih saja berstatus jomblo.  Bahkan sepanjang jalan kenangan mereka bersahabat, Langit tidak pernah bercerita menyukai seorang cewek, atau bahkan sekedar pdkt.

Senja berpikir bahwa Langit gay, karena tidak mungkin dirinya yang banyak dan kagumi oleh wanita, tidak satupun ada yang dipilihnya untuk dijadikan kekasih.

"Udah?"

Alis Senja menyatu, bingung dengan kata yang keluar dari mulut langit.

Senja membenahi posisi mereka yang seharusnya tak terjadi. Menatap sinis Langit. "Udah apa?"

SelatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang