"...Joong?" Tegur Seonghwa setelah kesekian kali ia memanggil sahabatnya, namun tak ada satupun respon yang ia terima.
Seonghwa mengikuti arah pandang Hongjoong, yang menuju pada seorang gadis di bangku paling depan. Jeon Soyeon, ketua kelas mereka yang tengah mendengar penjelasan Yoona-ssaem sembari menyoret-nyoret bukunya.
Seonghwa tersenyum jahil. "Hongjoong, kau suka sama Soyeon, ya?"
"Hah?! Tidak!" Kesadaran Hongjoong kembali sepenuhnya kala mendengar pertanyaan Seonghwa. Pasalnya, ia benar-benar sedang memikirkan sesuatu. Memandang ke arah Soyeon hanya kebetulan saja.
Tetapi teman-teman sekelasnya sudah terlanjur menatapnya karena ucapannya yang menginterupsi penjelasan Im Yoona, guru Bahasa Inggrisnya.
"Apanya yang tidak, Hongjoong-ssi? Kau tidak mendengarkanku, kan?"
"Tadi saya tanya ke Hongjoong—"
Hongjoong buru-buru menutup mulut Seonghwa, menggagalkan niat pemuda pecinta stroberi itu untuk menjawab pertanyaan Yoona.
"Maaf, Ssaem. Tadi Seonghwa mengira maag saya kambuh."
"Oh ya, kau Kim Hongjoong yang kemarin dilarikan ke rumah sakit?"
Hongjoong mengangguk kaku. "I-iya, Ssaem."
"Tidak apa-apa, saya juga minta maaf. Kalau merasa tidak enak badan lagi beritahu saya, ya?"
"Oke, Ssaem!" Jawab Seonghwa, menggantikan Hongjoong. Beruntung Yoona hanya terkekeh kemudian meninggalkan kelas, pertanda jam pelajaran Bahasa Inggris sudah berakhir.
Park Seonghwa. Menurut Hongjoong, namanya terdengar bagus di telinganya. Karakternya pun tidak buruk sebenarnya, namun ia terlalu jujur seperti sebuah permen-wujudnya tetaplah sama, meski ia dibungkus semenarik mungkin.
Kata Seonghwa, Hongjoong seperti kopi—pahit, jika tidak ditambah gula atau krimer. Hongjoong butuh lingkungan yang selalu mendukungnya, berada di sisinya setiap saat. Entah saat ia terjatuh, maupun saat ia bangkit.
Dan Seonghwa ingin menjadi gula atau krimer bagi kopi sepahit Hongjoong.
"Bawa stroberi lagi?" Tanya Hongjoong ketika melihat Seonghwa mengeluarkan kotak bekal dari tasnya.
Pemuda manis itu menggeleng, "Tidak, kali ini sushi." Ia duduk di kursi seberang Hongjoong, kursi milik Kang Yeosang.
Hongjoong mencomot satu sushi berisi ikan tuna. Lumayan enak, pikirnya. Setelah itu ia membiarkan Seonghwa menghabiskan sisanya.
"Hongjoong nggak beli makanan?"
Hongjoong menggeleng. "Bosan."
Seonghwa mengernyit sebentar, lalu menjentikkan jari. "Kalau bosan, coba pelihara sesuatu deh. Aku juga pernah pelihara kucing, tapi dilarang sama Ibu."
"Kenapa?"
"Aku tidak sempat mengurusnya, hehe. Dan tidak ada yang mau menggantikanku mengurus Chicco. Akhirnya, sepupuku yang merawatnya. Tapi kudengar sekarang dia sudah tidak bernyawa." Seonghwa menunduk, mungkin tak ingin Hongjoong melihat raut sedihnya. Kata kakaknya, Park Inseong, saat Seonghwa sedih atau ingin menangis wajahnya terlihat lebih jelek dibanding wajah aslinya.
Seonghwa merasakan tangan Hongjoong mendekat kearahnya. Ia pikir Hongjoong ingin memaksanya untuk menatap manik tajamnya, namun Hongjoong justru menarik tubuhnya ke dalam sebuah pelukan. Kim Hongjoong sudah lebih dari sebuah paham jika berhubungan dengan kehilangan atau kandasnya hubungan. Entah itu dengan manusia, ataupun dengan sesuatu yang kita senangi.
"Suatu saat kau akan menemukan pengganti Chicco. Aku yakin." Hibur Hongjoong, meski ia tak tahu itu akan menghibur Seonghwa atau malah membuatnya lebih sedih.
"Bagaimana kalau Hongjoong saja yang jadi pengganti Chicco? Ayo, coba mengeong." Seonghwa menyengir.
"Apa? Tidak mau." Hongjoong membuang mukanya.
"Aku hanya bercanda, kok."
Seonghwa cemberut, berpura-pura ingin meninggalkan Hongjoong sendirian di ruang kelas. Benar saja, Hongjoong meluruskan kakinya, mencegah Seonghwa meninggalkan kursi yang bahkan bukan miliknya.
"Maaf,"
"Tak apa. Tapi beritahu aku kalau Hongjoong berubah pikiran, ya!" Setelah mengatakan itu, Seonghwa berlari keluar kelas.
Pada akhirnya Park Seonghwa benar-benar meninggalkannya sendirian di kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Coffee and Candy
FanfictionKatanya, kebaikan dan keburukan itu bagaikan kopi dan permen.