Nirwa selalu kalah

754 121 11
                                    

Happy Reading
Maafkan typo

Yang baru gabung silahkan follow yaak

Terima kasih doa-doanya.

==💕💕💕===

Bismillah,

BAB 15

Sepulang kantor Nirwa mampir membeli salah satu ramen instan berbendera Korea. Makanan yang pas buat suasana hati yang panas.

Setelah mandi Nirwa memasak ramen berbendera Korea. Ia makan di ruang tivi. Tidak lama terdengar suara mobil Devandra memasuki carport.

"Kamu makan apa?" tanya Devandra melihat wajah Nirwa merah dan berkeringat.

Nirwa tak menjawab. Melanjutkan Kembali makannya tanpa menayakan suaminya mau makan atau mandi dulu, seperti biasanya. Nirwa berpikir, Devandra tidak mungkin makan. Pria itu pasti sudah makan bersama Shina.

"Nir ...."

"Mas, nggak liat aku makan apa?" jawab Nirwa acuh.

Mata Devandra menatap wajah Nirwa dan piring di tangannya secara bergantian.

"Kamu lagi ada masalah?" tebak Devandra. Ia sudah mulai paham kebiasaan Nirwa jika kesal atau marah selalu makan yang pedas. Bon cabe level tertinggi tersimpan pada lemari gantung di dapur.

Devandra duduk di sebelah Nirwa, tidak lama kemudian tangannya mengambil piring dari tangan Nirwa.

"Mas, apa-an, sih!" Nirwa mencoba mengambil piring dari tangan Devandra. Pria itu langsung bangkit dari duduk melangkah ke dapur diikuti Langkah kesal Nirwa di belakangnya sambil bertanya. "Mas, mau di bawa ke mana mie-nya?"
Devandra terus melangkah tanpa memedulikan pertanyaan Nirwa.

Mata Nirwa membulat melihat Devandra membuang ramen ke tempat sampah dekat kompor.

"Loh, kok, di buang? Mas, kan pernah bilang tidak baik buang makanan," protes Nirwa.
Devandra berbalik lalu mendekati Nirwa yang wajahnya berkeringat dan bibir memerah menahan pedas.

"Itu wajib dibuang jika membahayakan istri Mas."

Wajah Nirwa langsung mencebik berjalan ke arah dispenser mengambil minum.

"Nggak mau cerita? Ada masalah apa?" tanya Devandra lagi.

"Mas juga nggak mau cerita, abis makan di mana?" Nirwa balik bertanya dengan mata menatap kesal. Lidahnya masih terasa panas karena ramen yang pedas.

"Oh ... ini alasan kamu makan pedes.' Devandra tersenyum seperti tidak sedang berbuat dosa.

"Oh ..." Nirwa mengopi ucapan Devandra dengan wajah sinis. Kemudian mendekati meja menaruh gelas.

"Sudah hilang penasarannya? Sudah tahu Sahara ada di mana? sudah tahu kapan dia pulang?" Nirwa memberondong pertanyaan dengan nada kesal bercampur marah, matanya sudah menghangat. Dan ia benci jika harus menangis. Inilah alasannya mengapa ia suka perutnya sakit daripada menangis. Air matanya, hanya boleh keluar jika melihat Ambu dan Abah sakit atau susah.

Devandra melangkah menghampiri Nirwa.

"Nir, Mas belum makan. Mau temani makan?" pinta Devandra seakan mengalihkan pembicaraan.

Nirwa tak menjawab melangkah menuju kamar langsung menutup pintu. Mana mungkin Nirwa percaya suaminya belum makan.

Tidak lama terdengar suara minyak di penggorengan. Nirwa pura-pura ke kamar mandi.

Ada rasa bersalah singgah di hati, melihat Devandra menggoreng telur dan nuget. Pria itu benar-benar belum makan. "Terus ngapain saja selama di restoran?" tanya Nirwa dalam hati.

Jodoh Tak Pernah salahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang