"H-heh bangsul lo bang!"
"Siapa suruh mie goreng gue Lo kasih tai kering?!"
"A-anjirhhh lepasin duluhh, gue k-kagak bisa napas bang!"
Si Abang yang masih kesal melepaskan bantal yang ia tekan pada wajah sang adik. Tidak ada rasa bersalah di raut wajahnya setelah hampir menghantarkan adiknya kepada malaikat maut.
Setelah memastikan pernapasannya membaik, si adik tertawa dengan keras. Sampai matanya menyipit dan merasakan kram pada perutnya. Abang hanya menatap adiknya dengan sinis, tunggu saja pembalasannya.
"Gimana bang rasanya? Enak ya? Jhahahah"
"Enak pala Lo benjut. Pait anjim, gue kira krenyes-krenyes tuh kerupuk yang ada di mie goreng. Ternyata tai kering. Gue khawatir ayamnya tuh cacingan, tai yang gue makan tadi ada cacingnya nggak ya?" Ngedumel ngga jelas, Abang langsung berjalan ke kamar mandi.
Berniat buang hajat, supaya tai ayam kering yang tercampur pada mie yang ia makan tadi ikut keluar bersama tai real-nya. Pemikirannya sih gitu.
Tapi, apakah tai kering itu sudah diolah oleh tubuhnya untuk bercampur dengan tai miliknya? Kalau belum, 'kan percuma ia men-tahi sejam penuh untuk mengeluarkannya. Jika faktanya masih berada di tubuhnya.
Setelah melihat abang keluar dari kamarnya, si adik menghentikan tawanya lalu turun dari kasurnya. Berniat mengerjakan PR yang diberikan gurunya tadi pagi. Begini-begini dirinya rajin tahu!
Membuka buku tulisnya yang bertuliskan 'Vino Pramudipta'.
Tapi tak lama kemudian, buku tulis itu ia tutup kembali dengan kasar.
Tangannya dengan kuat mencengkram kepalanya. Rambut hitam lebatnya ia jambak frustasi.
"Ya Allah, kenapa ketika hamba ingin rajin ada saja cobaannya?"
"Hiks, gue kagak paham semua ini. Kenapa matematika lama-lama cuma ada hurufnya sih?!"
Vino menangis bombay, tangannya mengusap pipinya seolah ada air mata yang keluar. Padahal mah zonk. Dasar raja drama.
"Apa gausah gue kerjain aja ya?"
"Eh tapi ntar nilai gue kosong dong!"
"Ehe lihat brainly aja lah!" Dengan sumringah, Vino membuka hp untuk mencari pencerahan. Namun, tak lama kemudian wajahnya berubah datar.
"Ya mana saya tahu, kok tanya saya? Heh gue gak nanya lu—yang gak bisa itu ya bangsul! Gue nanya yang udah bisa! Pede amat lu! Huahhh, sabar Vin sabar. Insyaallah orang sabar masuk syurga eheh."
"Yaudah lah ya, gue pelajari materinya aja yekan. Sapa tau nyantol yekhannn?! Harus iya! Pokoknya harus!"
1 hour later...
Brakk!
Brugh!
Dubrak!
Semuanya acak-acakan. Rambut seperti orang kesetrum, wajah datar kayak orang gublu, buku-buku berserakan, seprei bantal guling sudah terlempar kemana-mana.
"Setelah gue baca ini semua materi berulang-ulang. Pada akhirnya....otak gue ini gak sanggup!"
Tangan kanan Vino menutupi wajahnya. Mulai mendrama. Menangis bombay.
"Hiks, memang. Memang ini takdirnya. Aku dan kau—matematika, kita pada akhirnya memang tak bisa bersama. Hiks...hiks...uhukkkk....huwekkk"