10. pak putra

516 170 200
                                    

dek rafa mulai lelah ngadepin klien2 belakangan ini, kepala pusing sampe di iket biar retaknya ga melebar 😅😂
dalah tutup aja bisnisnya dek 🤣

Sari POV

Aku tuh kurangnya apa sih di mata pak Putra?
Cantik iya, pinter iya, anggun iya, ngatur keuangan iya.

Untuk ukuran seorang perempuan dambaan para lelaki, aku ini termasuk salah satu perempuan yang masuk hitungan incaran para lelaki loh.

Apabila ada yang balik bertanya, kalau memang aku ini dambaan para lelaki tetapi kenapa sampai sekarang masih single? Jawabannya adalah karena aku sedang mencari lelaki yang kaya, yang kaya, yang kaya.

Kembali pada moto aku 'Jelek gak papa, asal banyak duitnya, yang penting apa, harta dan tahta'.

Selama ini lelaki kaya nan mapan kebanyakan sudah beristri, kalaupun belum beristri orientasi seksualnya menyimpang, tidak menyukai perempuan cantik seperti aku, sukanya lelaki juga.

Huff... tanpa sadar aku menghela nafas panjang lewat mulut.

Mau bagaimana lagi usahaku untuk menjerat pak Putra.

Berbagai cara sudah aku lakukan. Bersikap anggun, bertutur kata lembut ketika berbincang dengan beliau, menatap matanya lembut, berdandan cetar ketika berhadapan dengannya, memakai minyak wangi yang dari jarak 100 meter sudah tercium wangiku.

Tetapi mata pak Putra tidak fokus padaku, beliau seperti tidak ingin melihatku dan tidak ingin berada di dekatku walaupun beberapa menit lamanya.

Cara apa yang harus aku lakukan? Masa aku harus ke dukun, ah, tidak, tidak, merebut suami orang saja sudah dosa, masa aku harus meminta bantuan dukun, dosa yang aku tanggung nantinya makin berlipat-lipat.

Udah nanti tidak dapat pahala ketika beribadah, terus nanti uang aku terkuras banyak untuk memperpanjang jangka waktu peletnya.

Ahh, gak deh, coret dukun, jangan pakai cara itu.

"Ya mana gue tau kalau mereka begitu Junaidiiii!!!"

Suara Melan yang lumayan kencang menarik perhatianku.

Wajah rekan kerjaku itu terlihat suntuk dengan mata meradang menatap layar komputernya, aku tahu mata Melan sebenarnya di tujukan pada lawan bicaranya di ujung telepon sana.

Melan meremas poninya lalu kembali merapikannya dengan cepat, mungkin tersadar kalau hampir membuat mata orang silau terkena pantulan kening lebarnya.

Ternyata ada yang lebih berat beban hidupnya, Melan dari kemarin memang sering mendapat telepon dari seseorang dan ujung-ujungnya membuat Melan uring-uringan walaupun tidak mempengaruhi kinerjanya.

Aku mengamati Melan yang menarik nafas panjang dalam diam, mungkin dia sedang mendengarkan suara dari si penelpon.

"Gila! Ya mana gue tau, tapi kemarinan dia bayar full sisaannya kok"

Tuh kan benar, masalah uang. Tapi bukan hutang kayanya ya, barusan aku dengar 'dia bayar full sisaannya' artinya malah Melan kan yang mendapatkan uang, ohh...pantas saja kemarin dia menolak bantuanku mentah-mentah.

Eh tapi si penelpon yang ini sama dengan yang kemarin bukan? Aku menopang dagu memperhatikan dengan seksama ke arah Melan.

Aku menepuk kening ketika tersadar, ngapain jadi ngurusin urusan orang padahal aku punya urusan sendiri yang belum ada jalan keluarnya.

Tubuhku yang tadinya sedikit menghadap Melan lalu bergerak lurus ke depan. Tanganku kembali mengetik dengan lentiknya, cat kuku yang semalam aku oles jangan sampai tergores, nanti bisa mengurangi penampilan cetarku.

SimatupangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang