Chp. 3 : Its You

1.2K 92 12
                                    

★★

Aku berfikir. Memikirkan sesuatu.Memikirkan apa yang akan ku tulis di kertas ini. Aku diam sambil menatap kertas putih yang masih bersih tidak terkena goresan apa pun.

"Ra," panggil pria itu duduk disamping ku. Aku hanya menoleh ke arahnya tidak berkata apa pun.

"Kau tau kan. Aku menyukai siapa?"

Dear! apa ia akan menyakiti ku lagi sekarang? Aku kembali menatap kertas itu dan mulai menulis.
"Ya aku tau" balasku.

"Kau tau. Tapi sekarang aku yang
tidak tau"

Aku diam. Tangan ku yang sedari tadi menulis di kertas itu pun berhenti sejenak dan kembali menoleh ke arah pria itu. Aku menatap nya penuh arti. Ia menatap ku juga sama.

"Kau tau! Yang kau suka itu---"

"Bukan. Maksud ku. Aku yang tidak tau tentang dirimu. Kau tau kan? Kita sudah berteman selama 10 tahun. Tapi aku tidak tau pria yang kau cintai itu siapa?" selanya yang memotong ucapan ku. Aku menghela nafas, lalu mengalihkan pandanganku dan kembali menulis di kertas putih itu. Bodoh! kenapa kau begitu bodoh Justin Bieber. Jelas yang ku suka adalah dirimu. Bodoh!
apa kau tidak merasakannya?

"Ada. Tapi aku tidak akan memberitahu dirimu"

Pria itu berdecak kesal. Ia memutarkan bola matanya lalu memegang lengan ku
"Ayolah.. Beritahu aku siapa dia?" ia memohon sambil mengoyangkan tangan ku. Aku mengigit bibir bawah ku lalu menatapnya.

"Tapi aku.. berencana berhenti menyukainya"

"Kenapa?"

"Kau tahu bagaimana rasanya mengejar seseorang yang hatinya sudah tertanam pada orang lain?" tanyaku.

Justin terlihat terdiam berfikir, sambil menatapku.
"Aku tahu, itu menyakitkan." jawabnya kemudian.
Aku mengangguk membenarkan jawabannya.

"Maka dari itu, aku mengakhirinya" Justin meraih tanganku kemudian menepuk punggung tanganku beberapa kali.

"Semangat, bukankah kau sendiri yang mengatakan bahwa kita sudah memiliki pasangan tersendiri. Kita tinggal tunggu saja, jangan menyerah sahabatku.." ia tersenyum padaku lagi.

Kau benar Justin. Lelaki dan perempuan diciptakan untuk menjadi pasangan. Bukan sebagai sahabat seperti kau dan aku. Maka dari itu aku akhiri semuanya tapi sepertinya aku tidak akan bisa. Kalau kau terus terusan seperti ini Justin. Selalu ada di samping ku. Selalu membuat ku tertawa. Selalu membuat ku nyaman. Apa daya? Apa aku bisa berhenti mencintaimu? Itu pasti sulit dan butuh waktu yang sangat lama.

"Lalu bagaimana hubungan mu dengan Evelyn?" tanyaku.

"Tambah dekat" ia tersenyum. Bicara soal Evelyn, pasti dia akan tersenyum seperti itu. Ck, sakit lagi.

"Kapan kau akan menyatakan perasaan mu?" bodoh! aku malah bertanya seperti ini! Memancing hatiku yang semakin sesak di dalam.

"Secepatnya. Tapi Ra, aku masih bingung.. Sebenarnya siapa pria yang kau sukai itu? Ayolah beritahu aku" ia memohon lagi.

Aku menghela nafas sambil memijat kening ku. Aku diam dan mengabaikan pertanyaan Juustin . aku menulis sesuatu dikertas. Melihat dirinya di abaikan oleh ku, pria itu berdecak kesal.

"Kenapa kau pelit sekali. Tinggal katakan namanya dan aku--"

"Kau mau tau jawabannya ? siapa dia?" tanya ku memotong ucapan nya. Pria itu menganggukan kepalanya, aku pun menyodorkan kertas

"Ini jawabannya" aku tersenyum.

Justin mengambil kertas itu, ia mengerutkan keningnya bingung sambil menatap kertas itu. Aku yakin, ia tidakakan bisa menebaknya.

"01001001011101000111001100100000011110010110111101110101" eja nya membaca satu persatu angka di kertas itu. Justin terkekeh.

"Ra. Apa ini? Hanya ada angka 0 dan 1. Apa maksudnya? Apa orang yang kau sukai itu-- dosen math di kampus kita?" dia mulai menyebalkan. Aku mengerutkan keningku.

"Bodoh! Itu bilangan biner. Itu ada artinya. Terserah kau. Setidaknya aku sudah memberi petunjuk" aku menjitak kepalanya sebelum memberitahu angka apa itu. Ia meringis. Sangat lucu.

"Awh! Ra! Sakit! Ini bukan kuis atau apa pun. Aku tidak mengerti. Jangan membuat ku mati penasaran. Tinggal beri tahu namanya saja. Dan berhenti menyakitiku!" kesalnya sambil menaikan ujung bibirnya.

Aku memutarkan bola mataku. Tunggu, dia bilang untuk berhenti menyakitinya? Ssh, bukankah seharusnya aku yang mengatakan itu?

"Aku tidak percaya dengan bibir mu Just.." ujarku.

"Memangnya ada apa dengan bibir ku?" pria itu diam sejenak. Memikirkan sesuatu. Sedetik kemudian ia tersenyum . Aneh kenapa ia tersenyum? Pria itu mendekat kan wajahnya ke arah wajah ku. Aku membulat kan mataku.

"Apa kau ingin ku cium?" sambungnya dengan senyumannya yang jahil. Aku terkekeh. Aku menjitak kepalanya lagi, membuat kepalanya menjauh dan tidak dekat dengan ku lagi.

Ia meringis, tangannya mengusap-usap kepalanya yang baru saja ku jitak.

"Lagi lagi di jitak. Sakit tau! Kenapa kau tidak pernah bersikap lembut kepada ku hah? Selalu kasar!" rengut nya masih mengusap usap kepalanya.

"Aku tidak percaya pada bibirmu karena jika aku beri tahu siapa yang ku suka, pasti kau akan beri tahu semua orang. Aku tau kau!"

"Aku akan menjaga rahasia. Aku janji." ia mengacungkan dua jari. Benar benar lucu.

"Tidak"

"Barbara Palvin. Come on kita sahabat bukan?"

"Tetap tidak. Kau artikan saja bilangan biner itu" aku menatap kertas itu. Ia juga menatap kertas itu sedetik kemudian ia mendengus kesal.

"Apa yang harus di artikan? Hanya ada dua angka. Aku tidak bisa. Ra, kenapa kau begitu tertutup. Bukankah kita--"

"Justin?"

Ucapan pria itu terhenti ketika seseorang mendekat ke arah kami dan menyebut nama pria itu. Suaranya terdengar tidak asing. Aku menoleh ke sumber suara dan benar dugaan ku. Dia adalah gadis itu.

Justin bangkit dari duduknya, ia tampak kaget ketika EEvelyn menghampirinya. Ia pun tersenyum dan mempersilahkan EEvelyn duduk. Dan tiba tiba, manik kedua mataku dan kedua mata evelyn bertemu. Evelyn tampak kaget, ketika melihat ku. Ia membulatkan matanya.

"Kau? Kau gadis yang menangis di toilet itukan?" tanyanya.

Bodoh, kenapa ia harus menanyakan hal itu. Aku melirik Justin. Terlihat jelas tampang raut wajah Justin yang bingung dan tidak mengerti apa apa. Justin menatap ku dan Evelyn secara bergantian.

"kalian saling mengenal?" tanya Justin.

"Tidak, aku tidak sengaja bertemu dia di--"

"Maafkan aku. Aku harus pergi, aku ada kelas hari ini." ujar ku memotong ucapan Evelyn. Aku pun bangkit dari duduk dan pergi meninggalkan mereka. Ku harap, Evelyn tidak menceritakan tentang kejadian di toilet itu.

﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏

Sorry for all typo ato apalah apalah..

Please give a vote and some comment to next chapter :) 5 vote to next thx:)

Don't Hurt MeWhere stories live. Discover now