Tidak mungkin semua nya akan menjadi lebih baik, kalimat yang merengguh segenap niat untuk kembali menjalankan hidup penuh kesengsaraan ini, memiliki keinginan untuk mengakhiri hidup jauh dalam lubuk hati nya. Meski begitu, rasa takut akan kematian kerap menggerayangi nya.
Baik kematian, pandangan orang sekitar, bahkan hari esok—terdengar sangat mengerikan bagi Yeonjun. Sungguh sebuah kehidupan yang menyedihkan. Jika saja waktu dapat terulang kembali—Terulang kembali? Jika waktu terulang kembali takdir tidak akan mengubah diri nya, tak akan ada yang berubah, kecuali Yeonjun yang tahu bahwa diri nya akan menjalankan kehidupan malang itu sendiri.
Bagaimana bisa semua nya berakhir seperti ini? Tidak, ini bukanlah sebuah akhir, selagi setidak nya nafas berhembus, tidak ada akhir yang sesungguh nya. Tanpa segenap harapan akan masa depan, baik hidup dalam mimpi maupun kenyataan. Lalu kini pria bersurai hitam itu tengah terduduk di atas tempat tidur milik orang lain, dengan rasa nyeri yang menyelubungi sekujur tubuh.
Netra kosong itu menerawang sekitar, ragu dan berfikir sejenak apakah dunia yang tengah ia lihat saat ini merupakan sebuah mimpi atau kenyataan. Gelap, hampir tak dapat melihat benda apa pun di sekitar, satu satu nya sumber pencahayaan yang ada ialah sebuah lentera kecil yang berada di atas meja, tepat di sebelah tempat tidur tua itu.
Tentu saja Yeonjun bertanya tanya, ada dimana diri nya saat ini, siapa yang membawa nya kemari, dan kenapa? Apa seseorang mencoba untuk menyekap diri nya?—Tidak, itu konyol, lagi pula jika memang benar begitu, mustahil orang yang membawanya itu akan membiarkan nya bergerak dengan leluasa seperti ini. Terlalu janggal untuk dapat disebut sebagai penyekapan.
Meski begitu tetap saja Yeonjun patut curiga, apa pun motif orang itu, "Apa yang harus ku lakukan sekarang?" bermonolog, diiringi rasa frustasi yang membendung, apabila ia tidak segera pulang, bagaimana diri nya dapat pergi bekerja. Mengingat bahwa manajer di perusahaan nya itu mengalahkan lantang nya gonggongan anjing, memikirkan nya saja mampu membuat pening dikepala Yeonjun kambuh.
Bunyi pintu yang berderit menyadarkan Yeonjun dari lamunan nya, iris tajam itu spontan menyorot pintu kayu yang sedikit demi sedikit terbuka, memunculkan sesosok pria. Yeonjun tak begitu yakin, akan tetapi saat netra nya bersitatap dengan sang empu, pria itu terlihat ragu. Mungkinkah ia—takut?
Sedikit mengira ngira dan berspekulasi, seperti nya pria itu berusia sekitar 15 tahun. Sekali lagi, ia hanya berspekulasi. Jujur saja, perspektif awal saat Yeonjun melihat proporsi tubuh serta wajah nya, membuat ia beranggapan bahwa anak itu adalah seorang wanita, namun sesegera mungkin menarik pemikiran itu, ia cukup yakin bahwa anak itu adalah seorang pria tulen.
Dua insan yang tak mengenal satu sama lain itu saling bertatap untuk beberapa lama, seolah mencari sesuatu—menyelam ke dalam netra satu dengan yang lain, "Apa kau akan terus menerus menatap ku seperti ini?" Yeonjun yang membuka suara memecah keheningan, namun cara ia bicara sepertinya membuat anak itu semakin takut, yang kemudian melangkah mundur.
Melihat nya, Yeonjun sesegera mungkin menapakkan kedua kaki nya ke atas permukaan tanah berniat menghampiri, namun keadaan justru memburuk, anak itu semakin mengukir jarak di antara diri nya dan Yeonjun, "Bisakah setidak nya kau memberitahu ku, kenapa kau membawa ku kemari?" tak ada balasan.
Mulai geram karena tidak menjawab pertanyaan nya, pria bersurai hitam itu menghela nafas pelan. Mengingatkan diri nya sendiri mengenai fakta bahwa pria di hadapan nya hanyalah seorang anak remaja yang baru mengalami pubertas, Yeonjun mendinginkan kepala nya. Anak itu kerap memperhatikan nya dari kejauhan tanpa berkutik sedikitpun, seolah memperhatikan setiap gerak gerik yang Yeonjun akan lakukan.
"Dengar, aku tidak mencoba untuk melukai mu, aku hanya ingin tahu kenapa aku bisa berada di sini, ditambah lagi aku harus kembali ke tempat asal ku, rumah ku." mencoba memperjelas sedetail mungkin agar sang anak dapat memahami nya. Sekali lagi, tak ada balasan.
Cukup, kesabaran nya hampir habis, tubuh jangkung itu bangkit dari tempat tidur yang berderit saat ia berdiri. Seperti dugaan nya, anak itu bertahap melangkah menjauh, menghilang perlahan dari balik pintu. Hendak mengejar, kedua kaki jenjang itu mulai bergerak, namun tak terduga, Yeonjuk merasakan lutut nya yang melemas, membuat tubuh itu perlahan goyah— Yeonjun jatuh terduduk, merasakan sakit luar biasa saat lantai bertubrukan dengan tulang ekor nya.
"Arrghh..sial." umpat Yeonjun seraya meringis pelan atas rasa sakit luar biasa yang menusuk bagian tubuh belakang nya. Hal tak terduga kembali terjadi, anak itu kembali muncul dari balik pintu, melangkah mendekati Yeonjun, namun kali ini tanpa ragu. Ia berjongkok tepat di samping Yeonjun, seolah mengisyaratkan agar lengan nya melingkar pada tengkuk sang empu. Membuat Yeonjun terpaksa melakukan nya, anak itu membantu Yeonjun mengangkut tubuh nya yang kala itu masih terasa sakit.
Setelah berhasil berdiri seutuh nya, Yeonjun kembali mendudukan diri di atas tempat tidur, "Terima kasih," ujar nya, anak itu nampak terkejut, kemudian segera menyingkirkan lengan Yeonjun dari tengkuk nya. Namun kali ini berbeda, jarak diantara kedua nya mulai terputus, meski terlihat jelas bahwa ia masih takut berada di dekat Yeonjun.
Setelah beberapa saat mengenal dan memperhatikan anak ini, membuat Yeonjun menyadari satu hal janggal, "Apa kau bisu?" pertanyaan keluar dari bilah bibir tebal itu. Sang anak terdiam, kepala nya tertunduk, mengarah ke lantai. Seperti nya ia benar, anak itu tidak dapat berbicara, tak heran sejak awal mereka saling bertatapan—ia tak mengucap sepatah kata pun.
Ditambah lagi, kenapa seorang anak seperti nya tinggal di tempat mengerikan seperti ini, bertanya tanya dimana kedua orang tua, juga keluarga nya. "Apa kau tinggal sendiri di sini?" yang diberi pertanyaan menatap sang pemberi pertanyaan beberapa saat, namun kemudian ia mengangguk lemah.
Perasaan iba menggerayangi Yeonjun, jika saat ini anak itu hidup sebatang kara, artinya ia menjalani hidup semacam ini setidak nya dua sampai tiga tahun sebelum nya. Yeonjun pula baru menyadari seberapa lembut tangan pria muda yang belum lama ini menolong nya. Selembut kain sutra.
Tubuh ramping dan pipi nya yang tirus itu sangat menggambarkan bahwa ia makan dengan pola yang tidak teratur. Bekas luka dan lebam menghiasi kulit pucat indah itu baik pada bagian kaki maupun lengan—Menyedihkan. Yeonjun seakan tengah berkaca dengan diri nya yang berusia lebih muda saat ini.
"Bisa aku mengetahui siapa nama mu?" anak itu menengadahkan kepala, menatap dalam netra Yenjun. Mengukir sebuah huruf dengan jari lentik nya. Yeonjun membaca nya perlahan.
B E O M G Y U
"Beomgyu?" setelah nama nya disebut oleh Yeonjun, senyuman manis mengembang pada wajah pucat itu. Sangat sangat manis.
[4] Careless Whisper : [Selesai]
tbc — ©aonoare
Note :
Aku sangat kelelahan mengerjakan book ini, dan meng upload 4 chapter sekaligus, kenapa? ada deh<33
KAMU SEDANG MEMBACA
Save Me Before I Lost || YeonGyu
FanfictionThe moon dances with me in ways the sun will never know. Yeonjun - Switch Beomgyu - Switch [BXB/MXM] [R T-M] [YeonGyu Area] [IND] ©aonorae