III

18 6 4
                                    

Kiranya pendahuluan tadi menimbulkan kebosanan yang tak bisa ditutup-tutupi, sekecil informasi yang akan dilupakan bersama masa-masa yang lewat bagi setiap orang yang tidak tertarik atas sentimentalitas orang lain. Akan tetapi, peristiwa besar tiba kepada keluarga Thomas di suatu hari lain. Pukul dua belas ditandai sayup-sayup lonceng gereja yang berdentang dari kejauhan. Gema merambat di udara untuk menekankan lebih banyak kesedihan ketika bentangan alam menyuguhkan kesepian bagi umat manusia di —shire. Ketika itu terjadi, musim semi tiba dengan pencahayaan yang cukup untuk menghangat bumi, sekalipun udara masih sesekali mengembuskan sisa dingin di kulit dan embun-embun masih tinggal di ujung permukaan dedaunan maupun rumput, Aaron dan Lydia tengah menyusuri tepian sungai Southynea. Mereka mulai mengobati kesepian musim dingin yang suntuk: tak ada permainan, tak ada kehidupan para hewan, tak ada kunjungan hangat—sebenarnya mereka mendapatkan syal baru sebagai hadiah natal dari Nyonya Danny, ia memang pandai merajut—dan dunia kecil mereka duduk dikukung kesunyian di depan perapian menyala setelah menutup jendela dan pintu rapat-rapat, tidak ada keriangan musik, tidak ada penantian atas kedatangan Santa, tidak ada malam indah, bahkan tidak ada kekudusan yang membasuh jiwa kecuali badai buruk yang mendesau dan mematahkan ranting-ranting adalah penebusan yang muram.

"Aaron, bukankah akan menyenangkan seandainya Noah datang lebih cepat?" Lydia bertanya kepada kakaknya. Aaron tak langsung menyahut, kemurungan memang terhias karena kesepian belum lepas dari benaknya.

"Ya, Lydia—seandainya saja," gumamnya.

"Akan menyenangkan bila kita bersama Noah mencari sesuatu di hutan, 'kan?"

Kedua bersaudara itu menyeberangi jembatan kayu kecil di atas sungai menuju hutan. Tak ada bahaya di sana, mereka tahu karena sudah sering menjelajahi setiap belukar maupun ceruk tanah, tidak ada hal baru di sana kecuali kenyataan lain mengenai seperempat populasi satwa berkurang setiap tahunnya.

"Ya, Lydia—sepupu kita memang menyenangkan dan selalu memiliki sesuatu yang bagus dari kota," ujar Aaron dengan nada sedih.

Mereka berjalan pelan untuk memperhatikan setiap embun yang nyaris jatuh dari semak-semak gorse dan broom, reranting pohon-pohon ek, willow, kastanye, maple, di sana terlihat tupai saling berlarian melompat dari dahan ke dahan dengan bahagia atas kebebasan dari iklim yang murung. Sukacita mulai merangkaki lanskap —shire, burung-burung pun mulai keluar dari sarang mereka untuk meregangkan sayap-sayap ke udara, merasa bugar kembali seperti setiap makhluk dihinggapi demam musim semi. Aaron terus mengamati arah tupai berlarian dan melompat riang; Lydia juga mulai mengenduskan hidungnya di antara bunga-bunga yang mulai menantang kehidupan baru: crocus putih dan ungu yang paling mencolok dalam perhatiannya.

"Seandainya Noah berada di sini, ia sangat suka bebungaan. Bukankah begitu, Kak?" tanya Lydia ketika ia mulai memetiki bunga crocus.

"Tentu saja, kurasa ia memang suka bunga dan akan senang menyambut awal musim semi."

"Ya, dia memang suka—sangat menyukainya. Lihat ini!" Lydia menunjukkan bunga crocus dan snowdrop di genggamannya. Mungkin usia sembilan tahun sudah berlalu untuk memikirkan hal-hal yang lebih indah daripada bunga-bungaan, tetapi Lydia tidak terlalu memikirkan gaun atau sepatu baru.

Aaron melangkahkan kakinya kembali. Keriangan alam terlalu lambat untuk hati Aaron yang mulai memikirkan kehidupan seperti apa yang dijalani Noah di London setiap musim dingin hingga pertengahan musim semi—pasti dihabiskan dengan cara yang selalu berbeda, pikir Aaron. Ia sering mendengar bahwa London adalah tempat yang indah dan banyak toko yang menjual apa pun. Kita bisa membayangkannya menemukan apa yang kita inginkan, mulai dari makanan (sayuran, buah-buahan, gula-gula manis, daging-daging, dan banyak lagi, Noah menerangkannya dengan terpejam membayangkan apa yang dinikmatinya), pakaian, mainan, dan alat-alat dapur, perabotan rumah tangga, atau bahkan perlengkapan untuk hewan, khususnya kuda—bahkan kita bisa menemukan uang di jalan! Bayangan London berkelebatan di pikiran Aaron sementara kumbang tanduk yang diperhatikannya secara kebetulan tengah merayap, perlahan dan pasti yang semakin tinggi meski langkahnya tidak lurus secara vertikal. Senandung lebah biasanya mulai ikut berdengung mengitari kelopak-kelopak bunga untuk mencari nektar yang mungkin telah dihasilkan seiring musim baru telah dijanjikan kepada mereka, sering kali kurang beruntung karena segalanya masih berembun.

"Ayo kita pulang sekarang, Aaron—aku lapar!" ajak Lydia menghampiri kakaknya yang termenung. Sungguh dalam benak Aaron sendiri berpikit betapa kering kehidupan —shire setelah bertahun-tahun dilewati dan begitu terlambat disadari bahwa hutan telah menjemukan untuk dijelajahi.

Aaron yang kesepian.

"Ayo, Aaron! Kita harus pulang sekarang. Ayah pasti menunggu kita terlalu lama untuk makan siang," Lydia mulai merengek.
Bisa dikatakan sebenarnya sesuatu telah terjadi dan menghinggapi perasaan Lydia, sebuah firasat yang meluncur di balik gelombang ikatan dan takdir yang tak diketahui. Dalam keadaan seperti ini, sudah cukup baginya untuk menemukan kegembiraan menyambut musim semi. Keadaan alam lambat laun tetap menyuguhkan kesunyian yang terlalu menyesakkan, termasuk yang dirasakan kedua bersaudara ini. Hiburan alam telah cukup untuk dinikmati, jika terlampau lama hanyut dalam kebahagiaan, hal aneh terjadi secara berbeda sama sekali dalam benak kita sendiri—kesunyian sebagai tudung kesepian manusia di dunia, alam yang bergetar mengirim perasaan mereka bahwa berpuluh-puluh tahun lampau mereka tumbuh tanpa pernah memimpikan tempat yang lebih baik.

Akhirnya Aaron mulai mendengarkan rengekan sang adik untuk pulang ke rumah tanpa menunda-nunda lagi. Matahari telah mencondongan setiap bayangan sedikit lebih panjang ke timur, perjalanan yang memuaskan bagi kedua bersaudara, dan musim telah menyediakan pengiburan yang cukup bagi mereka tanpa memberi pertanda mengenai takdir yang benar-benar dibawa oleh sang waktu terhadap keluarga mereka.

"Ayah, kami pulang!" Lydia berseru dengan kesenangan setelah Aaron membukakan pintu pagar. Tak ada sahutan untuk menyambut kepulangan mereka. "Ayah, kami pulang," ulangnya.

Thomas masih tidak tampak untuk menyambut padahal Lydia ingin memberikan kejutan berupa segenggaman bunga crocus dan snowdrop yang dibawanya. Keganjilan mulai mengusik hati kedua bersaudara, mereka mulai merasa pertanda meski hanya sekilas pikiran polos bahwa rematik sang ayah sedang kambuh. Itu dikuatkan pikiran karena mereka tidak melihat Thomas di ladang dan tak menyahut di rumah, Thomas mungkin sedang berbaring untuk meredakan sakitnya. Pintu rumah pun tidak terkunci sama sekali, keheningan diganggu oleh deritan pintu yang dibuka oleh Aaron.

"Ayah, kami pulang. Ayah di rumah, 'kan?" Lydia menghambur ke ruang makan, mendahului Aaron yang berdiri sejenak.

Aaron lekas menyusul. Ia mendapati sang adik terduduk, tersedu dan mencoba membangunkan Thomas. Mereka menemukan Thomas tergeletak di lantai, mulutnya berbuih dan keheningan menyedihkan segera dipecahkan tangis yang menyeruak dalam ruang di rumah kecil nan tua. Setiap ruangan masih terlihat sama dan tidak ada tanda-tanda seseorang telah masuk untuk menimbulkan peristiwa lain yang berbahaya, tidak ada orang lain di rumah, kemudian Aaron tersadar dari pengamatannya terhadap sekitar dan bergegas meninggalkan Lydia untuk mencari bantuan kepada Nyonya Danny.

Beberapa waktu berlalu, kedatangan Nyonya Danny dan seorang dokter desa mengubah suasana rumah bertambah gelisah. Di tengah harapan baru musim semi di luar rumah, Aaron menemani Lydia yang masih tersedu-sedan, duduk di sofa tua mereka untuk menunggu sesuatu yang baik segera terjadi pada ayah mereka. Pembicaraan antara Nyonya Danny dan sang dokter desa diungkapkan dalam gumam rendah seolah hal mengkhawatirkan tu didengar anak-anak Thomas. Nyonya Danny mendengarkan ocehan sang dokter tentang Thomas sambil menatap lebih lekat, sedikit-banyaknya perhatian untuk Aaron dan Lydia sebagai berkat lain ketika ia sendiri belum memiliki seorang anak. Pertanda sebuah kenyataan memukul dengan ketidakberdayaan Thomas, begitulah kata sang dokter, nasib malang bagi kedua Thomas bakal dimulai dan sangat memprihatinkan. Bagaimanapun juga, keadaan buruk yang terjadi dalam beberapa jam yang berlalu, tiada yang mampu mencegah ketentuan Tuhan: Thomas mengalami kerusakan pada sebagian besar saraf motorisnya dan masih ada kemungkinan yang lebih buruk bahwa serangan kejang-kejang selanjutnya akan mengakibatkan kematian padanya. Pada titik inilah Nyonya Danny yang harus menyampaikan berita buruk tersebut sehalus yang bisa disampaikan kepada kedua anak Thomas.

The Golden Heart of A RunawayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang