Chapter 1 : Rumah Baru
* * *
Seorang gadis berambut pirang platina panjang tampak berdiri di salah satu ruang yang masih lenggang. Kaki jenjangnya yang terbalut jeans dan boots hitam menapak tegas lantai kayu. Tangannya yang lentik melepaskan kacamata hitam merk kenamaan yang bertengger di hidungnya, kemudian menyelipkannya ke kerah black leather coat yang membalut tubuh. Ia menyampirkan satu tangannya di pinggang yang terlilit belt hitam, memberi ilusi sempurna lekukan tubuh hourglass yang dimilikinya.
Kepala gadis itu berputar, membuat kucir kudanya bergoyang—ikut bergoyang kesana-kemari. Irisnya yang sebiru laut bergulir dengan seksama ke setiap sudut yang ada. Saat ini ia tengah menginjakan kaki di rumah baru yang telah resmi ia beli dari agen properti beberapa waktu yang lalu. Ruangan yang terletak paling ujung—tempatnya sekarang berdiri ini, rencananya akan ia jadikan kamar utamanya. Tempatnya melepas penat dan lelah di hari-hari nanti.
Saat ini kamar dengan cat berwarna lavender itu masih nampak limbai. Yang bisa terlihat adalah beberapa kotak warna putih bertumpuk di sana sini, mulai dari ukuran kecil hingga besar, berlabel nama Lalisa Manoban berserta dengan corat-coret list barang-barang apa saja yang ada di dalam kotak. Perabot yang mengisi juga masih belum banyak. Hanya ada lemari pakaian besar yang berdiri menempel ke dinding, sementara di pusat ruangan diletakan sebuah kasur ukuran king size, masih polos dan belum terpasang seprai.
Yang penting kasur telah selesai ditata dulu—itu yang paling esensial, karena rencananya Lalisa akan mulai bermalam di sini hari ini. Kalau untuk furniture dan barang-barang lain bisalah ia urus nanti.
Tepat di depan kasur ada sebuah perapian yang memang sudah bawaan dari rumah ini. Sementara di bagian timur ranjang, terdapat jendela geser besar dengan tirai berwarna putih satin. Kaca itu mengarah langsung ke halaman depan rumahnya. Lalisa menyukai fakta itu. Ia memang punya impian memiliki halaman rumah yang cukup besar dan juga bisa memfasilitasi hobinya berkebun. Tentu ia sudah tak sabar ingin menanam berbagai macam flora dan meletakan pot-pot bunganya di sekitaran halaman. Ia menyukai ide ketika ia bangun dan membuka tirai kamarnya, hal pertama yang menyambutnya adalah sapaan sang surya pagi dan indahnya pancarona bunga-bunga yang ia rawati dengan telaten.
Dari kaca bening ini, Lalisa tentu juga bisa dengan jelas melihat aktivitas di luar sana. Ia bisa melihat truk besar milik agen jasa pindah rumah terpakir di balik pagar rumahnya. Orang-orang berseragam biru bergotong royong mengangkut barang-barang, satu per satu, dengan penuh hati-hati dan ketelatenan. Membawanya masuk ke dalam rumah, bergabung dengan barang-barang lain yang telah diturunkan.
Lalisa memutar heels-nya untuk mengantarnya ke luar ruangan. Kakinya menapak lantai kayu, melangkah melewati koridor—karena seperti yang ia bilang tadi, letak kamarnya memang berada di paling ujung. Lalisa kepikiran untuk mendekor koridor bercat krem itu dengan beberapa pigura atau lukisan-lukisan yang akan ia letakan di sepanjang kanan dan kirinya—supaya tidak terlalu kosong kesannya.
Sepanjang lorong ada dua pintu yang ia lewati. Dua ruangan itu tak sebesar master bedroom memang, tapi punya kamar mandinya masing-masing. Rencananya ia akan menggunakan ruangan yang ada di sebelah kamarnya sebagai ruang kerja, lalu ruangan yang kedua—hmm…ia belum tahu sih akan diapakan. Mungkin ia akan menjadikannya sebagai kamar atau semacamnya—mengingat terkadang beberapa temannya suka sleepover atau mampir tak diundang.
Keluar dari koridor, netra gadis itu langsung disambut oleh pemandangan ruang tamu yang luas. Sejatinya rumah yang dibelinya ini memang cukup besar. Ia bisa melihat orang-orang agensi pindahan berlalu lalang, mengangkat atau menggotong barang dan kardus-kardus ke sana kemari. Keluar masuk ruangan dari satu ke yang lainnya. Lalisa juga menyadari beberapa perabotannya sudah tertata dengan sempurna di ruang tamu. Sofa, meja besar dan kecil, cabinet, televisi, guci-guci, dan pot-pot tanaman ditempatkan sedemikian rupa. Diletakan sesuai yang ia ingini. Memberi kesan spacious dan homey.
KAMU SEDANG MEMBACA
The House (CHRISA)
Fanfiction"Mundur!" ancam Lalisa berang, "Jangan mendekat, orang asing!" "Sayang, aku ini bukan orang asing." Sekali lagi pria itu berkata. Ekspresinya masih kebingungan, tetapi pandangannya lurus ke depan, menatap Lalisa tanpa keraguan. "Aku ini suamimu." La...