Bagian kesatu : Tulus

80 9 4
                                    

"Bunda, Arthur berangkat ya." pamit laki-laki itu meraih punggung tangan bunda nya.

"Hati-hati ya, Sayang."

Arthur Bagaskara namanya, lelaki yang memiliki sifat pendiam itu kini tengah bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Ia sudah siap dengan seragamnya yang rapih dan hendak untuk bergegas menaiki motor matic miliknya.

Tak seperti teman-temannya yang mengendarai motor gede yang keren, Arthur lebih senang tampil sederhana. Bukan ia yang tak mampu membeli, hanya saja ia lebih suka demikian. Jelas ia dari keluarga berada, Ayahnya seorang pengusaha kue yang memiliki beberapa cabang yang tersebar di Jakarta. Sementara Bundanya adalah pemilik usaha brand fashion bahkan ia mendirikan beberapa outlet di Negeri Sakura, Jepang.

Jarak dari rumah menuju sekolah hanya membutuhkan waktu 15 menit pada kecepatan normal. Kini laki-laki itu tengah mencari tempat parkiran untuk memarkirkan motornya. Tepat ketika ia membuka helmnya, Skifo-temannya sedari SMP itu juga ternyata baru saja sampai dan ikut memarkirkan motor gedenya tak jauh dari motor beat milik Arthur.

"Halo sobat!" sapa Skifo yang menepuk pundak Arthur, lelaki yang disapa tak menyahut dan hanya menengok sekilas saja. Skifo tertawa pelan, ia sudah mengerti sifat temannya yang satu ini. "Senyum dong, Bro."

"Senyum gue mahal, Fo," balasnya singkat.

Mereka berdua berjalan menuju kelas yang berada di lantai dua. Baru saja Arthur ingin duduk, Julian langsung menyambutnya dengan menagih buku tugas. Arthur hanya menghela napas dan memberikan buku tugasnya pasrah. "Traktir mekdi, gue ga mau tau!" tuntut Arthur.

Julian melakukan gerakan hormat "Siap, Kapten Arthur!"

Kemudian laki-laki itu langsung melesat menuju kursinya kembali dan segera menyalin PR fisika milik Arthur dengan cepat. Skifo yang melihat itu menjadi sedikit panik karena ia benar-benar tak ingat bahwa ada tugas fisika.

"Haduh! Mati gue!" rutuknya sambil menepuk jidat

Skifo akhirnya bergabung dengan Julian yang tengah menyalin tugas dengan mimik wajah yang serius. Arthur hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya, heran.

Hingga bel masuk berbunyi, terdengar suara ketukan high heels yang sudah khas dan dikenal oleh murid-murid di kelas, tak salah lagi ini pasti Bu Nining. Kelas yang awalnya tak beraturan dan gaduh tiba-tiba menjadi sunyi senyap, semua murid-murid sudah rapih duduk di kursi masing-masing.

Aura Bu Nining yang menindas membuat seisi kelas segan. Beliau terlihat membawa tumpukan kertas dan bisa dilihat ekspresi tegang murid-murid di kelas XI IPA 3.

Kalau Bu Nining udah bawa setumpuk kertas gini sih, biasanya....

"Hari ini untuk mata pelajaran fisika akan diadakan ulangan harian," jelasnya tanpa basa-basi.

Tepat setelah itu, seisi kelas menjadi gaduh karena mengeluh. Kemudian ketukan Bu Nining yang keras dengan menggunakan penghapus papan tulis itu mampu membuat suasana kelas kembali diam.

------

Sepulang sekolah, Arthur tak langsung pulang menuju rumahnya. Ia mampir ke sebuah tempat penuh nostalgia, dulu tempat itu merupakan tempat ia tinggal dan hidup. Panti Asuhan Harapan. Ia rindu dengan suasana ramainya anak-anak panti dan rindangnya pohon yang di bawahnya terdapat bangku panjang, mengingatkannya pada sosok gadis kecil itu.

Sesampainya di sana, ia terlebih dahulu menemui ibu panti. Arthur memasuki ruangan yang penuh dengan tumpukan buku tempat di mana biasanya ibu panti ada. Namun, dirinya tak melihat sosok yang ia cari. Matanya mengitari sekitar berharap menemukan sosok itu.

Hingga tiba-tiba suara seorang wanita paruh baya terdengar. "Arthur?"

Lelaki yang dipanggil itu terlihat sedikit terkejut lalu menoleh dan ia tersenyum sopan saat ia melihat seoseorang yang dicarinya.

"Ini bener, Nak Arthur kan?"

Arthur mengangguk dan tetap mempertahankan senyumnya, terdapat perasaan lega di dadanya saat melihat wanita yang bahkan sudah ia anggap seperti ibunya sendiri berdiri di hadapannya dan masih terlihat segar seperti dulu.

"Bagaimana kabarnya, Bu?"

"Kabar ibu baik, bagaimana kabarmu, Nak?"

"Baik juga, Bu."

Bu Neni mempersilakan dirinya duduk di sofa coklat dekat pintu masuk, beliau juga menyuguhkan teh hangat untuknya. "Ibu seneng liat kamu sehat gini tambah ganteng pula." Ia tertawa memperlihatkan gigi emasnya.

"Arthur juga seneng liat ibu tambah cantik," pujinya ramah

Bu Neni tertawa kecil "Bagaimana kabar orang tuamu, Nak?"

"Baik juga, Bu. Ayah Andre sama Bunda Rena juga baik banget sama Arthur, mereka menyayangi Arthur layaknya anak kandung sendiri." Arthur berhenti sejenak dan kembali berbicara. "Terima kasih ya Bu, karena ibu, Arthur bisa jadi seperti saat ini. Arthur ga tau harus gimana untuk balas budi ke ibu."

Mata Bu Neni terlihat berkaca-kaca. "Sama-sama Nak, melihat Nak Arthur dengan sehat begini pun, ibu sudah sangat senang."

Arthur tersenyum menatap lama wajah wanita paruh baya yang sangat berjasa dalam hidupnya. Bu Neni adalah ibu pengurus di panti asuhan sebelum dirinya diadopsi di keluarganya yang sekarang. Wajahnya semakin menua tetapi pancaran matanya masih sama seperti dulu, hangat dan meneduhkan.

"Apa ada yang Nak Arthur bicarakan?" tanya Bu Neni lembut.

Arthur tak langsung menjawab, bibirnya agak tercekat. "Tisya, Bu," jawabannya menggantung tetapi wanita itu langsung mengerti arah pembicaraan ini.

"Sudah lama sekali rasanya ya, waktu benar-benar berlalu." ucap Bu Neni dengan helaan napas berat. "Seharusnya saya dulu melarang Tisya pergi dari panti asuhan ini." lanjutnya merasa bersalah.

"Seharusnya saya juga tidak mengingkari janji saya untuk bertemu dia setelah diadopsi, setidaknya dia merasa sedikit terhibur dan hidup lebih lama," sesal Arthur.

Bu Neni yang mendengar itu tertegun, menatap wajah Arthur lama dengan pandangan yang tak terbaca. Kemudian ia mengeluarkan secarik kertas dan memberikannya pada Arthur. "Datanglah kesana, dia juga pasti kangen kamu."

----

Halo temen-temen!!!Makasi banyak yang udah mampir baca di sini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Halo temen-temen!!!
Makasi banyak yang udah mampir baca di sini.
Vote nya boleh dong ya hehe.

COME AND GONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang