Haechan memandang tangannya yang ditutupi oleh infus serta teman temannya yaitu plester. Siapa yang membawanya kesini? Dia tidak tau.
Terbangun disini sambil melihat dokter tampan yang ramah bernama Sungchan Jung.
Sudah baikan walau Haechan masih harus terbiasa untuk menahan rasa sakit di dadanya. Dokter Sungchan bilang rasa sakit itu akan hilang tidak lama lagi. Mungkin beberapa jam. Asal dia tidak melakukan hal yang membuat adrenalinnya terpacu.
Memegang dadanya begitu terbatuk pelan. "Haechan ah.. Kamu baik baik saja?" Tatapan Haechan mengartikan dia begitu terkejut melihat mark. Mark memaklumi. Dia duduk di sisi Haechan. "Maaf aku lama. Tadi aku mengurus administrasi di lantai bawah. Kamu baik baik saja? Perlu ku panggilkan sungchanie?"
Pertanyaan bertubi tubi mark dibiarkan. Haechan terlalu kecewa sekarang. Bukannya mark pergi darinya? Bukankah dia tidak percaya padanya?
Mark mengusap wajahnya pelan. Tidak kuasa membiarkan Haechan menangis karena takut akan kehilangan Haechan untuk kedua kalinya, tapi dia juga sangat khawatir. Tidak bisa menahan air matanya. Mark memegang tangan Haechan sambil terus menunduk. "Jangan menangis-"
"H-haechan ah.. Kumohon jangan menangis."
Mendengar suara bergetar mark membuat Haechan makin yakin mark khawatir dengannya. Tapi ucapan mark waktu itu begitu melukainya. "A-ku tidak menangis, hyung. Jangan. Aku tidak menyukainya."
Mark enggan melepaskan tangan Haechan. Haechan makin memberontak karena dia benci merasakan tetesan air mata mark di tangannya. Perasaannya begitu kacau. Tidak mau mark tau penyakitnya karena mark akan bereaksi seperti ini.
"H-hyung lepas-" Haechan berucap lirih.
"Mianhae Haechan ah. Mianhae. Mianhae. Aku minta maaf. Aku benar benar minta maaf."
Haechan memalingkan tatapan. Menangis dalam diam, tentunya karena dia tidak mau mati untuk kedua kalinya. "Kumohon.." Mark menghentikan ucapannya.
Mendongakkan kepala agar dapat menatap Haechan. "Kumohon maafkan aku. Aku tidak akan lagi. Aku tidak akan.. Melakukannya lagi padamu."
Haechan menarik tangannya perlahan lalu tersenyum. "Aku kecewa, hyung. Aku sangat. Sangat mencintaimu. Aku mencintai Jeno.. Jaemin.." Haechan kembali diam. Rasa sakit di dadanya kembali dirasakan.
"Aku menyayangi Renjun. Ini sakit.... Sangat sakit- hiks. Aku tidak pernah menyangka... Kalian akan mengatakan hal seperti itu padaku."
Haechan menghapus air matanya yang terus berjatuhan sambil terisak. "Aku tau aku egois! Semua orang sedang memikirkan Renjun, tapi aku tidak melakukannya... Sungguh, hyung... Aku tidak jahat! Aku tidak akan menyakiti kalian. Aku hanya- hiks hiks."
Haechan meremat dadanya lalu menarik nafas. Berusaha menyembuhkan rasa sakit itu sendirian.
Mark sudah menekan bel untuk memanggil dokter. Dia menatap Haechan. Menyesal. Haechan tidak melakukannya. Lalu siapa? Semua buktinya mengarah pada haechan. Apa ini skenario seseorang?
"Haechan ssi? Kamu baik baik saja? Mark hyung, bisakah kamu keluar?" Mark berjalan mundur tanpa bicara. Tatapannya kosong, sama seperti pikirannya.
*
*
*
*
*"Apa terjadi sesuatu dengan mereka, jaem?"
Jaemin diam tak menjawab pertanyaan Jeno. Dia khawatir. Sudah berhari hari mark haechan tidak menghubungi mereka.
"Aku tidak seharusnya mengatakan itu. Apa aku harus menemui mereka?"
Jaemin menggeleng. "Jangan." Matanya tertuju ke arah Jeno. Wajahnya yang datar membuat Jeno tidak bisa memperkirakan maksudnya. "Biarkan mereka. Aku masih mau melindungi Renjun."
KAMU SEDANG MEMBACA
NoRenMin: Accident
Short StoryNoRenMin story! Perasaan bersalah, Rumit. Renjun dan dua temannya. Kejadian ini, apa harus membuat mereka berpisah? Mungkin. Tapi jika begitu maka Renjun akan ada di Neraka. Di Neraka maksudnya, dia akan merasa begitu tersiksa. Tunggu, kenapa...