1. Mantan terindah

46 1 0
                                    

"ELO?!" Teriak Liza.

Hussain mengusap-usap telinganya, 'gila nih cewe ga ada berubahnya, dari dulu tereak-tereak mulu.'batinnya.

"Mimpi apa gua semalem, pagi-pagi gini udah sial dan semuanya gara-gara LO!" Ucap Liza lagi, menekan kata terakhir dan menunjuk muka Hussain.

Hussain tersenyum miring, lalu mengusap-usap kepala Liza yang dibaluti kain hijab.

"Ga usah pegang-pegang bukan muhrim!" Katanya lagi sembari menghempaskan tangan Hussain.

"Idih galak amat dah, eh btw lo makin hari makin cantik aja ya Za." Ucap Hussain, dia tidak bohong, memang benar Liza itu sangat cantik.

"Baru nyadar lo? Kemana aja dari dulu, makannya kalo lihat itu pake mata bukan pake nafsu." Ucap Liza dengan nada ngegas.

"Iya juga ya, duh bodoh bangat gua ternyata." Ucap Hussain dengan muka yang dibuat-buat menyesal.

Mereka tidak sadar bahwa banyak sorot mata yang sedang menonton, sudah menjadi kebiasaan kalo mereka ribut tiap hari. Jadi mau seberisik apapun mereka, itu tidak aneh lagi. Bahkan mereka sudah mendapat julukan Couple Hate/pasangan benci.

"Udah awas minggir! Gua mau masuk." Ucap Liza.

"Bentar deh Za, gua mau nanya." Ucap Hussain dengan mencekal tangan Liza dan langsung otomatis Liza hempaskan.

Bukan tanpa alasan Liza menghempaskan tangan Hussain itu, tapi sekarang dia sudah tau hukumnya ketika disentuh yang bukan muhrim. Dia tidak benci ataupun jiji dengan Hussain, hanya saja kelakuannya itu selalu bikin dia naik darah.

"Ck, mau nanya apa cepet." Ucap Liza dengan nada melemah, cape juga ya ternyata ngomong mulu, batinnya.

"Em, menurut lo, gua mantan terindah apa bukan?" Tanya Hussain dengan muka tengilnya.

"Bukan! Amit-amit gua jadiin lo mantan terindah." Ucap Liza dengan mengetukan kepala dengan kepalan tangannya lalu beralih ke lutut.

"Masa sih, siapa tau lu diem-diem masih suka sama gua, terus masih berharap bisa balikan gitu." Ucap Hussain masih dengan muka tengilnya dan ditambah menaik turunkn alis.

Liza yang melihatnya bergidik ngeri, ada ya orang seperti Hussain ini. Yang nanya tapi jawabannya maksa biar sesuai keinginan dia.

"Hussain Iskandar Lo..." Belum sempat melanjutkan ucapannya tiba-tiba.

"Iya apa Calon istri." Potong Hussain dengan senyuman merekah.

"Hmm, plis jangan bikin gua ngamuk disini sen, LO MAU MUKA LO GUA GILING? HAH!" Murka Liza, wajahnya sudah merah seperti tomat, bukan, itu bukan salting, tapi sedang menahan kobaran api kemarahan.

"E-eh iya mangga dilanjut Za, hehe maap udah motong ucapan lu." Ucap Hussain, sieun ey serem mukanya, batinnya.

"Oke lanjut yang tadi, menurut gua 'mantan' itu ga ada yang indah sen. Kalo misal mantan itu indah, kenapa bisa jadi mantan? Kenapa engga pacar aja?" Ucap Liza dengan menekan kan kata 'mantan'.

Hussain mengangguk-anggukan kepala.

"Owh gitu ya, gapapa sekarang jadi mantan dulu, nanti kalo gua udah sukses gua jadiin bini." Teriak Hussain sambil berlari kearah dimana awal yang ingin dia tuju.

"Idih jiji bangat, kaya gaada yang lain aja gua harus nikah sama lu." Liza membalas dengan teriak.

Banyak pasang mata yang tadinya tidak perduli dengan pasangan benci itu, sekarang melihat kearah mereka berdua dengan muka bingung. Tak habis pikir dengan keduanya, yang satu emosian yang satunya lagi tukang jail. Lengkap sudah.

"Ya Allah Liza, kenapa teriak-teriak? Aku tadi didalem sampe kedengeran." Ucap Qailah-sahabat karib Liza.

"Ish biasa itu si Hussain, sebel bangat aku tuh Qai. Dia kenapa sih ngusilin aku terus? Kenapa engga ke yang lain aja." Ucap Liza menggebu-gebu.

Qailah menggelengkan kepala, terus tersenyum.

"Mungkin dia masih suka sama kamu Za, kan dia mantan kamu. Udah gapapa, siapa tau kamu jodoh sama dia." Ucap Qailah sambil menaik turunkan alis.

"Plis, engga bangat kalo aku sama dia berjodoh, kaya kaga ada yang lain aja." Ucap Liza dengan muka yang menahan jiji seolah-olah berjodoh dengan Hussain itu memang sangat menjijikan.

"Haha yaudah ah, hayu masuk, bentar lagi bel." Ajak Qailah dengan menarik tangan Liza.

"Iyaa iyaa." Balas Liza ogah ogahan.

                                                 ~~~~~

Guru sedang menerangkan didepan, sekarang pelajaran terakhir dan sebentar lagi bel pulang akan berbunyi.

"Shutt, shutt."

Liza menoleh kesamping dimana tempat Qailah berada, menaikan alis pertanda 'apa?'

"Zaa, nanti anter ke perpus dulu ya, mau ada yang aku pinjem." Ucapnya pelan.

Liza mengangguk lalu kembali memperthatikan guru yang sedang menjelaskan.

Tringgg.

Bel pulang akhirnya pun berbunyi, gurupun pamit untuk mengakhiri pelajaran.

Liza membereskan alat-alat tulis kedalam tas, setelah siap dia berdiri lalu menghampiri Qailah.

"Yu Qai!" Ajak Liza dengan menggenggam tangan Qailah.

Belum beberapa langkah suara lelaki pun menginstruksi dari mereka.

"Yaelah pegangan tangan kaya mau nyebrang aja lo." Ucap Hussain, ya orang itu adalah Hussain.

Liza menutup mata untuk menahan emosi, menghembuskan napas, tersenyum lalu berbalik.

"Iri ya bos? Ga punya temen buat digandeng, uhh kesian sekali." Ucap Liza dengan suara mengejek.

"Ngapain iri sama yang kaya begituan, geli yang ada." Jawab Hussain.

"Yaudah kalo engga iri ga usah ngurusin hidup orang, masing masing aja." Setelah mengucapkan itu Liza dan Qailah pun pergi tanpa menghiraukan ucapan Hussain lagi.

_______________
Akhirnya bisa update juga nih, semoga kalian selalu suka ya dengan cerita ini.

Jaga kesehatan, jangan lupa selalu bersyukur dengan segala hal yang Allah berikan:)

Babay




Hay, Mas Mantan!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang