TT 5 - Kukira Pacar Terakhir (B)

43 13 0
                                    

Setelah sampai diDaerah Istimewa Yogyakarta, komunikasi kami masih berlanjut hampir setiap hari. Meskipun disibukkan dengan kuliah dan pekerjaan disana, Mas Prama masih sempat mengirim kabar. Sesekali sebelum tidur, Mas Prama akan melakukan video call.

Namun itu tidak berlangsung lama ditahun dua ribu tujuh belas. Setelah ada satu bulan kembali ke Yogyakarta, ternyata ada perubahan yang terjadi. Seperti pesan yang mulai singkat, komunikasi menjadi jarang, dan tidak pernah melakukan video call lagi. Tentu itu sempat membuatku merasa ada yang aneh, tetapi kutepis pikiran negatifku. Mungkin saja Mas Prama benar-benar sibuk dengan tugas kampus dan merasa pusing karena tugas tersebut, sehingga tidak sempat untuk sekedar mengabari.

Namun aku ditampar oleh kenyataan setelah memikirkan hal itu. Memangnya aku ini siapanya Mas Prama? sepenting itukah untuknya memberiku kabar setiap hari? hubungan apa yang sedang kami jalani?

Yang paling menyakitkan adalah, ketika feelingku mengatakan untuk coba melihat akun sosial medianya. Benar dugaanku, ada satu postingan yang baru dibuatnya dua hari yang lalu. Terdapat satu buah foto perempuan disana, sepertinya sedang berada di cafe. Entahlah, rasanya sakit sekali.

"Gilaaaa.. cantik banget. Fiks kalah kamu, Borr" ucap Fitri disampingku saat turut melihat foto yang Mas Prama posting diakun sosial medianya.

"Kok sakit ya, Borr. Pantes beda, enggak kayak biasanya. Lain bangetlah pokoknya" kataku sambil terus memperhatikan foto tersebut

"Udahlah, itu tandanya Allah itu super baik. Nunjukin ke kamu sekarang, sebelum perasaanmu tambah dalem ke Mas Prama" aku hanya mengangguk menanggapi ucapan Fitri.

Benar, lebih baik aku tahu dari sekarang sebelum terlambat. Dengan begini, aku tidak lagi menaruh harap yang besar pada Mas Prama. Fitri ini kalau bicara memang menyakitkan, sama seperti aku, tidak apa-apa karena kami sudah saling terbiasa. Katanya kalau dengan begitu bisa menyadarkan seseorang, kenapa tidak? gasspoll sajalah.

Dihari itu, Fitri yang menjadi korban kegalauan ku. Aku tidak mengajaknya bicara, bahkan saat dia bertanya hanya kujawab dengan deheman atau malah tidak kujawab samasekali. Bukan marah, hanya mood bicaraku saja yang menghilang. Kuyakin dia pasti sangat kesal karena sikapku saat itu, hanya karena masalah cinta aku jadi melampiaskan pada semua orang, termasuk dirinya. Maaf, Borr.

Borr? iya, Jeborr. Itu panggilan kami. Awalnya aku hanya memanggilnya Borr, lalu ditambahkan J dan E didepannya oleh Fitri sendiri, jadilah Jeborr. Kalau kalian tahu Bahasa Jawa, Jebor diartikan gayung.

Hari demi hari berlalu, hingga tak terasa sudah hampir enam bulan aku dan Mas Prama tidak saling mengirim pesan. Rasa sakit itu masih terus ada, aku sendiri tidak tahu bagaimana menghilangkan perasaan itu. Tapi sudah jauh lebih baik, karena aku sedang mencoba untuk menerima semuanya. Toh pada kenyataannya, kami tidak pernah terikat dengan status apapun. Jadi bebas-bebas saja Mas Prama mau dekat atau menjalin hubungan dengan perempuan manapun.

Aku sibuk menghabiskan waktu untuk bekerja dan bermain dengan Fitri. Kemana saja kami selalu pergi bersama. Tak jarang orang mengatakan bahwa kami ini sebenarnya mirip, setelah kami mencoba berfoto dengan gaya yang sama ternyata memang benar sedikit mirip.

"Dek"

Aku cukup terkejut melihat satu pesan yang masuk dari layar berandaku, itu pesan dari Mas Prama yang baru dikirimkan beberapa detik lalu. Ada angin apa tiba-tiba menghubungiku lagi ditahun dua ribu delapan belas ini, pertanyaanku yang muncul saat itu.

"Dek, piye kabar e?"

Lagi, mungkin karena aku tidak membalas pesannya jadi ia mengirimkan satu pesan lagi. Sengaja aku membiarkan pesan itu, aku tidak mau terlihat begitu antusias saat mendapat kabar darinya lagi. Jadi akan kutunggu hingga beberapa menit atau malah beberapa jam untuk kubalas pesan tersebut.

TITIK TERAKHIR (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang