8. Tubuh yang dirasuki

167 31 47
                                    

Perth terbangun di atas sofa keras terlapisi kain putih pudar pada sebuah ruang tamu tak dikenal dengan penerangan yang remang-remang. Tak hanya sofa, saat dia mengitari sekitarnya, semua perabotan yang ada di sana juga dilapisi kain putih. Memberikan kesan bahwa tempat dia berada saat ini tidak atau belum memiliki penghuni. Daripada memikirkan di mana dia berada, Perth lebih dulu mengingat kejadian sebelum dia berakhir di tempat ini.

Pening. Itu lah yang Perth rasakan saat dia mencoba mengumpulkan kembali ingatannya. Namun pertanyaannya terjawab saat dia tak sengaja menyentuh pelipisnya. Ada bekas darah yang mengering di sana. Kini dia tahu siapa pelakunya.

"Tak ku sangka dia masih hidup..." Pelaku yang memukulnya hingga pingsan tadi, membuatnya segera mengedarkan pandangannya ke seluruh tempat. Kali ini dia mulai memikirkan tentang di mana dia berada saat ini.

Perth memperhatikan bahwa dia ada di sebuah rumah tua. Terlihat dari cat dindingnya yang pudar dan beberapa sudah mengelupas. Banyaknya debu di lantai dan juga sarang laba-laba di langit-langit dinding rumah ini semakin memperkuat tebakannya. Dan kalau tidak salah, dia pasti ada di dalam satu-satunya rumah yang ada di hutan ini. Perth sempat melihatnya dari kejauhan saat berdebat dengan Phi-nya Saint tadi. Dia juga yakin, telah di seret ke tempat ini. Anehnya kenapa dia tidak disekap ataupun diikat? Bukankah dia bisa kabur dengan mudah kalau dibiarkan seperti ini?

Tap! Tap! Tap!

Saat memikirkan tentang cara untuk kabur dari rumah ini, Perth lebih dulu mendengar sebuah suara langkah kaki seseorang di tangga yang mengarah ke lantai dua. Saat dia menoleh, dia melihat seberkas cahaya merah menghilang di anak tangga teratas. Lalu tiba-tiba saja cahaya itu berubah menjadi sosok pria berkemeja merah yang sangat Perth kenal walau dari punggungnya. Tapi apakah benar itu dia?

"Saint? kau kah itu?" Sosok itu tidak menyahut atau pun berbalik. Membuat Perth bergegas mengikutinya naik ke lantai dua.

Mengabaikan rasa sakit pada kakinya, Perth akhirnya berhasil menaiki tangga tersebut. Kemudian memasuki salah satu kamar yang dia yakini Saint-nya ada di dalam sana.

"Saint." Benar saja, Saint ada di dalam kamar tersebut. Namun dia tak kunjung menoleh saat Perth kembali memanggilnya. "Saint? Ini aku Perth. Berbalik lah dan lihat aku."

Saint masih tak menghiraukannya. Malahan dia terlihat berjalan lurus kearah balkon kamar tersebut. Membuat Perth khawatir hingga bergegas menghentikannya dengan merebut sebelah tangannya.

"Saint?" Yang terus dipanggil kini hanya menatap Perth dalam diam tanpa ekspresi.

"Apa yang terjadi pada mu?" Perth menangkup wajah itu saat Saint terus menatapnya tapi matanya malah terlihat seperti tak bernyawa. "Saint! sadarlah!" Hal itu membuat Perth menjadi semakin panik.

"Kau mau ke mana, Saint? Komohon jangan menatap ku seperti itu. Kau menatap ku seakan kau mau pergi meninggalkan ku lagi. Aku tidak bisa kehilangan mu-"

"Lepas, Phi Perth." Akhirnya dia bersuara walau kalimat yang dia ucapkan tak akan pernah Perth setujui.

"Mai! Aku tidak ingin kehilangan mu lagi." Perth memeluk erat tubuh itu.

"Ku bilang lepas!" Tubuh Perth didorong sangat kuat hingga menabrak pinggiran meja di belakangnya tadi.

"Saint, kau tidak-" Perth lengah. Matanya langsung membelak kaget saat dia melihat jelas Saint berlari dan langsung menjatuhkan tubuhnya melewati pembatas balkon. "TIDAK SAINTTT!" Perth berlari sekuat yang dia bisa, hampir saja dia ikut melompati pembatas balkon tersebut untuk menyusul Saint kalau saja tidak ada seseorang yang memeluknya dari belakang. Lalu menarik tubuhnya dengan kasar menjauh dari sana.

PRIA PAYUNG MERAH [PINSON]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang