Numb.

391 31 6
                                    


Hampir dua setengah bulan berlalu semenjak Billkin mengenal PP, sedikit demi sedikit dia sudah menyelami bagaimana sosok yang tengah berbaring diranjang bersamanya kini. Tentang PP yang tidak percaya cinta dan komitmen, tentang mimpi-mimpinya, tentang kegigihannya, bahkan tentang rapuhnya.

Selama dua setengah bulan tidak pernah semalam saja dia lewatkan tanpa PP berada disampingnya, saling memenuhi satu sama lain.

Dia ingat malam-malam kacau awal perkenalannya dengan PP, dia yang mulai jatuh sejak pertama kali laki-laki ini berakhir diranjang hotel bersamanya. Kemudian penolakan-penolakan yang laki-laki ini berikan padanya ketika dia ingin mengenal lebih dalam.

Tanin yang ternyata adalah mantan kekasih pertama sekaligus terakhir bagi lelaki manis ini karna pendirian teguh yang dia dirikan dalam dirinya, Billkin bertanya-tanya apa yang akan terjadi selanjutnya antara dia dan PP.

Billkin menatap lekat wajah polos yang ada disampingnya kini, wajah polos yang terlihat jauh terlelap ke alam mimpi, Billkin ingin tahu apa yang dimimpikan lelaki ini.

Menyisir surai yang tengah terlelap kini, Billkin ingat jelas didalam benaknya ketika si manis berkata, 'Billkin jangan jatuh cinta padaku, nanti kamu patah.'

Billkin tahu semenjak kalimat itu keluar dari ranum si manis bahwa jalan paling sulit yang sudah dia ambil benar-benar terjal, tergelincir sedikit saja mungkin dia akan mati. Tapi dia yakin cintanya jauh lebih besar dari rasa takutnya.

Dua setengah bulan berlalu dia yakin bukan lagi rasa suka tapi memang sudah jatuh cinta.

"Kin" Lelaki manis itu menggerang dalam tidurnya, surainya yang disisir dengan jari-jari lembut Billkin membuatnya tak mampu buka mata.

"Peluk," pintanya manja.

Billkin menurutinya, didekapnya lembut tubuh PP yang telanjang memberi kehangatan. Lelaki manis itu memberinya kecupan-kecupan ringan didada sebagai ucapan terima kasih karena sudah diberi hangat.

Kembali Billkin sisir surai-surai belakang kepala laki-laki itu dengan jari-jarinya, agar dia kembali terlelap menjelajah alam bawah sadar.

"Jam berapa sekarang?" Suaranya hampir tidak bisa didengar karena terlarut setengah sadar.

"Setengah tiga," sahut Billkin.

Lelaki itu tidak membalas, mungkin sudah kembali ke alam mimpi ujar Billkin. Tapi kemudian dia bisa merasakan lembut tangan si manis mengelus punggung telanjangnya. Mereka menyalurkan sayang tanpa kata, tidak boleh dengan kata, nanti keduanya patah.

...

Satu hal yang paling di benci oleh PP Krit adalah tertidur disaat harus bekerja. Buang-buang waktu. Dia sudah berhasil meluncurkan Colour Culture kepasaran. Dia harusnya mengecek online marketing tapi dia melelapkan dirinya sendiri dimeja kerjanya.

Mendengus kesal dia memandang cup kopi-nya yang sudah kosong, memijit tengkuknya yang mulai sakit, dia butuh kopi lagi.

Dia berdiri dari kursinya untuk mendapati Billkin yang membuka pintu ruang kerjanya, dia terheran untuk sejenak mengapa laki-laki ini ada disini. Baru teringat olehnya kalau dia sendiri yang meminta jemput.

"Kin, kamu ngapain jemputnya kepagian, ngak kerja?"

"Kamu doang yang kerja dihari sabtu, lagian ini sudah sore."

Walau tahu sekarang sudah tidak pagi tapi PP benar-benar tidak tahu pukul berapa tepatnya saat ini, jadi dia melirik jam dinding yang ada diruang kerjanya. Pukul lima lewat tujuh belas menit.

Setenang MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang