CHAPTER 1

795 53 1
                                    

Yang Maha pemilik hati,
Jatuhkanlah hatiku kepada dia yang mencintaimu.
-Bismillah Cinta, Gus!

.・✫・゜・。.

・✫・゜・。

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

03.00 WIB

Asyifa terbangun untuk melaksanakan rutinitasnya yaitu, sholat tahajud. Merasa ada yang kurang jika sunnah itu tidak dilaksanakn tengah malam. Jika kalian berpikir Asyifa adalah anak pondok, kalian salah besar. Dirinya hanyalah wanita biasa yang sedang berusaha mendapatkan ridho dari-Nya. Mengapa tidak mengharapkan cinta dari sang Maha Kuasa? Karena jika Allah ridho kepada seorang hamba, maka Allah akan memberikan cintanya kepada hamba tersebut.

"Assalamu'alaikum warohmatullohi wabarokatuh." ucap Asyifa saat selesai menunaikan sholat tahajud nya.

Ia mengadahkan kedua tangannya ke atas, berdo'a kepada sang Maha Kuasa.

"Ya Allah Ya Maha pemilik dunia ini berserta isinya, Yang Maha pengampun dan Maha penyayang, Ya Allah Ya Maha berkuasa atas dunia beserta isinya. Ampunilah dosa hamba yang sebanyak dunia beserta isinya, dan terimalah amalan hamba yang hanya sekeping kuku. Hamba berharap akan ridho dari-Mu Ya Allah. Sesungguhnya engkau mengetahui isi hati hamba, bahwa hamba mencintaimu melebihi apapun. Maka dari itu, jatuhkanlah hati hamba kepada dia yang mencintaimu pula. Aamiin Ya Rabbal 'Alamin.". Asyifa mengusapkan tangannya ke wajah setelah berdo'a kepada Rabb nya. Rasanya tenang, sangat tenang. Maa syaa Allah.

Tok
Tok
Tok

Asyifa mengeryitkan dahi saat ada yang mengetok pintunya. Tumben-tumbenan ada yang mengetok pintu pukul 03.30 dini hari. Dengan segera, Asyifa membukakan pintu kamarnya. Tidak ingin ditunggu terlamu lama.

"Eh, Bang? Ada apa? Sholat tahajud juga?" tanya Asyifa kepada Abangnya-Brian. Ya, Brian lah yang mengetok pintu kamar Asyifa.

Brian mengangguk "Nanti setelah dzuhur berangkat ke Surabaya. Teman Papa ada syukuran 7 bulanan hamil putri pertamanya." ucap Brian.

"Memang Papa punya teman di Surabaya, Bang? Siapa deh? Setau Syifa, teman Papa dari Malang semua." tanya Asyifa bertubi-tubi. "Ada, malah beliau kyai. Punya pondok di Surabaya." jawab Brian tersenyum menatap adiknya sekilas lalu pergi dari kamar Asyifa.

"Siapa dah? Ah, yaudahlah tinggal ikut aja. Sekalian jalan-jalan. Udah lama nggak keluar kota." Asyifa tersenyum membayangkan betapa rindunya dirinya dengan kota Surabaya itu. Bisa dihitung, sudah 5 tahun lamanya tidak jalan-jalan ke kota tetangga.

.・✫・゜・。.

13.45 WIB

Setelah bersiap-siap untuk berangkat ke Surabaya. Kini Asyifa sudah cantik dengan gamis abaya berwarna abu muda dan pashmina hitam menutupi dada. Sederhana namun Ma syaa Allah.

"Nduk, Sudah siap? Ada yang tertinggal?" tanya Hafsah-Bunda Asyifa saat melihat putrinya sudah turun dari tangga.

Asyifa tersenyum "In syaa Allah sudah siap, Bun. Asyifa nggak bawa barang macem-macem." jawabnya.

"Yakali bawa senjata tajam, Syif," sewot Brian.

"Ngapain, Bang? Mau kemana bawa senjata tajam? Perang ya? Ikut dong!" tanya Asyifa dengan polos nya.

"Udah, Syif. Biarkan Abangmu. Berangkat aja sudah, acaranya nanti habis maghrib sudah mulai. Perjalanannya 2-3 jam. Itupun kalau nggak macet." jelas Arkan-Papa Asyifa panjang lebar.

.・✫・゜・。.

Kini, keluarga itu sudah perjalanan menuju Surabaya. Melewati tol tentunya agar lebih cepat. Asyifa sedang asik-asik nya bernyanyi lagu apasaja yang sempat ia dengar dan tidak sengaja hafal.

Diwaktu hidup denganmu yang tak terduga
Seperti nadimu yang s'lalu denyutkan setia
Aku bahagia menjadi pemiliknya

Saat ingin melanjutkan lirik selanjutnya, Abang tercintanya sudah memotongnya dengan perkataan sinis.

"Belum nikah aja udah pemiliknya. Lanjut kuliah yang bener, baru nikah." ucap Brian. Asyifa memang tidak melanjutkan kuliah karena 1,5 tahun dirinya merawat sang Bunda dirumah sakit yang sedang mengidap penyakit kanker darah. Alhamdulillah, diluar dugaan ternyata Hafsah masih diberi kesempatan untuk hidup oleh sang Maha Kuasa.

"Abang nggak mau nikah gitu? Secara kan Abang udah mateng, sukses, ganteng, sholeh lagi. Apa yang kurang coba?" tanya Asyifa menatap Abangnya.

"Kalo nikah itu harus ada calonnya, sedangkan Abang? Jangankan calon, Abang aja nggak pernah deket sama perempuan selain Bunda sama adikku yang sholehah ini." Brian mencubit kedua pipi tembam milik Asyifa hingga berwarna merah.

Asyifa melepaskan tangan Brian yang masih mencubiti pipi nya. "Abang, ish. Makanya cari calon. Kalo nggak nyari-nyari kapan nikahnya?" sinis Asyifa.

"Udah-udah, jangan bahasa nikah mulu. Mau Papa jodohin nanti?" tanya Arkan menaik turunkan alisnya menggoda Brian yang memasang wajah kesal.

"Brian bisa nyari sendiri kali, Pah," jawabnya ketus.

Hafsah terkekeh kecil melihat raut wajah Brian yang sedang tidak bersahabat. "Bunda tunggu, Le. Mumpung Bunda sama Papa masih dikasih kesempatan sama Allah, Bunda ingin sekali melihat anak-anak Bunda menikah."

"Do'ain ya, Bun. Semoga Abang cepet didatengin jodoh biar Syifa bisa punya kakak cewek." ucap Asyifa dengan semangat.

Brian tersenyum tipis menatap adik perempuannya itu. "Nunggu Allah datengin dengan caranya aja ya. Brian mah In syaa Allah siap kapan aja,"

"Aamin," ucap Arkan, Hafsah, Asyifa bersamaan.

Untuk awal nya dikit dulu yaa, hehe.
In syaa Allah kedepannya dipanjangin lagi. Terimakasih semua!.
-ENJOY-

BISMILLAH CINTA, GUS!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang