3. Kenalan

889 179 19
                                    

Kapas dan tisu yang penuh noda darah terlihat menumpuk diatas meja ruang tengah. Bau alkohol begitu menyengat, ruang tengah rumah Shani sudah seperti UGD dadakan.

Shani melirik sang pasien yang masih terbaring tak sadarkan diri.

Sebenarnya dia ingin lapor ke pak lurah atau pak Aryo bahwa ada penyusup di rumahnya. Tapi dia gak bisa melakukan itu karena si penyusup itu tidak merugikan Shani, atau mungkin tadi malam sudah. Karena mencuri sosis gorengnya.

Setelah membersihkan luka gadis itu, Shani beranjak berdiri, hendak mengambil perban di kamarnya. Sembari berjalan, Shani mengurut pelipisnya. Shani kira dia bermimpi tadi, karena gadis itu bergumam padanya untuk jangan pergi. "Dia siapa sih?"

Keinginan Shani untuk hidup tenang sepertinya terganggu. Dihadapkan dengan seseorang yang tiba tiba sakit di atap rumahnya saja sudah cukup merepotkan dan bikin pusing.

"Errrhhh..."

Langkah Shani yang hendak keluar dari kamarnya, terhenti. Dia tertegun di ambang pintu kamarnya karena gadis itu sudah terbangun dan memegangi kepalanya.

Entah ilusi atau nyata, Shani melihat kilatan merah pada netra hitam milik gadis itu.

Shani melangkah pelan dan memegang lengan gadis itu. "Kamu kenapa? Ada yang sakit?"

Sret!!

Kejadian selanjutnya begitu cepat, dia ditarik. Menimpa tubuh gadis itu dan dipeluk erat olehnya. Shani rasa tubuh gadis ini hangat berlebihan. Kenapa tubuhnya panas sekali ya? Masa demam sih?

"Ssshhhh..."

Gadis itu mengendus seluruh wajah dan rahang Shani. Membuat Shani menatap ngeri pada mata merah yang semakin jelas berkilau dihadapan nya. Perlahan tubuhnya terasa melayang, serius ini melayang beneran.

"Eerhhhh .." gadis itu menggeram lagi.

"L....lepas." Shani berusaha untuk menyadarkan gadis yang sedang memeluknya sambil melayang ini.

"Kau..... Bukan dia!!!"Gadis itu menatap tajam pada Shani.

BRAK!!

Dengan satu hempasan, dia melempar Shani hingga jatuh tak sadarkan diri menghantam meja sampai terbelah jadi dua. Entah seberapa sakit yang Shani terima, karena dia sendiri juga tidak tahu.

Pandangan Shani menggelap seiring dengan kesadarannya yang lenyap.

..
...

Tiga jam sudah berlalu sejak Shani pingsan tadi. Gadis itu berjalan mondar mandir disamping tempat tidur Shani. Menunggunya untuk bangun.

Keajaiban terjadi. Darah yang mengalir keluar dari hidungnya, tubuhnya yang penuh memar dan kulitnya yang terkoyak, hilang tak berbekas. Tubuh gadis itu kembali seperti semula tanpa meninggalkan luka segores pun. Dalam keadaan normal, gadis itu pasti tengah mengalami kondisi kritis. Yang bahkan tidak mungkin untuk sembuh dalam hitungan hari atau jam.

Gadis itu masih termangu, menatap Shani dengan cemas. Mengetukkan tumitnya pada ubin lantai, beriringan dengan jam dinding di kamar Shani.

"Kamu sudah bangun?" Gadis itu menghampiri Shani yang mulai membuka matanya.

Shani sedikit menyipitkan matanya, mencoba memperjelas siluet dari seseorang yang mendekati nya.

"Kamu siapa?" Tanya Shani.

"Maaf soal yang tadi."

"Apa aku baik baik saja?" Shani bertanya pada dirinya sendiri.

Seketika dia terduduk dan menatap wajah gadis itu pias. Ingatan nya berputar pada tiga jam yang lalu, saat tubuhnya jatuh terhempas dengan sangat keras. Dengan sakit yang luar biasa hebat menjalar pada sekujur tubuhnya.

Hujan RubahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang